DALAM konteks pernikahan, banyak orang sepakat bahwa kesamaan nilai dan prinsip hidup menjadi fondasi utama. Namun, realita di lapangan menunjukkan hal yang cukup menggelitik: tidak sedikit perempuan yang tetap melanjutkan hubungan atau bahkan menikah dengan pria yang tidak taat menjalankan kewajiban agama, seperti shalat lima waktu. Pertanyaannya, kenapa hal ini bisa terjadi?
Berikut beberapa alasan yang mungkin menjadi latar belakangnya:
1. Kurangnya Pemahaman Agama
Banyak perempuan — dan laki-laki juga — yang belum memahami urgensi ibadah dalam Islam, terutama shalat sebagai tiang agama. Ketika pemahaman agama belum menjadi prioritas, kriteria calon pasangan pun lebih condong pada aspek duniawi: tampang, pekerjaan, status sosial, dan gaya hidup.
BACA JUGA: Lebih dari 60 Persen Muslim Indonesia Tidak Konsisten Shalat Wajib, Mengapa?
2. Fokus pada Potensi “Bisa Berubah Nanti”
Banyak perempuan merasa bahwa mereka bisa “mengubah” pasangannya setelah menikah. Ini adalah bentuk harapan romantis yang sayangnya seringkali tidak realistis. Jika sejak awal seseorang sudah tidak menunjukkan kepedulian terhadap shalat, tidak ada jaminan bahwa pernikahan akan mengubah hal itu — apalagi tanpa komitmen dari dirinya sendiri.
3. Tekanan Sosial dan Keluarga
Perempuan sering menghadapi tekanan untuk segera menikah, apalagi jika usianya dianggap “sudah cukup” atau “terlambat”. Akibatnya, standar dan prinsip yang seharusnya dijaga bisa dilonggarkan demi memenuhi ekspektasi sosial. Bahkan, status “sudah menikah” kadang dianggap lebih penting daripada dengan siapa menikah.
4. Cinta yang Membutakan
Tak bisa dipungkiri, cinta kadang membuat seseorang menutup mata terhadap kekurangan mendasar. Ketertarikan emosional dan hubungan yang sudah lama dibina bisa membuat seorang perempuan mengabaikan hal-hal prinsipil, termasuk urusan ibadah.
5. Merasa Ibadah adalah Urusan Pribadi
Sebagian perempuan menganggap bahwa shalat adalah urusan individu dengan Tuhannya, dan mereka tidak berhak mencampuri. Padahal, dalam konteks pernikahan, pasangan adalah cerminan dan pemimpin dalam rumah tangga. Jika sang suami tidak menjalankan kewajiban agama, maka akan sulit menciptakan rumah tangga yang bernuansa iman dan keberkahan.
6. Minimnya Role Model dan Lingkungan yang Mendukung
Lingkungan sangat berpengaruh dalam menentukan standar pasangan. Jika perempuan tumbuh dalam lingkungan yang tidak terlalu menekankan pentingnya ibadah, maka ia pun tidak akan menganggap hal itu sebagai syarat utama dalam memilih suami. Minimnya role model pasangan ideal yang taat dan romantis sekaligus juga membuat standar jadi kabur.
BACA JUGA: Tata Cara Shalat Hajat untuk Memohon Suatu Keinginan agar Terkabul
Saatnya Meninjau Kembali Standar Memilih Pasangan
Pernikahan bukan sekadar tentang hidup bersama, tapi juga tentang perjalanan menuju akhirat. Memilih pasangan yang tidak peduli pada shalat bukan hanya soal beda kebiasaan, tapi juga soal beda arah hidup. Apakah kamu siap hidup bersama orang yang bahkan tidak menjaga hubungannya dengan Tuhan? []