KITA menyadari bahwa pembicaraan aib orang lain adalah perbuatan sia-sia. Mengapa kita harus menghabiskan waktu membicarakan keburukan orang lain, sementara diri sendiri penuh dengan kesalahan? Rasulullah ﷺ telah menjelaskan tentang ghibah dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
“Tahukah kamu apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai.” Seseorang bertanya, “Bagaimana jika saya katakan itu benar?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Jika benar, maka kamu telah menggunjingnya. Jika tidak benar, maka kamu telah memfitnahnya.” (HR.Muslim)
Dari hadis ini jelas bahwa ghibah adalah membicarakan orang lain tanpa kehadirannya dengan sesuatu yang tidak disukainya. Jika yang dibicarakan itu benar, tetap saja itu ghibah. Jika tidak benar, maka itu lebih buruk lagi, yaitu fitnah.
BACA JUGA: Hukum Ceritakan Aib Sendiri
Namun, ada beberapa keadaan di mana yang menyebut keburukan seseorang diperbolehkan dalam Islam. Imam An-Nawawi menyebutkan enam kondisi yang membolehkan seseorang membicarakan aib orang lain, yaitu:
1- Mengadu kezaliman kepada pihak yang berwenang.
Contohnya, seseorang melaporkan bahwa dia telah dizalimi oleh orang lain.
2- Meminta bantuan untuk menghentikan kemungkaran.
Contohnya, seseorang meminta bantuan kepada orang yang mampu mencegah seseorang melakukan kejahatan.
3- Meminta fatwa kepada ulama terkait permasalahan yang melibatkan seseorang.
4- Memberikan peringatan kepada umat Islam agar tidak terjerumus dalam kesalahan, seperti peringatan tentang kelemahan seseorang dalam meriwayatkan hadis.
5- Membicarakan orang yang secara terang-terangan melakukan maksiat, seperti pemimpin zalim atau ahli bid’ah yang menyebarkan kesesatan.
6- Menyebut seseorang dengan gelar yang sudah dikenal, seperti “si buta” atau “si pincang”, jika tidak ada maksud tertentu.
Selain dalam kondisi-kondisi di atas, pembicaraan keburukan orang lain adalah perbuatan yang dilarang.
Dosa Besar dari Ghibah
Allah Ta’ala memperingatkan kita tentang bahaya ghibah dalam Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa iba padanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat, lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)
BACA JUGA: Muslim Harus Tahu, Ini 5 Mitos Ghaib di Sekeliling Kita
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ghibah diharamkan berdasarkan ijma’ para ulama, kecuali dalam kondisi yang memiliki maslahat yang jelas. Sementara itu, Asy-Syaukani menegaskan bahwa Allah mengumpamakan ghibah seperti memakan daging saudara sendiri yang telah mati. Ini menunjukkan betapa menjijikkan dan buruknya perbuatan tersebut.
Jika kita sadar bahwa membicarakan keburukan orang lain adalah perbuatan keji, maka kita harus menjauhinya. Sebenarnya, aib kita sendiri lebih banyak dibandingkan aib orang lain. Namun, karena kita sibuk mengurusi kekurangan orang lain, kita lupa memperbaiki diri sendiri. []
SUMBER: RUMAYSHO | REDAKTUR : FADIL FEBRIAN