HUBUNGAN suami istri bukan hanya soal ikatan lahiriah, tetapi juga menyangkut keintiman batin, cinta, penghormatan, dan rasa aman. Namun, tak jarang ada istri yang merasa tersiksa dalam hubungan intim karena sikap suami yang kasar, memaksa, bahkan menyakitkan secara fisik atau emosional.
Dalam situasi ini, seorang istri tidak seharusnya merasa pasrah atau menyalahkan diri sendiri. Ada cara-cara sehat dan bermartabat untuk menghadapi dan menyikapi perilaku suami yang kasar di ranjang.
1. Memahami Bahwa Kekasaran Bukanlah Hak Suami
Dalam Islam maupun dalam norma-norma kemanusiaan, hubungan suami istri dibangun atas dasar kasih sayang dan saling merelakan (mu’asyarah bil ma’ruf). Suami tidak berhak memperlakukan istri seperti objek pemuas nafsu tanpa mempertimbangkan kenyamanan dan kerelaannya.
BACA JUGA: Yang Tidak Disukai Istri dari Suami Ketika Jima
Kekasaran dalam hubungan intim — baik berupa kekerasan fisik, makian, atau paksaan saat istri tidak siap — bukan hanya menyakiti secara fisik tapi juga meninggalkan luka batin yang dalam.
2. Jangan Memendam, Sampaikan dengan Lembut
Komunikasi adalah kunci utama. Pilih waktu yang tenang dan suasana yang damai untuk menyampaikan perasaanmu. Ungkapkan dengan lembut tapi tegas bahwa sikap kasar saat berhubungan membuatmu merasa terluka, takut, atau tidak dihargai.
Gunakan kalimat yang fokus pada perasaanmu, seperti:
“Aku ingin kita sama-sama menikmati hubungan ini, tapi aku merasa sakit dan tidak nyaman ketika kamu terlalu keras. Bisakah kita lebih pelan dan saling menikmati?”
Kadang, suami tidak menyadari bahwa perilakunya menyakiti, dan komunikasi bisa menjadi jalan menuju perubahan.
3. Edukasi Seksual dan Peran Konseling
Tidak semua orang memiliki pemahaman yang benar tentang seks dalam pernikahan. Banyak yang hanya tahu dari sumber yang keliru atau dari pornografi yang penuh kekerasan dan manipulasi.
Jika memungkinkan, ajak suami untuk membaca atau mendengarkan bersama materi edukasi seksual Islami atau dari sumber profesional yang menjelaskan bahwa hubungan suami istri harus menyenangkan kedua belah pihak, bukan sekadar pelampiasan sepihak.
Konseling pernikahan juga bisa menjadi pilihan jika komunikasi tidak berjalan lancar. Seorang konselor atau terapis pernikahan bisa menjadi penengah dan membantu membuka pola komunikasi yang sehat.
4. Menjaga Harga Diri dan Kesehatan Mental
Jika perlakuan suami sudah tergolong kasar secara berulang, hingga membuatmu merasa trauma, takut, atau membenci hubungan suami istri, maka itu bisa disebut sebagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Istri tidak wajib melayani suami dalam kondisi menyakitkan secara fisik dan emosional. Menjaga harga diri dan kesehatan mental jauh lebih penting daripada sekadar “menuruti” kewajiban, apalagi jika hal itu berujung pada penderitaan.
5. Agama Tidak Pernah Membenarkan Kekerasan
Islam sangat menjunjung tinggi hak-hak istri. Nabi Muhammad SAW menekankan agar para suami memperlakukan istrinya dengan lembut, penuh cinta, dan tidak menyakiti dalam bentuk apapun. Bahkan dalam hubungan suami istri, kerelaan dan kenyamanan adalah syarat utama.
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya.” — (HR. Tirmidzi)
Maka jika seorang suami menggunakan dalih agama untuk bersikap kasar di ranjang, itu adalah bentuk penyalahgunaan ajaran.
6. Cari Dukungan: Jangan Hadapi Sendiri
Jangan memendam semuanya sendiri. Jika kamu merasa lelah, takut, atau tertekan, carilah orang terpercaya untuk berbagi: sahabat, keluarga, ustazah, atau psikolog. Kamu butuh dukungan, bukan penghakiman.
BACA JUGA: Akibat Suami yang Tidak Jima dengan Istrinya
Ada juga lembaga perlindungan perempuan yang bisa membantumu jika situasi sudah sangat berat. Ingat, kamu berhak hidup damai dan dicintai dengan cara yang sehat.
Hak Istri untuk Dicintai dengan Lembut
Menjadi istri bukan berarti harus selalu tunduk dalam penderitaan. Hubungan intim adalah ruang untuk saling mencintai, bukan ajang dominasi dan kekerasan. Jika suami bersikap kasar di ranjang, itu bukan hal yang boleh ditoleransi.
Hadapilah dengan keberanian, komunikasi yang bijak, serta cinta pada dirimu sendiri. Jangan ragu untuk mencari bantuan jika keadaan semakin memburuk. Sebab istri, layaknya suami, juga memiliki hak untuk diperlakukan dengan penuh kelembutan, cinta, dan penghormatan. []