DI antara para sahabat Nabi Muhammad ﷺ, nama Abdullah bin Abbas—yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Abbas—memiliki tempat tersendiri. Ia adalah keponakan Rasulullah ﷺ, yang sejak kecil telah menunjukkan kecintaan luar biasa terhadap ilmu, dan kelak menjadi salah satu ulama besar dalam sejarah Islam.
Masa Kecil Bersama Rasulullah ﷺ
Ibnu Abbas lahir tiga tahun sebelum hijrah, tepatnya pada tahun 619 M di Makkah. Ayahnya adalah Al-Abbas bin Abdul Muththalib, paman Nabi Muhammad ﷺ. Sejak kecil, Ibnu Abbas tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan keimanan. Ketika Rasulullah ﷺ berhijrah ke Madinah, ia masih anak-anak. Namun, kedekatannya dengan Nabi ﷺ sangatlah erat.
Suatu hari, Nabi Muhammad ﷺ pernah mendoakannya, “Ya Allah, berilah dia pemahaman terhadap agama dan ajarkanlah tafsir Al-Qur’an kepadanya.” Doa ini menjadi titik penting dalam hidup Ibnu Abbas. Doa tersebut bukan hanya menjadi keberkahan, tapi juga petunjuk masa depan: ia akan tumbuh menjadi lautan ilmu umat Islam.
BACA JUGA: Rasulullah dan Ibnu Abbas
Asisten Kecil yang Cerdas
Ibnu Abbas dikenal sebagai asisten kecil Nabi. Ia senantiasa mendampingi Rasulullah ﷺ, membantu beliau, dan mencatat banyak hal. Meskipun usianya masih sangat muda saat itu—sekitar 13 tahun ketika Nabi wafat—Ibnu Abbas berhasil menghafal ribuan hadis dari Rasulullah ﷺ. Ia dikenal sebagai salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis, dengan jumlah lebih dari 1.600 hadis.
Kecerdasannya dalam memahami perkataan dan tindakan Nabi membuatnya dijuluki Habrul Ummah (Ulama Besar Umat) dan Tarjumanul Qur’an (Penafsir Al-Qur’an). Ibnu Abbas tidak hanya menghafal, tapi juga memahami dan mampu menjelaskan isi Al-Qur’an dan hadis dengan pemahaman yang mendalam.
Masa Dewasa: Menjadi Ulama Umat
Setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, Ibnu Abbas tidak berhenti mencari ilmu. Ia mendatangi para sahabat senior seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Tsabit untuk mengambil ilmu dari mereka. Ia bahkan pernah berkata, “Aku pernah bertanya kepada 30 sahabat Nabi tentang satu masalah.”
Ibnu Abbas juga terkenal dengan ketekunannya dalam menafsirkan Al-Qur’an. Ia menjadi rujukan utama dalam bidang tafsir dan fikih. Banyak ulama setelahnya, termasuk para imam mazhab, yang mengambil ilmu dari jalur periwayatannya.
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Ibnu Abbas sering diajak musyawarah meskipun masih muda. Umar berkata, “Dia memiliki lidah yang tajam dan hati yang cerdas.”
Saat terjadi konflik antara Khalifah Ali dan Muawiyah, Ibnu Abbas berada di pihak Ali bin Abi Thalib dan menjadi penasihat penting dalam beberapa peristiwa penting. Namun, ia tetap menjaga sikap ilmiah dan tidak terlibat dalam permusuhan politik yang berlebihan. Ia adalah pribadi yang mengutamakan ilmu dan maslahat umat.
Wafatnya Sang Lautan Ilmu
Ibnu Abbas wafat di Tha’if pada tahun 687 M (sekitar 68 H), dalam usia sekitar 70 tahun. Wafatnya beliau menjadi kehilangan besar bagi umat Islam. Namun, warisan ilmu yang ditinggalkannya terus hidup hingga hari ini. Kitab-kitab tafsir, hadis, dan fikih banyak mengutip pendapat-pendapat Ibnu Abbas.
Ia tidak hanya dikenal karena jumlah hadis yang diriwayatkannya, tapi juga karena kedalaman ilmunya dan akhlaknya yang luhur. Ia menjadi contoh bahwa usia muda bukan penghalang untuk menjadi ahli ilmu dan memberi manfaat besar bagi umat.
BACA JUGA: 3 Nasihat Ibnu Abbas sang Lautan Ilmu
Penutup
Ibnu Abbas adalah cermin seorang anak muda yang dekat dengan Rasulullah ﷺ dan memanfaatkan kedekatannya itu untuk mengasah ilmu dan iman. Dari asisten kecil Nabi, ia menjelma menjadi salah satu tokoh ilmu terbesar dalam sejarah Islam. Kisah hidupnya adalah inspirasi bagi generasi muda Muslim: bahwa semangat belajar, adab kepada guru, dan tekad untuk memahami agama akan membuahkan hasil luar biasa—bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat.
Semoga Allah merahmati Ibnu Abbas dan menjadikannya teladan bagi kita semua. []