ALKISAH, Imam Hasan Al-Bashri pernah hadir di suatu acara walimah, waktu itu juga ada seorang yang gaya pakaiannya lusuh.
Waktu hidangan manis disajikan, orang itu mengangkat tangannya dari wadah tanda penolakan, sikap yang sengaja dibuat-buatnya sekaligus untuk pamer. (Mengesankan dirinya menghindari makanan lezat untuk zuhud)
Sedangkan Hasan, beliau memakannya. Lalu mengatakan kepada yang tadi tidak mau, “Hai kau, makanlah! Sungguh, nikmat Allah untukmu berupa air dingin yang segar jauh lebih besar daripada nikmat hidangan manis ini.”
Konon, ada orang yang jika makan selalu menghindari olahan daging ayam.
Hasan berkata kepadanya, “Hindari yang hukumnya haram, dan makanlah yang engkau ingin dari yang halal. Jangan melakukan sesuatu agar dilihat oleh orang atau dibuat-buat untuk mengundang perhatian! Karena Allah murka kepada pelakunya.”
Hasan pernah melihat seorang yang telah sepuh di suatu penyelenggaraan jenazah.
Selesai proses penguburan, Hasan menghampirinya dan berkata, “Wahai Syaikh, aku bertanya sungguh-sungguh atas nama Allah: apakah menurutmu orang yang meninggal tadi ingin dikembalikan ke dunia untuk menambah amalannya, juga meminta ampun kepada Allah atas dosa dan kesalahannya?”
BACA JUGA:Â Â Imam Hasan Al-Bashri dan Rahasia Zuhudnya
Kata orang tua itu, “Jelas saja!”
Hasan menyatakan, “Entah kenapa kita tidak seperti mayit tersebut?”
Orang tua itu berpaling, sambil mengatakan, “Nasihat yang dalam! Kalimat yang sangat menyentuh buat hati yang hidup. Tapi sayang, hati yang kau ajak bicara ini tidak hidup.”
Di malam gelap yang pekat, jalanan berlumpur dan becek, Hasan melangkah untuk pergi ke masjid. Di tengah jalan, ia bertemu seseorang.
Orang tersebut bertanya, “Apa dalam keadaan seperti ini tetap harus ke masjid wahai Abu Sa’id?”
Hasan menjawab, “Anak saudaraku! Tetap berjalan atau kelak akan binasa.”
Beliau memang termasuk orang yang membuat malam hidup dengan ibadah, semoga Allah merahmatinya.
Hasan juga pernah mengatakan, “Aku tidak melihat ada suatu ibadah yang lebih berat melebihi shalat malam, sungguh, itu amalan kaum yang bertakwa.”
Hasan berkata, “Shalat malam itu wajib (Demikianlah pendapat beliau. Tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa hukum shalat malam ialah sunnah. (Al-Istidzkar, 2/82) bagi umat Islam walaupun hanya seukuran waktu memerah susu kambing atau seperti fuwaq unta.” (Fuwaq ialah waktu jeda di antara dua sesi memerah susu unta, ini ungkapan orang Arab buat menggambarkan waktu yang singkat)
Hasan mengingatkan, “Jika Anda tidak sanggup shalat malam dan berpuasa sunnah, sadarilah bahwa jalan Anda telah ditutup. Sebagai akibat dari maksiat dan dosa.”
Beliau juga mengatakan, “Tidur menghalangi seseorang dari amal ketaatan. Orang yang takut tak sempat, tentu akan berjalan di malam hari.” (Yakni: tidur membuat seseorang terhalang dari shalat malam. Kalaulah ada rasa takut dengan beban berat di akhirat, tentu akan mudah untuk bangun beribadah malam)
Ada yang meminta nasihat kepada Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku kesulitan untuk mengerjakan shalat malam.”
Beliau mengatakan, “Mintalah ampunan kepada Allah dan bertobat! Sebab kondisi tersebut pertanda buruk.”
Hasan juga pernah berkata, “Sungguh, karena dosa yang diperbuatnya, seseorang bisa terhalangi dari mengerjakan shalat malam.”
Alkisah, suatu malam Imam Hasan Al-Bashri berusaha keras untuk bangkit shalat malam, tetapi jiwanya enggan dan terus menolak.
Maka beliau duduk semalaman hingga subuh, tanpa tidur sama sekali.
Dan ada yang menanyakan tentang kejadian itu, Hasan menjelaskan, “Jiwa ini mengajak untuk tidak shalat hingga berhasil mengalahkanku. Maka aku membalasnya dengan tidak tidur. Demi Allah, aku akan tetap menghukumnya hingga ia tunduk dan patuh.”
Hasan berkata, “Sesungguhnya jiwa selalu menyuruh berbuat dosa. Saat jiwamu menolakmu untuk beribadah, maka tolaklah kemauannya melakukan bermaksiat.”
Pernah ada yang bertanya kepada Abdul Wahid, kawan baik Hasan: “Kenapa Hasan bisa mencapai derajat yang luar biasa, padahal bersama kalian ada banyak ulama dan para ahli agama?”
Abdul Wahid berkata, “Ingin satu jawaban atau dua?”
“Aku ingin dua,” kata penanya.
Abdul Wahid pun menjelaskannya, “Sebab jika Hasan memerintah sesuatu, maka beliau yang nomor satu mengerjakannya; dan jika melarang perbuatan tertentu, beliau yang nomor satu menjauhinya.”
BACA JUGA:Â Â Imam Hasan Al-Bashri dan Istighfar
“Lalu apa satunya?” tanyanya lagi.
Kata Abdul Wahid, “Aku belum pernah bertemu orang yang seperti Hasan dalam kesamaan amalan luar dan dalamnya.”
Ada orang yang menunjukkan keberatannya pada suatu pendapat Hasan al-Bashri. la mengatakan, “Tidak pernah kami mendengar seperti pendapatmu ini dari para fukaha (ahli agama)!”
Hasan lalu berkata, “Apa pernah engkau melihat sosok ahli agama dalam hidupmu?! Ahli agama adalah orang yang zuhud di dunia, bersemangat untuk urusan yang menyangkut akhirat, rajin beribadah, tidak bermuka dua dan senang berdebat. Ahli agama selalu menyebarkan hikmah Allah (ilmu agama); diterima atau ditolak ia tetap memuji Allah.” []
SUMBER: HUMAYRO