PERNIKAHAN adalah ikatan suci antara dua insan yang saling berjanji untuk mencintai, menerima, dan mendampingi satu sama lain dalam suka maupun duka. Namun, dalam perjalanan pernikahan, terkadang muncul kenyataan yang mengejutkan atau tidak sesuai dengan harapan, seperti ketika seorang suami mengetahui bahwa istrinya ternyata sudah tidak perawan.
Situasi seperti ini bisa memicu kekecewaan, kemarahan, bahkan keraguan. Namun sebelum mengambil sikap, penting bagi suami untuk memahami persoalan ini dengan hati yang lapang dan akal yang jernih.
1. Memahami Arti Perawan Secara Mendalam
Kata “perawan” sering kali dimaknai secara sempit sebagai kondisi fisik semata, yaitu masih utuhnya selaput dara. Padahal, dalam kenyataan medis, selaput dara bisa robek karena berbagai alasan selain hubungan seksual, seperti olahraga berat atau kecelakaan.
BACA JUGA: 8 Cara Muslimah Menjaga Keperawanan: Fitnah Akhir Zaman
Lebih dari itu, keperawanan sejati dalam pernikahan tidak terletak pada fisik, melainkan pada kesetiaan, komitmen, dan kemurnian hati untuk membangun rumah tangga bersama.
2. Membedakan Masa Lalu dan Masa Kini
Setiap orang memiliki masa lalu. Bisa jadi, istri pernah melakukan kesalahan di masa lalunya, baik karena kebodohan, tekanan, atau kondisi yang sulit. Namun yang lebih penting adalah siapa dirinya sekarang — apakah ia telah bertobat, berubah, dan bersungguh-sungguh menjalani hidup yang lebih baik?
Dalam Islam, taubat yang sungguh-sungguh (taubatan nasuha) menghapus dosa masa lalu. Jika Allah Maha Pengampun dan menerima taubat hamba-Nya, siapakah kita untuk tidak memaafkan?
3. Jangan Mengukur Nilai Istri dari Keperawanan
Menerima istri seutuhnya berarti menerima dirinya apa adanya. Nilai seorang perempuan tidak semestinya diukur dari keperawanan, melainkan dari akhlak, kesetiaan, kasih sayang, dan kemampuannya menjadi pasangan hidup yang baik.
Menilai perempuan hanya dari status keperawanannya bisa menjadi bentuk ketidakadilan dan merendahkan martabatnya sebagai manusia yang utuh.
4. Komunikasi yang Jujur dan Empatik
Jika hal ini baru diketahui setelah pernikahan, penting bagi suami untuk membuka ruang dialog. Bicarakan dengan lembut, bukan untuk menghakimi, tetapi untuk memahami. Hindari konfrontasi atau pertanyaan menyudutkan.
Terkadang, perempuan menyimpan masa lalunya karena takut kehilangan atau merasa tidak akan pernah diterima. Suami yang dewasa akan mencoba memahami perasaan ini dengan empati, bukan dengan amarah.
5. Menumbuhkan Kepercayaan dan Membangun Kembali Hubungan
Kepercayaan bisa retak, tetapi bukan berarti tidak bisa dibangun kembali. Tunjukkan bahwa cinta yang ada bukan hanya berdasar pada harapan fisik, melainkan pada kebersamaan, nilai hidup, dan tujuan yang ingin dicapai bersama.
Jika perlu, cari bantuan konselor pernikahan atau ulama yang bijak untuk membantu menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin.
6. Menghindari Ego Maskulin yang Merusak
Di banyak budaya, keperawanan istri masih dianggap sebagai simbol harga diri suami. Pola pikir ini bisa memicu ego yang tidak sehat. Laki-laki sejati bukanlah yang mendominasi dan menghakimi masa lalu istrinya, tetapi yang mampu memimpin keluarga dengan kasih sayang, kelapangan hati, dan kebijaksanaan.
7. Meneladani Sikap Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW menikahi banyak wanita yang bukan perawan, termasuk Khadijah binti Khuwailid yang janda, dan Aisyah RA yang masih muda. Beliau tidak pernah mempermasalahkan masa lalu mereka, melainkan membangun rumah tangga atas dasar keimanan dan cinta yang tulus.
BACA JUGA: 7 Penyebab Banyak Gadis Sudah Tidak Perawan di Zaman Sekarang
Ini menjadi teladan utama bagi umat Islam tentang bagaimana seharusnya sikap seorang suami terhadap masa lalu istrinya.
Setiap manusia punya masa lalu, tetapi yang terpenting adalah masa kini dan masa depan yang sedang dibangun bersama. Menerima istri yang tidak perawan bukan tanda kelemahan, melainkan bukti kebesaran hati dan kedewasaan sejati.
Pernikahan bukan tentang menemukan pasangan yang sempurna, tapi tentang mencintai seseorang secara sempurna, meski ia memiliki masa lalu yang tidak ideal. Dengan cinta, komunikasi, dan iman yang kuat, setiap luka bisa sembuh, dan setiap hubungan bisa tumbuh menjadi lebih kokoh dari sebelumnya. []