• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Senin, 9 Juni 2025
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Ibrah

Lapis-lapis Dakwah

Oleh Mila
7 tahun lalu
in Ibrah
Waktu Baca: 4 menit baca
A A
0
Kirim Pahala tawassul, Penghalang Terkabulnya Doa

Ilustrasi: Aldi/Islampos

1
BAGIKAN

Lapis-lapis Dakwah 1 dakwah, salim fillahSUATU hari di pelataran Masjid kami; Ayahanda Ir. Abdul Kadir Baradja’, sesepuh dakwah di Surabaya dan pembina Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) itu tetiba duduk menjajari saya sebakda acara pembukaan Setengah Abad Masjid Jogokariyan.

Betapa hangat beliau memperlakukan para junior seperti kami, mendudukkan diri dengan tawadhu’ padahal apalah ‘amal bakti kami dibanding segala kiprah beliau selama ini. Dan saya lebih takjub lagi pada pemahaman beliau akan lapis-lapis dakwah.

Dengan pena dan kertas buku tulis, beliau menggambar sebuah persegi panjang lalu membaginya jadi dua dengan diagonalnya. Separuh bagian bawah beliau arsir sehingga berwarna gelap. “Bagian putih ini adalah tingkat pemahaman masyarakat kita pada Islam,” ujar beliau, “Dan arsiran hitam ini adalah anasir lain yang masih ada di benak dan hati mereka dari selain Islam.”

BACA JUGA: 5 Nasihat Ustadz Salim A Fillah

ArtikelTerkait

Sungai di Zaman Nabi Daud

Wahai Jiwa, Mengapa Engkau Enggan Sedekah?

Ciri Orang yang Tidak Pernah Mau Bersedekah, Hah Ternyata …

Nasihat-nasihat yang Dalam dari Imam Hasan Al-Bashri

“Para da’i,” lanjut beliau sambil menatap saya dengan serius, “Ada yang di sini.” Beliau menunjuk bagian yang nyaris penuh putih dan hanya ujung kecil di pojok saja terarsir hitam. “Nah tugas yang di sini ini nikmat sekali masyaallah. Jama’ahnya pada rajin ke Masjid. Tinggal buat kajian rutin saja, mad’u-nya akan datang berjubel. Menyampaikan juga tinggal sampaikan. Asal dalilnya shahih semua akan menerima, bahkan bersemangat mengamalkan.”

“Nah geser ke sini,” beliau menunjuk ke bagian yang arsir hitamnya kian membesar, “Ini tantangannya makin asyik. Perlu strategi dan perencanaan untuk nantinya kian bisa membawa jama’ahnya ke tingkatan yang paling atas tadi.”

“Paling dahsyat kalau di bawah sini kan?” ujar beliau menunjuk bagian yang nyaris semua gelap, hanya tersisa titik putih di ujungnya. “Yang ini jangankan diajak mengaji, tahu bahwa ada ibadah yang namanya shalat saja sudah mending. Ini dakwah di sini pasti awal tempatnya bukan Masjid ini. Ya kan?”

Saya tertawa.

“Jadi dakwah itu ada tingkatan sesuai objek dakwahnya. Nggak bisa yang di atas sini mengklaim yang paling besar nilai dakwahnya. Yang ironis apa sekarang?”

Saya menatap beliau bertanya-tanya.

“Ini da’i yang di sini, suka meremehkan da’i yang di sebelah sana. Ini da’i yang tugasnya di komunitas A, suka meledek da’i yang sedang berkhidmah di komunitas Z. Sering terjadi. Padahal harusnya mereka saling mengapresiasi. Saling support. Saling bersinergi. Kan tinggal kalau da’i sebelah bawah sukses,” beliau menunjuk bagian terarsir hitam lagi, “Umpan tangkapan binaan yang berhasil dientaskannya itu ke da’i di bagian berikutnya, yang atasnya. Begitu seterusnya.”

BACA JUGA: Habibana

Advertisements

“Nah,” ujar beliau, “Kalau seperti itu kan nggak bisa main klaim siapa yang da’wahnya lebih afdhal. Semua da’i ini harus lillah. Dari yang berjuang di masyarakat paling gelap hingga harus merangkul dengan berbagai ‘amal sosial, harus main fiqh prioritas, harus menyatu sehingga kadang ada hal tertentu yang perlu ditolerir dulu, -yang menurut da’i di sebelah atas sini mungkin sudah masuk kemunkaran kecil-. Nah ini juga harus dihormati.”

Obrolan kami berlanjut sembari saya terkenang sebuah kisah.

Lelaki itu menyipitkan mata diterjang terik. Kakinya tersaruk seok dalam sengatan pasir. Dia datang dari jauh memikul beban hati yang memayahkan. Perjalanannya melelahkan. Tapi biara yang ditujunya tak jauh lagi. Jalan agak mendaki kini, tapi sekuncup harap telah bersemi di hati.

Di pintu biara, Rahib ahli ‘ibadah itu menyambutnya dengan wajah datar. Lisannya terus berkomat-kamit.

“Rahib yang suci,” kata si lelaki. Dia berhenti sejenak lalu mengunjal nafasnya panjang-panjang. “Mungkinkah dosaku diampuni?”

Rahib itu tersenyum setengah seringai. “Memangnya apa khilafmu?”

Agak tercekat dia menjawab. “Aku telah membunuh,” katanya, “Sebanyak sembilanpuluh sembilan jiwa.”

Terbelalak sang Rahib nyaris tak percaya. Dia, seumur hidupnya, barangkali membunuh semutpun takkan tega. Kini di depannya, duduk pembantai manusia.

“Mungkinkah dosaku diampuni?” lanjut si lelaki sambil menatap harap-harap. Tangannya cemas menggariki sarung pedang yang dia pegang karena grogi. Dia lalu menunduk menanti sabda.

Tetapi Rahib itu memalingkan muka. Rautnya tampak tak suka. Lelaki itu menangkap mimik jijik di garis-garis wajah sang Rahib. Sayup dia menggumamkan sebuah ayat dalam Taurat. “Membunuh satu jiwa sama artinya membinasakan seluruh jiwa, memusnahkan segala kehidupan. Sembilanpuluh sembilan… Sungguh dosa yang tak terperikan. Tak terampunkan.”

Entah mengapa si lelaki pembunuh tiba-tiba disergap benci yang bergulung-gulung pada si Rahib. Batinnya yang luka dan tersiksa oleh dosa serasa disiram cuka yang memedihkan mendengar gumam itu. Cara Rahib itu memperlakukannya, bersikap, berkata-kata, dan menjawab tanya seolah mereka dibatasi dinding tak tertembus. Si Rahib suci. Tanpa dosa. Dan dia adalah lelaki hina, najis, tak terampuni.

BACA JUGA: Supirku, Cawapres Ummat

Sekuncup harap yang tadi bersemi, kini gugur disengat api.

Maka sekali lagi syaithan mengalahkannya. Dalam detikan saja, pedangnya telah memenggal si Rahib, membelahnya jadi dua. Dan dia disergap sesal yang jauh lebih menyakitkan. Genap sudah seratus nyawa. Darah sang Rahib yang mengalir merah terlihat bagai neraka menyala, siap membakarnya. Dia bergidik. Dia beringsut mundur. Nafasnya tersengal, jangganya terasa tercekik hebat, keringat dinginnya merembesi baju. Dengan tenaga yang dihimpun sepicak-sepicak, dia berlari. Terus berlari.

Untuk beberapa waktu, dia bersembunyi. Tapi dia tahu, yang dia takuti bukan apa yang ada di luar sana. Yang paling menakutkannya ada di dalam dada. Tak tampak. Tak pernah membiarkannya nyenyak. Tak pernah mengizinkannya hening.

Satu hari dia tak tahan lagi. Diberanikannya menemui orang yang dianggapnya mampu memberi jawab gelisah hatinya. Kali ini bukan rahib yang dipilihnya. Kali ini seorang ‘alim yang didatanginya. Dan lelaki berilmu itu menerimanya dengan senyum tulus.

“Allah itu Maha Pengampun saudaraku,” ujar sang ‘alim ramah. “Taubatmu pasti diterima. Hanya saja, selain menyesali segala yang telah berlalu dan menebusnya dengan kebaikan-kebaikan, engkau juga harus meninggalkan negeri yang selama ini kau tinggali. Pergilah ke negeri lain untuk memulai hidupmu yang baru. Engkau harus berhijrah.”

Lelaki pembunuh itu, kita tahu, benar-benar berhijrah. Tapi dia mati di perjalanan. Dan malaikat rahmatpun memenangkan perdebatannya dengan malaikat ‘adzab. Sebab ketika diukur jaraknya, lelaki itu sejengkal lebih dekat ke arah negeri pertaubatan. Dia benar-benar telah meninggalkan kejahatan, meski baru sejengkal. Maka Allah memerintahkan agar dia dibawa ke surga.

BACA JUGA: Akad Terhormat dan Musim Reuni

Dakwah, di semua tingkatannya, memerlukan ilmu; bukan hanya tentang materinya melainkan juga siasat hingga keadaan mad’unya. Seperti dalam gambar Ayahanda Abdul Kadir Baradja’, di bagian yang diarsir tergelap, masih ada titik putih. Ada kebaikan, meski kadang hanya kuncup kecil yang mengintip malu.

Maka kita belajar untuk menghargai kebaikan yang mengintip, atau mentakjubi keshalihan yang kecil dan sederhana. Membiasakan hal ini sungguh akan menjadi sebuah latihan jiwa yang berharga. Sebab ada tertulis, “Mereka yang tak bisa menghargai yang kecil, takkan mampu menghormati yang besar. Dan mereka yang tak bisa berterimakasih pada manusia, takkan mampu mensyukuri Allah.” []

Tags: dakwahsalim fillah
ShareSendShareTweetShareScan
Advertisements
ADVERTISEMENT
Previous Post

Kehidupan Dunia Hanyalah Permainan

Next Post

Jadi Ibu, Menangis Itu Biasa….. Itu Rasanya Jadi Ibu (1)

Mila

Mila

Terkait Posts

Nabi Musa, Nabi Daud

Sungai di Zaman Nabi Daud

27 Mei 2025
Hal yang Bisa Jadi Kita Sedekahkan, Keutamaan Sedekah

Wahai Jiwa, Mengapa Engkau Enggan Sedekah?

20 Mei 2025
Utang Piutang, Pekerjaan yang Dilaknat dalam Islam, Adab Utang Piutang dalam Islam, Keutamaan Memberi Utang, Kesalahan saat Bersedekah

Ciri Orang yang Tidak Pernah Mau Bersedekah, Hah Ternyata …

16 Mei 2025
Keutamaan Berjima di Malam Jumat, Tempat Duduk Penghuni Surga, Nasihat, Nabi Luth, Posisi Duduk yang Dimurkai, Manusia, Hasan Al-Bashri

Nasihat-nasihat yang Dalam dari Imam Hasan Al-Bashri

15 Mei 2025
Please login to join discussion

Tulisan Terbaru

Perbuatan Buruk Kaum Yahudi, israel, Malaikat Jibril

5 Strategi Menghancurkan Militer Penjajah Israel dalam Perspektif Al-Qur’an

Oleh Saad Saefullah
9 Juni 2025
0

Hukum Melafadzkan Niat, Syaban, Hukum Baca Doa Iftitah dalam Shalat, Tata Cara Shalat Hajat

Kenapa Aku Harus Terus Memperbaiki Shalatku?

Oleh Haura Nurbani
8 Juni 2025
0

Ciri Motor yang Harus Segera Diservis, Motor

Si Raja Jalanan dan HP Sakti Mandraguna, Kenapa Sih Maen HP Waktu Berkendara?

Oleh Haura Nurbani
8 Juni 2025
0

Penyebab Suami Loyo di Tempat Tidur, Jima, nusyuz

Kenapa Suami Sukanya Minta Jima Terus sama Istri?

Oleh Yudi
8 Juni 2025
0

Suami Egois, Ciri-ciri Istri yang Suka Bingung Sendiri

Suami Suka Bentak Istri, Apa Akibatnya?

Oleh Yudi
8 Juni 2025
0

Terpopuler

Wajah Baru PKS: Muda, Syar’i, dan Siap Menang di 2029 (?)

Oleh Saad Saefullah
7 Juni 2025
0
PKS

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah mengumumkan kepengurusan baru. Di pusat dan sepertinya segera diikuti oleh tingkat provinsi dan kabupaten.

Lihat LebihDetails

Al-Qur’an Buktikan Alam Semesta Terus Mengembang

Oleh Sodikin
7 September 2018
0
galaksi kanibal

Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan...

Lihat LebihDetails

Jangan Datangi Istri Sepulang Safar, Kenapa?

Oleh Yudi
5 Maret 2020
0
Foto: khairilz.net

Jika salah seorang dari kalian lama bepergian, janganlah ia mendatangi istrinya di malam hari

Lihat LebihDetails

10 Kebiasaan Aneh di Arab Saudi

Oleh Saad Saefullah
7 Juni 2025
0
Keunggulan Pendidikan di Arab Saudi!, Arab Saudi

Penting diingat, "kebiasaan aneh" di Arab Saudi ini bersifat relatif—bisa jadi unik, menarik, atau berbeda saja.

Lihat LebihDetails

Tips Ga Bayar Utang: Rahasia Sukses Para Ahli Kabur Amanah

Oleh Dini Koswarini
6 Juni 2025
0
Cara Mengelola Keuangan, Utang

Utang itu kan hanya angka—dan angka bisa dilupakan?

Lihat LebihDetails
Facebook Twitter Youtube Pinterest Telegram

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.