• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Senin, 9 Juni 2025
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Dari Anda Opini

Jambu Air di Jalur Gaza

Oleh Saad Saefullah
4 tahun lalu
in Opini
Waktu Baca: 5 menit baca
A A
0
Foto: Salon

Foto: Salon

0
BAGIKAN

Oleh: Chudori Sukra
Pengasuh Pondok Pesantren Riyadlul Fikar, Serang, Banten
Anggota Mufakat Budaya Indonesia (MBI) perwakilan Banten
chudorisukra@gmail.com

SEMUA orang tahu bahwa Alen Keret itu seorang yang cerdas dan jenius. Tapi sedikit orang tahu bahwa ia penganut Yahudi dan berkebangsaan Israel. Banyak penulis Indonesia yang memuji-muji karya Alen, bahkan tidak sedikit yang menginginkan dirinya menjadi murid dan pengikutnya yang setia.

Suatu kali Alen menulis cerpen yang menghebohkan, dan diterbitkan oleh koran nomor satu di republik Indonesia. Judulnya sederhana, “Jambu Air”. Setelah terbit pada hari Minggu, 18 April 2021 kontan banyak penulis segera menerjemahkan karya tersebut dalam bahasa Inggris. Memperhatikan antusiasme banyak penulis terhadap cerpen “Jambu Air” ditambah dengan kepopuleran pengarangnya, maka koran terdepan Amerika The New York Times akhirnya menampilkan juga pada beberapa minggu berikutnya.

Cerpen Jambu Air dianggap menarik oleh kebanyakan penulis lantaran muatan diksi dan estetika yang merupakan khas buah pena seorang jenius Alen Keret. Ya, siapa lagi kalau bukan dia yang bercerita tentang tumbuhnya pohon jambu air di perbatasan Jalur Gaza yang sering dinaiki dan diambil buahnya oleh anak-anak warga Palestina yang nakal dan urakan. Tokoh selanjutnya tampil seorang nenek berusia 75-an, menyuruh anaknya, Henry, agar mengenakan seragam tentara Israel, lalu segera mengusir anak-anak yang bengal-bengal itu.

ArtikelTerkait

Shalat Tahajud dan Derajat yang Mulia : Tadabur surat Al-Isra Ayat 79

Rahasia Tiga Ratus Sembilan Tahun: Tafsir dan Hikmah QS. Al-Kahfi ayat 25

Freelancer Muslim Zaman Now: Halalkah Gigs dan Remote Work Menurut Syariah?

Benarkah Umar bin Khattab Pernah Menguburkan Anak Perempuannya Hidup-hidup Sebelum Masuk Islam?

BACA JUGA:

“Sudahlah, Bu, saya ini bukan tentara lagi, untuk apa pakai seragam tentara?” kata Henry menolak.

“Meskipun kamu sudah dikeluarkan dari tentara, tapi pakailah seragammu itu supaya anak-anak itu takut, dan tidak lagi bermain-main di pekarangan rumah kita!” bentak sang ibu.

“Saya ini sudah dinonaktifkan, Bu, artinya sudah diusir dan dikeluarkan dari dinas kemiliteran…”

“Ibu tahu semuanya itu, Nak… Ibu paham!” suaranya makin merlengking, “Kamu itu sejak dulu memang nggak becus, lembek dan loyo… kamu itu selalu mengalah pada adik-adikmu tiapkali bertengkar atau memperebutkan satu buah jambu. Makanya, Ibu sudah menduga kalau kamu bakal tidak becus di dunia kemiliteran. Kamu tidak akan berani menembak apapun, bahkan seekor burung yang terbang di atas pohon sekalipun. Padahal seorang tentara itu tak perlu punya rasa tega atau rasa kasihan… kamu harus berani menembak, Henry… kamu jangan seperti banci!”

“Sudah saya bilang, Bu, saat ini saya bukan tentara lagi…”

“Itulah salahmu sendiri! Akhirnya kamu sadar juga kekuranganmu, bencong!”

“Hati-hati bicara, Bu, bencong juga sama-sama manusia…”

Advertisements

“Di situlah letak kelemahanmu!”

Karena merasa terenyuh demi menghormati orang tua yang sudah uzur, Henry pun akhirnya menurut juga. Ia masuk kamar dan memakai seragam tentara Israel yang sudah bertahun-tahun tak disentuhnya di dalam lemari. Sang ibu tersenyum sambil menyematkan lencana di atas bahu dan dada kirinya. “Dadamu masih tegap dan bidang, Nak, kamu sebenarnya masih pantas untuk bertugas di kemiliteran.”

“Sudahlah, Bu….”

“Ayo cepat keluar sana! Tunjukkan sifat laki-lakimu pada anak-anak brengsek itu!”

Ada tujuh anak-anak dan remaja di serambi halaman rumah. Dua di antara mereka sedang berada di atas pohon jambu, memetiki buah-buahnya sambil memakan dan menjatuhkan sebagian lainnya kepada teman-teman di bawahnya. Mereka saling bercanda, berteriak-teriak dan saling melempar buah jambu satu sama lain. Melihat Henry keluar rumah dengan mengenakan seragam tentara, tidak seorang pun dari mereka yang menampakkan rasa gentar dan takut. Justru mereka tertawa terkekeh-kekeh sambil menunjuk-nunjuk muka Henry dan meneriakinya sebagai badut.

Dua orang dari mereka menarik-narik baju tentara itu hingga robek pada lengan kanannya. Seorang lagi melempari Henry dari atas pohon jambu sambil tertawa terbahak-bahak.

“Anak-anak, turun dari pohon itu… nanti kalian jatuh…,” suara Henry agak tercekat.

Mereka tidak peduli. Beberapa jambu busuk dilemparkan ke muka Henry, hingga mukanya bercelomot jambu berikut belatung-belatungnya. Belum sempat ia membersihkan mukanya, seorang remaja yang berbadan kekar dan tinggi menghampirinya dan kontak memukul muka Henry. Seorang lagi mendekat, dan seperti menguasai jurus-jurus pencak silat, ia berhasil menjatuhkan tubuh Henry hingga terpelanting ke tanah.

BACA JUGA: Laporan: Tiap Tahun Terjadi 2.000 Kasus Kanker di Gaza

Anak-anak lainnya segera menyerbu sambil memukuli dan menginjak-injak kepala Henry sambil berteriak-teriak keras: “Ini tanah kami… ini tanah orang tua kami…! Pergi kamu dari sini… pergi…!”

Muka Henry lebam-lebam dan bercelomot darah. Pelan-pelan ia berdiri, kemudian terhuyung-huyung, dan seketika jatuh pingsan.

Ia tersadar dan pelupuk matanya terbuka ketika mendengar suara tembakan senapan laras panjang dari arah pintu rumah. Si ibu memberi peringatan bagi anak-anak Palestina itu dengan beberapa kali suara tembakan hingga mereka lari terbirit-birit.

Sambil berjalan sempoyongan ke arah pintu, Henry terheran-heran menatap ibunya, “Dari mana senapan itu, Bu?”

Dengan suara mendesah, si ibu menjawab, “Ini senapan peninggalan ayahmu. Sengaja Ibu menyimpannya untuk berjaga-jaga…”

“Tapi dari mana Ibu belajar menembakkan senapan itu?”

“Ibu pernah diajari mendiang ayahmu dulu…”

“Untuk berjaga-jaga?”

“Ya, tepat sekali. Kita semua harus menjaga leluhur dan keturunan kita di tanah air yang mulia ini.”

***

Ketika cerpen Jambu Air itu tampil di harian The New York Times, dalam waktu singkat kontan menyebar luas melalui media sosial, dan diterjemahkan pula ke puluhan bahasa dunia. Kemudian setelah diterjemahkan ulang ke dalam bahasa Indonesia, banyak penulis kita terkagum-kagum dibuatnya. Ada yang menilai, itulah ciri khas dari realisme sosial yang merupakan hasil buah pena sang jenius Alen Keret. Ada juga yang membanggakan penulis berkebangsaan Israel itu lantaran karya-karyanya yang surealis dan sangat populer sedunia.

Ada juga penulis yang latah dan genit memilih jalur ekstrim dengan terlampau mengultuskan Alen Keret. Sehingga dirinya mengeluarkan karya sehaluan yang dibaca oleh ribuan penulis kita, berjudul “Anak-anak yang Jahat”. Karya itu cenderung skeptis dan apatis memandang anak-anak masakini, namun kadung terbit di harian terkemuka, dan mengilhami ribuan intelektual dan penulis Indonesia lainnya, baik tua maupun muda, senior maupun yunior.

Apresiasi sastra yang menembus sekat dan batas-batas negara dan benua, membuat Alen Keret tak tinggal diam. Ia menulis karya berikutnya dengan tema yang cukup panjang, “Siapakah harus bertanggungjawab, jika nasib buruk justru menimpa tokoh-tokoh yang baik?”

BACA JUGA: Legenda Sepakbola Eric Cantona Dukung Palestina

Di masa pandemi Corona yang menjangkiti masyarakat dunia hingga hari ini, karya-karya Alen Keret menjadi laris manis, terutama bagi orang-orang yang tergesa-gesa dan tidak sabar. Menurut Alen, setiap nasib buruk yang menimpa hidup manusia adalah fakta dan kenyataan, tak ubahnya suatu wujud eksistensialis yang tak ada hubungannya dengan sebab dan akibat. Manusia jahat dan baik sama-sama terjerembab ke dalam siklus lingkaran setan yang membutakan. Tak ada pilihan lain selain umat manusia harus menerima nasibnya untuk mengada, meskipun tanpa pernah meminta untuk mewujud dan mengejawantah di atas permukaan bumi ini. Dengan demikian, tak ada urusannya dengan mensyukuri nikmat hidup ini, untuk apa? Dan kepada siapa kita harus menyampaikan ucapan terima kasih?

Nyaris tak ada penulis kita yang sanggup mengapresiasi karya Alen sebagai kepanjangan tangan dari garis eksistensialisme Barat yang meniscayakan absurditas sebagai ending ceritanya. Tak ada urusan bagi penulis sekelas Alen, dampak apa yang kelak ditimbulkan dari goresan penanya. Tak ada nilai syiar maupun dakwah bahwa segala perbuatan baik akan berbuah kebaikan, dan segala keburukan itu akibat ulah perbuatan tangan-tangan manusia sendiri.

Baginya, baik maupun buruk hanyalah nasib yang menimpa siapa saja tanpa pandang bulu, bagaikan benang-benang kusut yang tak perlu lagi dibentangkan maupun diurai menjadi kain-kain tenun yang indah seperti dalam novel Pikiran Orang Indonesia. Karena itu, biar sajalah yang kusut tetap menjadi kusut. Tak ada yang perlu bertanggungjawab atas segala nasib yang menimpa siapapun. Termasuk nasib buruk yang sedang menimpa diri Anda sendiri.

***

Hanya beberapa minggu setelah cerpen Jambu Air ditayangkan The New York Times, persisnya pada tanggal 16 Mei 2021, terjadi lagi insiden berdarah di perbatasan Jalur Gaza. Kali ini korbannya adalah anak-anak Palestina yang mati tertembak oleh tentara-tentara Israel.

Tak ada penulis Indonesia yang mengapresiasi bahwa kematian tujuh anak-anak Palestina itu adalah efek dari munculnya sebuah karya sastra berjudul “Jambu Air” di majalah The New York Times itu. Juga tak ada penulis kita yang meneliti, apakah mungkin pohon-pohon jambu air bisa tumbuh subur di sekitar Jalur Gaza dan Israel?

BACA JUGA: 2020 Jadi Tahun Tersulit bagi Gaza

Lalu, apakah benar ada seorang penulis sastra berkebangsaan Israel yang bernama “Alen Keret” yang sebenarnya dialah yang paling bertanggungjawab atas insiden berdarah yang mengorbankan tujuh anak-anak warga Palestina itu?

Rupanya tidak ada pemikir dan intelektual Indonesia yang sanggup berpikir sedalam itu. Juga tidak ada penulis kita yang sanggup menulis persoalan yang amat krusial ini. Sementara, korban-korban terus berjatuhan dari waktu ke waktu, dan para penulis sastra terus saja membangun imajinasi publik, mengejar kepopuleran, tanpa peduli pada dampak yang ditimbulkan atas karya-karya mereka…. []

Tags: Alen Keret icerpenjambu air
ShareSendShareTweetShareScan
Advertisements
ADVERTISEMENT
Previous Post

7 Ketentuan dan Larangan Puasa Qadha yang Harus Kamu Ketahui

Next Post

Akhlaq Rasulullah

Saad Saefullah

Saad Saefullah

Lelaki. Tidak terkenal. Menyukai kisah-kisah Nabi dan Para Sahabat.

Terkait Posts

Batas Shalat 5 Waktu, Shalat Sunnah, Sunnah dalam Shalat, Shalat Tahajud

Shalat Tahajud dan Derajat yang Mulia : Tadabur surat Al-Isra Ayat 79

31 Mei 2025
Ashabul Kahfi, gua, Ashabul Kahfi

Rahasia Tiga Ratus Sembilan Tahun: Tafsir dan Hikmah QS. Al-Kahfi ayat 25

23 Mei 2025
wanita bekerja, manfaat menulis dengan tangan, Freelancer

Freelancer Muslim Zaman Now: Halalkah Gigs dan Remote Work Menurut Syariah?

16 Mei 2025
Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Yahudi

Benarkah Umar bin Khattab Pernah Menguburkan Anak Perempuannya Hidup-hidup Sebelum Masuk Islam?

13 Mei 2025
Please login to join discussion

Tulisan Terbaru

Shalat, Keutamaan Shalat Dhuha, Shalat yang Tidak Diterima oleh Allah SWT, Hukum Shalat tanpa Peci, shalat

Renungan: Mengapa Shalat Tidak Diterima oleh Allah SWT?

Oleh Yudi
9 Juni 2025
0

Hal yang Tidak Boleh Dilakukan di Pagi Hari, Ciri Diabetes di Usia Muda, Muslim

Apa yang Terjadi Kalau Manusia Dewasa Tidur Malam Kurang dari 6 Jam?

Oleh Dini Koswarini
9 Juni 2025
0

Penyakit Lisan, Ciri Orang Dengki, Rezeki, Pengangguran

Apa yang Terjadi Jika Seorang Pemuda Jadi Pengangguran?

Oleh Dini Koswarini
9 Juni 2025
0

Olahraga, Pola Hidup Sehat, Kuisioner

Kenapa Aku Tidak Mau Olahraga

Oleh Dini Koswarini
9 Juni 2025
0

Perbuatan Buruk Kaum Yahudi, israel, Malaikat Jibril

5 Strategi Menghancurkan Militer Penjajah Israel dalam Perspektif Al-Qur’an

Oleh Saad Saefullah
9 Juni 2025
0

Terpopuler

Kenapa Suami Sukanya Minta Jima Terus sama Istri?

Oleh Yudi
8 Juni 2025
0
Penyebab Suami Loyo di Tempat Tidur, Jima, nusyuz

Pertanyaan seperti “Kenapa suami sukanya minta jima terus sama istri?” seringkali muncul dari rasa penasaran, lelah, atau bahkan bingung di...

Lihat LebihDetails

Inilah 11 Keutamaan Surah Yasin yang Perlu Diketahui Muslim

Oleh Andika Murdanto
26 Oktober 2021
0
Keutamaan Surah Yasin

Keutamaan surah yasin dijelaskan dari beberapa hadist Rasulullah Muhammad ﷺ.

Lihat LebihDetails

Tips Ga Bayar Utang: Rahasia Sukses Para Ahli Kabur Amanah

Oleh Dini Koswarini
6 Juni 2025
0
Cara Mengelola Keuangan, Utang

Utang itu kan hanya angka—dan angka bisa dilupakan?

Lihat LebihDetails

Al-Qur’an Buktikan Alam Semesta Terus Mengembang

Oleh Sodikin
7 September 2018
0
galaksi kanibal

Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan...

Lihat LebihDetails

Cara Singkat Tulis ‘Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ﷺ di Microsoft Word, Ini Dia

Oleh Saad Saefullah
19 Oktober 2024
1
Nabi Muhammad Keutamaan Membaca Sholawat, Waktu Terbaik Bershalawat, Sholawat, Ciri Fisik Rasulullah, Wasiat Nabi Sebelum Wafat, Cara Bershalawat yang Benar kepada Nabi, Keistimewaan Rasulullah, Kebiasaan Nabi Muhammad ﷺ, Rasulullah

Selain untuk membuat karakter shalawat tersebut, kita juga bisa membuat lafadz Allah (ﷲ), Muhammad (ﷴ), Basmalah (﷽), Jalla Jalaluhu (ﷻ)...

Lihat LebihDetails
Facebook Twitter Youtube Pinterest Telegram

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.