• Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
Selasa, 2 Maret 2021
No Result
View All Result
NEWSLETTER
Islampos
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Muslimtrip
  • Muslimbiz
  • Beginner
  • Syiar
  • Keluarga
  • Dari Anda
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Muslimtrip
  • Muslimbiz
  • Beginner
  • Syiar
  • Keluarga
  • Dari Anda
No Result
View All Result
Islampos
No Result
View All Result

Imam Al Ghazali: Dunia dan Akhirat Tak Perlu Seimbang

Redaktur Sodikin
1 tahun ago
in Renungan
Reading Time: 3min read
0
Ungkapan Syukur Nabi Ayyub Kala Ditimpa Musibah

Ilustrasi berdoa

Oleh: Aditya Budi
adityabudi82@gmail.com

IMAM al-Ghazali (1058-1111 M) sosok yang dalam dunia keislaman dikenal sebagai Hujjatul Islam pernah mengalami krisis ruhani yang sedemikan rupa. Krisis yang akhirnya mampu mengantar Al-Ghazali menghasilkan sebuah karya Magnum Opus nan fenomenal yaitu Ihya Ulumuddin. Karya yang dianggap sebagai sintesis antara fiqih dan tasawuf, antara ilmu dzahir dan batin.

Karirnya yang cemerlang hingga mampu menjadi guru besar di Universitas Nizhamiyah di Baghdad, yang menurut Philip K. Hitti menjadi role model perguruan tinggi di kemudian hari. Namun hal tersebut malah membuat al-Ghazali gundah gulana. Ia takut bahwa jangan-jangan keilmuannya dan aktivitasnya saat itu hanyalah demi meraih ketenaran dunia semata. Ia takut bahwa sesungguhnya apa yang ia jalani bukanlah jalan yang benar-benar Allah ridhai.

BACA JUGA: Inilah Rahasia Puasa Menurut Imam Al Ghazali

Dalam karyanya al-Munqidz Min adh-Dhalal, tergambar bahwasannya Imam al-Ghazali menyadari bahwa seluruh aktifitasnya selama ini ada kecenderungan tidak dimaksudkan untuk Allah. Akan tetapi lebih kepada untuk dunia dan mencari ketenaran di mata penguasa (masyarakat). Ketakutan yang demikian itulah yang membuat dirinya berpikir, bermuhasabah dan selalu merasa resah.

Konon keraguan dan keresahannya al-Ghazali akan salahnya niat yang berlangsung hampir berbulan-bulan semakin menjadi-jadi. Hingga pada puncaknyaa al-Ghazali tak mampu lagi berbicara dan tak dapat lagi mengajar, karena Allah telah mengunci lidahnya, ungkap al-Ghazali. Meski ia memaksa berkali-kali dan dokter pun tak sanggup menjelaskan dan mengobatinya.

Semua peristiwa tersebut akhirnya membuat al-Ghazali menarik diri dari aktivitas keduniaannya, merenung dan berkontemplasi mencari makna haqiqi apa yang sebenarnya sedang ia alami. Lahirlah Ihya Ulumuddin, sebuah karya babon tentang sinergi antara yang lahir dan yang batin, kezuhudan dan menjadi salah satu kitab rujukan utama ilmu tasawuf hingga saat ini.

Al-Ghazali menyadari bahwa pada saat itu sedemikan banyak para cendikia dan ulama hanya terjebak dalam ilmu-ilmu dzahir semata. Berlomba-lomba untuk kebanggaan diri dan mencari ketenaran. Bahkan ilmu fiqih diasumsikan al-Ghazali bukan hanya ilmu cangkang/kulit tapi juga termasuk ilmu dunia.

Dalam Ihya’ Ulumuddin mencerminkan pentingnya aspek-aspek kezuhudan harus hidup di masyarakat. Tingkat ilmu yang paling rendah adalah setiap orang harus mengetahui bahwasannya dunia itu hina, kotor, dan fana sedangkan akhirat begitu agung, ungkap al-Ghazali.

Al-Ghazali telah mewanti-wanti bahwa urusan dunia dan akhirat tak perlu seimbang. Ya, karena memang keduanya tak akan pernah bisa diseimbangkan. Mengapa demikian ? Al-Ghazali menganalogikan dunia dan akhirat bak dua istri yang dimadu. Keduanya saling bertentangan. Ketika engkau beri perhatian lebih pada yang satu maka yang satunya lagi akan marah.

Tak cukup sampai disitu. Sekali lagi al-Ghazali mengkiaskan urusan dunia dan akhirat dengan sedemikan apik. Keduanya bagaikan dua mata timbangan, ketika engkau melebihkan berat pada yang satunya maka sisi satunya akan ringan. Dunia dan akhirat laksana timur dan barat, saat engkau mendekati salah satunya artinya engkau juga menjauhi yang satu lainnya.

Keduanya bagaikan gelas yang salah satunya penuh sedang yang satunya lagi kososng. Maka sebanyak apapun engkau memindahkan air ke gelas satunya, maka gelas yang lainnya akan kosong begitulah seterusnya. Lantas al-Ghazali menyebut mereka adalah bodoh, akalnya telah rusak. Yaitu mereka yang tak mengetahui dunia itu hina, kotor, kenikmatan yang bercampur penderitaan.

BACA JUGA: Imam Al-Ghazali: Gila Jabatan adalah Penyakit Hati

Namun demikian, bukan berarti dunia harus dinafikan sama sekali. Dalam karyanya yang lain, Jawahir al-Qura’an, al-Ghazali mengisyaratkan bahwasanya dunia adalah jembatan akhirat. Selama seorang hamba menjadikan dunia sebagai jembatan maka kehidupan/aktifitas dunia menjadi diterima. Dunia adalah tempat persinggahan bagi mereka yang berjalan menuju Allah, ungkap al-Ghazali.

Loading...

Sedangkan tubuh manusia ibarat kendaraan. Maka barangsiapa yang tidak pandai mengatur persinggahan dan kendaraannya maka perjalanan – menuju Allah – tidak akan berjalan dengan baik. Selama urusan kehidupan dunia tidak diatur sedemikian rupa, yaitu untuk ibadah dan fokus kepada Allah maka perjalanannya – menuju alam akhirat – tak akan sempurna.

Demikianlah sekelumit pandangan Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, seorang filsuf dan teolog Asy’ariyah dan bermadzah Syafi’i. Jika keduanya tak mungkin semimbang, maka sebaik-baik jalan hidup adalah senantiasa mengakhiratkan urusan dunia kita, menjadikan aktivitas dunia selalu bernilai akhirat. Wallahu’alam Bishshawab. []

RENUNGAN adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim tulisan Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos.

Tags: akhiratDuniaImam Al-Ghazali
Sodikin

Sodikin

Related Posts

Wabah dan Depresi Massal

Wolak Walik

1 Maret 2021

Tidak Usah Mengeluh karena Rezeki yang Sedikit

28 Februari 2021
Akhlak Nabi ﷺ terhadap Munafik

Tentang Benar dan Salah

26 Februari 2021
Dari Tanah kembali ke Tanah

Pesan Kematian

22 Februari 2021
Buka Lagi
Selanjutnya
Ikut Kajian Musawarah, Roger Danuarta Mendapat Nasihat Berharga dari Ustadz Abdul Somad

Ditolak UGM, Ustaz Somad Dianggap Kontroversial

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisements

Terbaru

Inilah Kompetisi Alquran dengan Hadiah Terbesar Sepanjang Sejarah
Dunia

Inilah Kompetisi Alquran dengan Hadiah Terbesar Sepanjang Sejarah

Redaktur Eneng Susanti
10 menit ago
Pembukaan Khutbah Haruskan Memakai Redaksi “Innalhamda Lillah”?
Kolom

Pembukaan Khutbah Haruskan Memakai Redaksi “Innalhamda Lillah”?

Redaktur Yudi
40 menit ago
Memberi dengan Hati
Keajaiban Sedekah

Berwakaf di Waktu Sulit

Redaktur Sodikin
2 jam ago
keistimewaan ramadhan
Dunia Ghaib

Bagaimana Jin Mati?

Redaktur Eneng Susanti
2 jam ago

On Facebook

Navigasi

  • Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi

About Us

Membuka, menginspirasi, free to share

  • Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi

© 2019 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Ramadan
    • Tanya Jawab Ramadhan
    • Tsaqofah Ramadhan
    • Video Ramadhan
    • Fiqh Ramadan
    • Kesehatan Ramadhan
    • Kultum Ramadhan
  • Muslimbiz
  • Muslimtrip
  • Beginner
  • Keluarga
  • Sirah
  • Syiar
  • Muslimah
  • Dari Anda
  • Donasi

© 2019 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Add Islampos to your Homescreen!

Add