JUMAT sore. Jatuh. Posisi ke belakang. Udah tua. Jadinya refleks sama respon tubuh jauh berkurang. Urat paha ketarik. Nyerinya minta ampun. Satu jam masih bisa jalan. Habis Isya, sama sekali kaki kanan ga bisa jalan. Udah diurut. Mendingan. Alhamdulillah.
Dua hari ga kemana. Semeter pun ga keluar rumah. Week end yang biasanya diajak muter sama sahabat dan suaminya, dari satu cafe ke warung, beneran diam di rumah. Jangankan pelesiran, ke masjid aja ga bisa. Jangankan shalat jamaah, duduk aja susah payah.
Akhirnya sedikit demi sedikit maksain diri. Musti dilatih dan dibawa, dikondisikan untuk bisa normal lagi. Pake tongkat bekas pengepel lantai, terbuat dari alumunium tapi kuat juga. Trok trok trok begitu menuhin ruangan rumah.
MasyaAllah. Beneran, sekian kalinya, betapa merasakan banget nikmatnya sehat dan waktu luang. Jatuhnya ga seberapa. Terus urat yang ketarik, kata tukang urut, juga bukan yang serius-serius amat. Tapi betapa banyak nikmat yang tak bisa kurasakan.
BACA JUGA: Kenapa Seorang Lelaki dan Perempuan Menikah?
Nikmat jalan. Nikmat shalat di masjid. Hari ketiga udah berontak, pengen aja setiap adzan, segera jalan menuju mushala belakang rumah. Tapi belum bisa sujud. Jadi tetep shalat duduk di rumah.
Tapi ternyata, shalat duduk itu lebih susah buat saya. Saya sering ga bisa nginget, ini rakaat berapa, i’tidal, duduk iftirasy atau apa. Duh, betapa penghambaanku kepada dunia demikian besar; saat shalat saja kamu ga pernah bisa fokus. Padahal cuma kurang dari 7 atau 10 menit.
Tapi, ga ada tuh pengen banget, muterin waktu, misalnya ke empat hari yang lalu: seandainya ga jatuh.
Seandainya jatuhnya ga kebelakang. Segera saya hapus dari keinginan. Kita ga pernah tau apa kebaikan yang diberikan Allah lewat kejadian yang menimpa kita.
BACA JUGA: Percakapan yang aneh
Ketika hari kedua demam, saya sadar, mudah-mudahan ini adalah cara Allah membersihkan dosa-dosa saya yang segunung. Semoga demikian. Bisa jadi, yang kamu sukai itu, tidak oke buat kamu. Dan bisa jadi yang tidak kamu sukai, ternyata baik buat kehidupan kamu.
Kamu, manusia, sungguh tidak punya kuasa apapun bahkan pada hidup dan badanmu sendiri, bahkan dalam hal kecil sekalipun. Faghfirlii… []
