KENAPA sih srang Indonesia suka telat? Iya, telat. Enteng aja gitu, telat.
Coba kita jujur deh sebentar. Antara kamu dan waktu, siapa yang sering ditinggalin?
Iya, jawabannya: waktu. Karena kamu datangnya telat mulu.
Fenomena keterlambatan ini udah jadi budaya yang—anehnya—terlalu relatable buat sebagian besar orang Indonesia. Undangan jam 7? Datangnya jam 8. Meeting jam 9? Baru nyeruput kopi jam 9.15. Nikahan jam 11? Datang jam 12.30, pas pengantin udah capek senyum.
Tapi kenapa sih orang Indonesia suka banget telat? Apa ini genetik? Atau karena leluhur kita terlalu santai waktu dijajah?
BACA JUGA: Budaya Terlambat, Bukan Sekadar Telat
Yuk, kita bahas.
1. Waktu Indonesia Bagian Karet
Di Indonesia, kita punya tiga zona waktu: Waktu Indonesia Barat, Tengah, dan Timur. Tapi sebenernya, ada satu zona waktu tambahan yang nggak tertulis di peta: Waktu Indonesia Bagian Karet.
WIBK ini fleksibel banget. Mau janjian jam 10 pagi? Bisa geser dikit jadi jam 11. Kalau ditanya, jawabnya: “Tadi macet” padahal dia baru mandi jam 9.45.
Zona waktu ini nggak ada batas geografisnya. Bisa muncul di mana saja—di Jakarta, di Jogja, bahkan di hati seseorang yang PHP-in kamu dengan janji datang tepat waktu.
2. Mentalitas “Ah, Masih Sempat Lah”
Orang Indonesia punya kebiasaan underestimate waktu. Misalnya:
Perjalanan butuh 45 menit.
Dia berangkat 30 menit sebelum acara.
Hasilnya? Telat dan nyalahin “lampu merahnya lama banget.”
Padahal, kalau dipikir logis, dia itu bukan nyalahin lampu merah, tapi nyalahin hukum fisika. Karena dia berharap waktu bisa diputar balik kayak di film-film.
Yang lucu, walau sering telat, kita masih bisa sok santai. “Sorry telat ya, tadi jalanan rame banget.” Padahal dia sempat update Instagram story: “Nongki dulu lah.”
3. “Yang Penting Niatan Datang”
Ada juga yang punya prinsip spiritual: “Yang penting niatnya datang.”
Iya, niatnya bagus. Tapi niat doang nggak bikin makanan di resepsi nikahan nungguin kamu.
Sering banget kejadian, orang datang telat ke acara, pas sampai, makanan udah habis, kursi udah dilipet, MC udah pulang, tapi dia masih santai: “Gapapa, yang penting silaturahmi.”
Silaturahmi sih, tapi sama piring kosong.
4. Kebiasaan Nungguin Temen
Ini salah satu dosa sosial yang paling sering terjadi: Nungguin temen.
Skenarionya gini: Janjian jam 8 pagi. Orang pertama udah siap jam 7.45, tapi nggak mau berangkat duluan karena “masa gue duluan sih?” Akhirnya semua jadi telat karena saling nunggu, kayak lomba adu sabar.
Yang lebih parah, yang ngajakin duluan malah jadi yang datang terakhir.
“Sorry bro, gw kesiangan.”
Padahal dia yang ngajakin ngumpul!
5. Ngaret Itu Seni
Anehnya, di Indonesia, telat itu bukan aib. Justru jadi bahan bercandaan.
“Gila lu telat dua jam!”
“Hehe, biasa… jam karet.”
Ini kayak pembelaan tak tertulis. Udah telat, masih bisa ketawa. Coba di Jepang. Telat semenit aja bisa dianggap penghinaan tingkat negara.
Di sini? Telat satu jam, masih bisa disambut dengan, “Santai aja, gue juga baru nyampe.”
BACA JUGA: Telat Segalanya Gara-gara Terbiasa Telat Shalat!
6. Solusinya? Ya… Mulai dari Diri Sendiri Lah!
Sebenarnya, telat itu bukan budaya, tapi kebiasaan yang terus dibiasakan. Dan kebiasaan itu bisa diubah… kecuali kamu memang bagian dari Avengers dan waktumu paralel.
Kalau kamu capek nungguin orang lain yang telat, ya coba aja kamu jadi yang on time. Siapa tahu kamu jadi trendsetter: “Wah, si dia datengnya tepat waktu loh!”
Bisa jadi bahan omongan. Positif kok.
Penutup
Telat itu lucu… kalau sekali-sekali.
Tapi kalau udah jadi gaya hidup, ya kamu bukan lagi manusia modern, tapi manusia molor.
Jadi mulai sekarang, yuk, sama-sama belajar menghargai waktu. Biar waktu juga mau menghargai kita. Siapa tahu, kalau kamu tepat waktu terus, jodohmu juga datangnya tepat waktu—nggak telat-telat mulu kayak yang kemarin-kemarin. []