• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Jumat, 6 Juni 2025
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Tsaqofah Sejarah

Ketika Perdana Menteri RI Menghutang dan Mengurusi Bedug

Oleh Saad Saefullah
6 tahun lalu
in Sejarah
Waktu Baca: 4 menit baca
A A
0
Foto: BiografiKu

Foto: BiografiKu

0
BAGIKAN

Oleh: Rizki LesusPenggiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)

SANG Menteri Penerangan RI itu sedang membereskan barang-barangnya di rumah tumpangannya di daerah Tanah Abang, Jakarta. Ia harus pergi dari rumah sahabatnya di Partai Masyumi, Prawoto Mangkusasmito. Usianya hampir menginjak kepala empat, dan sang Menteri yang tadinya mengontrak rumah, lalu menumpang rumah, sekarang harus ikut Presiden ke Yogyakarta karena Jakarta mulai tak aman.

Barang-barang seadanya dibereskan. Tahun itu, 1946, sang Sultan Jogja memberikan wilayahnya agar dapat digunakan Pemerintah RI. Mohammad Natsir, menteri yang ‘gemar’  mengontrak rumah itu harus pergi meninggalkan keluarganya. Pergilah ia ke Yogyakarta. Di sana, ia menumpang di Paviliun Haji Agus Salim yang juga dipinjamkan oleh Raja Yogyakarta.

Salah seorang peneliti tentang gerakan Islam dari Cornell University, Mc. T Cahin bilang, kalau Pak Natsir sebenarnya tak ada tampang seperti Menteri. Jasnya bertambal, bajunya hanya ada dua stel dan sudah butut. Sampai dikisahkan Haji Agus Salim kalau stafnya  Pak Natsir patungan uang membelikan baju bagi Pak Menteri Penerangan. Kelak, saat memimpin Dewan Dakwah, kejadian Pak Natsir dibelikan baju terulang.

ArtikelTerkait

Tragedi Kereta Api Bintaro: Luka Mendalam dalam Sejarah Transportasi Indonesia

Berapa Jarak Waktu yang Disebutkan oleh Rasulullah dengan Penaklukan Konstantinopel oleh Al-Fatih?

Abdulmejid II, Khalifah Terakhir dalam Islam

Jejak Sejarah Andalusia: Peradaban Islam yang Terlupakan

Episode Mengontrak rumah dan menumpang rumah Pak Natsir berakhir, ketika Pemerintah memberikan Rumah di dalam gang di Jalan Jawa, Jakarta. ‘Rumah untuk Menteri Penerangan’. Akhirnya sang Menteri kini punya rumah, walau tanpa perabot. Puterinya, Sitti Muchliesah bilang, “kami mengisi rumah dengan perabot bekas.” (Majalah Tempo Edisi Mohammad Natsi: Politik Santun Mohammad Natsir)

Di dalam gang sempit, sang Menteri itu tinggal. Di sana, ia gemar menggunakan sepeda ontelnya untuk bepergian. Hingga tahun 1950, setelah Natsir melancarkan Mosi Integral, ia ditunjuk sebagai Perdana Menteri, sebuah jabatan tertinggi di Indonesia saat itu yang menggunakan sistem presidensial. Menjadi orang nomor wahid di Bumi Pertiwi tak membuat Natsir menjadi glamor. Tak ada alphard, tangan super mahal, atau jadi sulit ditemui warga.

Pak Natsir dipaksa pindah karena dinilai rumahnya yang sempit dan kusam di Jalan Jawa tak pantas buat orang sekelas Perdana Menteri. Akhirnya ia pindah ke rumah dinas di Jl. Proklamasi (tempat Soekarno tinggal). Di sana pun, ia tak pernah menggunakan fasilitas Negara untuk keperluan pribadi dan keluarga, apalagi pelesiran ke luar negeri. Anak Perdana Menteri itu tetap naik sepeda tuanya untuk sekolaj. Istrinya tetap menghidangkannya makanan.

Syahdan, seorang sahabat Natsir, Khusni Muis yang pernah jadi Ketua Muhammadiyah datang ke Jakarta untuk urusan Partai (saat itu Muhammadiyah menjadi bagian dari Masyumi). Usai pertemuan, Khusni yang datang jauh dari Kalimantan itu ingin meminjam uang Pak Perdana Menteri untuk ongkos pulang. “Maaf, saya tidak ada uang karena belum gajian,” kata Natsir. Akhirnya Natsir pun meminjam uang dari kas Majalah Alhikmah (Masyumi) yang ia pimpin. (Tempo, Politik Santun di antara Dua Rezim)

Bisa dibayangkan kalau sekarang orang nomor wahid, seorang Presiden RI nggakpunya uang. Menteri-menterinya ngutang. Anggota-anggota Dewan sekarang, jangankan untuk pesan spanduk mukanya untuk ditempel di tiang dan pohon, memegang uang saja  tidak. Tak hanya ngutang, Pak Natsir pun pernah mengurus urusan tikar dan bedug.

Seorang warga tiba-tiba datang ke kantor PM Natsir mengadukan masalah tikar yang rusak dan bedug yang pecah di Mesjid Kramat Sentiong. Sekretaris PM, bilang,” Buat apa soal-soal begitu kamu bawa-bawa ke Perdana Menteri?”.

“Tapi Pak Natsir mau menerima dan mau menyelesaikan masalah itu,” kata warga.

“Perdana Menteri ngurusin bedug?” itu kan soal kecil,” kata Sekretaris.

Advertisements

Pak Natsir yang juga ada di sana akhirnya menjawab,” Bagi kita, tak ada soal besar atau soal kecil. Bedug pecah, itu mungkin soal kecil bagi kita, tapi bagi orang kampung, itu soal besar!” katanya. Akhirnya Pak Natsir pun mengurusi masalah bedug dan tikar, dan segera menyelesaikannya.

Saat Pak Natsir mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri pada tahun 1951, Ibu Maria Ulfa bilang kalau ada dana taktis sisa untuk hak Perdana Menteri. Dengan senyum Natsir hanya menggelengkan kepala. “Berikan ke koperasi karyawan,” katanya, dan akhirnya dalam kantong Natsir tak mampir sepeser pun uang haknya.

Setelah itu, Pak Natsir menyupir mobil dinas ke Istana Presiden, memarkirkan mobil di sana, dan bersiap pulang ke rumahnya di dalam lorong Jakarta, Jalan Jawa. Ia pun berboncengan sepeda ontel dengan supirnya, pulang ke rumah, lepas sudah bebanya sebagai Perdana Menteri.

Hari-hari berikutnya, saat Pak Natsir dipenjara, rumah dan hartanya disita. Ia tak punya apa-apa. Sang mantan Perdana Menteri, Mantan Ketua Partai Masyumi ini mengisi hari-harinya seperti laiknya gurunya Haji Agus Salim, dengan pola hidup ‘nomaden’. Dari satu kontrakkan ke kontrakkan lain, ia lalui dalam usia senjanya.

Menyusuri jalanan becek dari satu rumah ke rumah lain, hingga kawannya merasa kasihan, menjual rumahnya dengan ‘harga teman’. Natsir pun tak menyanggupinya karena tak punya uang. Karena kebaikan sahabatnya, ia pun diberi kesempatan untuk menyicil dalam beberapa tahun. Walhasil, sang mantan Perdana Menteri ini mengais pinjaman untuk Rumah di Jalan Blora pada kawan-kawannya.

Dalam akhir hayatnya, ia tetap sederhana.

Ruang kesederhanaan yang mengisi para pemimpin negeri, mengisi nurani rakyat. Ketika Menteri Keuangan tak Punya Uang. Ketika Menteri Mengontrak Rumah. Ketika Wapres tak Mampu membeli sepatu. Ketika orang nomor satu ini pun mengikuti jejak-jejak mereka, orang-orang besar. Semoga kelak, muncul kembali sosok-sosok mereka di negeri ini. []

Tags: m natsir
ShareSendShareTweetShareScan
Advertisements
ADVERTISEMENT
Previous Post

20 Iqra dari IslamposAid Dikirim ke TPQ Perpus Pinggir Kali NTB

Next Post

IslamposAid Serahkan 20 Buku Iqra ke Pengajian di Masjid Miftahul Jannah, Anak-anak: “Terima Kasih Banyak!”

Saad Saefullah

Saad Saefullah

Lelaki. Tidak terkenal. Menyukai kisah-kisah Nabi dan Para Sahabat.

Terkait Posts

kereta bintaro, kereta

Tragedi Kereta Api Bintaro: Luka Mendalam dalam Sejarah Transportasi Indonesia

31 Mei 2025
Konstantinopel

Berapa Jarak Waktu yang Disebutkan oleh Rasulullah dengan Penaklukan Konstantinopel oleh Al-Fatih?

14 Mei 2025
Abdulmejid II

Abdulmejid II, Khalifah Terakhir dalam Islam

24 April 2025
andalusia

Jejak Sejarah Andalusia: Peradaban Islam yang Terlupakan

10 April 2025
Please login to join discussion

Tulisan Terbaru

Cara Mengelola Keuangan, Utang

Tips Ga Bayar Utang: Rahasia Sukses Para Ahli Kabur Amanah

Oleh Dini Koswarini
6 Juni 2025
0

Manfaat Daging Kambing, Khasiat Daging Kambing

Benarkah Bikin Suami Greng, Khasiat Daging Kambing, Apa Saja?

Oleh Saad Saefullah
6 Juni 2025
0

mayit, Perbuatan

30 Perbuatan yang Merusak Amal Baik

Oleh Haura Nurbani
6 Juni 2025
0

Cinta

2 Tahap Cinta Kita (Puisi Suami Istri)

Oleh Saad Saefullah
6 Juni 2025
0

Fudhail bin Iyadh, Telat

Kenapa Sih Orang Indonesia Suka Telat?

Oleh Yudi
6 Juni 2025
0

Terpopuler

Ini Kenapa Rasul Memerintahkan Padamkan Lampu di Malam Hari

Oleh Saad Saefullah
19 Januari 2018
0
Foto: Download 3D House

Sesuatu yang membuatnya aman dari kebakaran.

Lihat LebihDetails

Sebelum Shalat Id, Adakah Shalat Sunnah Lainnya?

Oleh Eneng Susanti
13 Juni 2018
0
Foto: Aldi/Islampos

Nah, Bagaimana jika shalat Id dilakukan di lapangan, bukan dimasjid? Adakah shalat sunnah tahiyatul masjid boleh dilakukan di lapangan juga?

Lihat LebihDetails

Kenapa Aku Enggan Berqurban, Padahal Aku Mampu?

Oleh Dini Koswarini
6 Juni 2025
0
sejarah idul adha, Usia Hewan Kurban, Hewan Kurban, Hukum Aqiqah, Berqurban

Aku termenung… Kenapa aku engga berqurban? Idul Adha semakin dekat.

Lihat LebihDetails

Cara Singkat Tulis ‘Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ﷺ di Microsoft Word, Ini Dia

Oleh Saad Saefullah
19 Oktober 2024
1
Nabi Muhammad Keutamaan Membaca Sholawat, Waktu Terbaik Bershalawat, Sholawat, Ciri Fisik Rasulullah, Wasiat Nabi Sebelum Wafat, Cara Bershalawat yang Benar kepada Nabi, Keistimewaan Rasulullah, Kebiasaan Nabi Muhammad ﷺ, Rasulullah

Selain untuk membuat karakter shalawat tersebut, kita juga bisa membuat lafadz Allah (ﷲ), Muhammad (ﷴ), Basmalah (﷽), Jalla Jalaluhu (ﷻ)...

Lihat LebihDetails

Diberi Ucapan Selamat oleh NonMuslim, Bagaimana Membalasnya?

Oleh Eneng Susanti
17 Juni 2020
0
hukum mengucapkan selamat natal, taqabbalallahu minna wa minkum, keutamaan silaturahmi, ucapan selamat hari raya idul fitri

Bagaimana cara membalas orang-orang nasrani atau non muslim secara umum jika mereka memberikan ucapan selamat pada hari raya kita atau...

Lihat LebihDetails
Facebook Twitter Youtube Pinterest Telegram

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.