JANGAN pernah anggap remeh hal-hal kecil dalam hidup. Kadang, hukuman Allah tidak datang dalam bentuk bencana besar atau musibah yang menggemparkan. Ia bisa hadir lewat rasa gelisah yang terus menghantui, rezeki yang seret meski usaha keras sudah dilakukan, atau hubungan yang tiba-tiba renggang tanpa sebab yang jelas. Semua itu bisa jadi teguran dari Allah atas dosa-dosa kita.
Seringkali kita lalai menjaga lisan, menunda salat, atau memandang yang haram dengan enteng. Padahal, bisa jadi itulah pintu awal datangnya murka Allah. Hanya karena tidak langsung ditimpa musibah, kita merasa aman. Merasa baik2 saja. Padahal, hukuman bisa berbentuk, dicabutnya keberkahan, dijauhkan dari rasa tenang, atau hilangnya hidayah untuk berbuat baik secara perlahan.
Karena itu, bisa jadi, ada beberapa hal yang tanpa kita sadari sebenarnya merupakan hukuman dari Allah SWT kepada kita. Kita tidak sadar karena hukuman itu bukanlah merupakan kehilangan, atau musibah besar. Apa saja gerangan?
BACA JUGA: Apa Hukuman Sosial untuk Seorang Pembohong?
Yang pertama adalah malas beribadah.
Terkadang, rasa malas untuk beribadah bukan semata-mata karena kesibukan atau kelelahan duniawi, tetapi bisa menjadi isyarat bahwa hati sedang digelapkan dan dijauhkan dari kebaikan. Malas mendirikan salat, enggan membaca Al-Qur’an, atau berat bersedekah, bisa jadi merupakan bentuk hukuman dari Allah SWT karena dosa-dosa yang dilakukan secara terus-menerus tanpa disertai tobat.
Allah tidak mencabut nikmat berupa rezeki terlebih dahulu, tapi mencabut kelezatan dalam ibadah dan keinginan untuk mendekat kepada-Nya sebagai bentuk kehinaan yang halus namun mengerikan. Inilah azab hati yang tidak terlihat oleh mata, namun menghancurkan jiwa perlahan-lahan.
Dan yang kedua, hukuman Allah pada seorang Muslim lewat hal yang terlihat sepele adalah telat bangun Shubuh.
Kadang kita merasa kecewa dan kesal saat terbangun dan menyadari bahwa waktu shubuh telah lewat. Tapi pernahkah kita berpikir bahwa telat bangun itu bukan sekadar kelalaian, melainkan bisa jadi sebuah teguran dari Allah SWT? Mungkin kita terlalu banyak begadang untuk hal yang tidak bermanfaat, terlalu asyik dengan dunia hingga lupa bahwa Allah lebih pantas untuk kita prioritaskan. Telat shubuh bisa jadi cerminan kondisi hati yang mulai jauh dari cahaya iman dan dzikir malam.
Allah SWT tidak butuh shalat kita, tapi kita yang butuh rahmat dan petunjuk-Nya. Maka saat kita tertinggal dari panggilan-Nya, bisa jadi itu adalah hukuman berupa dicabutnya taufik untuk taat. Renungkan, betapa berbahayanya jika hari demi hari berlalu tanpa kita bisa memulai pagi dengan sujud kepada-Nya.
Bangkitlah, perbaiki niat, dan mohonlah kepada Allah agar hati ini kembali lembut, agar Dia berkenan membangunkan kita di saat paling mulia: sebelum fajar menyingsing.
Yang ketiga adalah: Menunda shalat dan sedekah.
Menunda-nunda shalat dan enggan bersedekah sejatinya bukan sekadar kelemahan diri, tetapi bisa menjadi bentuk hukuman dari Allah SWT kepada seorang Muslim. Saat hati mulai berat untuk berdiri di hadapan Allah, dan tangan terasa kaku untuk berbagi di jalan kebaikan, bisa jadi itu adalah tanda bahwa iman sedang ditarik sedikit demi sedikit.
Allah mencabut kenikmatan dalam ibadah dari hati yang lalai, dan membiarkan seseorang tenggelam dalam kesibukan dunia hingga lupa pada perjumpaan dengan-Nya. Padahal, shalat adalah tiang agama, dan sedekah adalah bukti keimanan — saat keduanya mulai ditinggalkan, itu pertanda bahwa hati sedang dalam bahaya besar.
Hukuman terbesar bukan selalu berupa musibah atau kehilangan harta, tetapi ketika Allah menjauhkan hamba-Nya dari kebaikan. Ketika seseorang merasa tenang menunda shalat tanpa rasa bersalah, atau berat bersedekah meski rezekinya lapang, bisa jadi Allah sedang membiarkannya tenggelam dalam kelalaian.
Ini adalah bentuk istidraj — kenikmatan yang menipu, yang perlahan-lahan menyeret seseorang menuju kehancuran. Maka, waspadalah saat ibadah terasa berat, bukan cari alasan, tapi segera cari pertolongan kepada Allah, karena boleh jadi itulah cara-Nya menegur sebelum murka-Nya benar-benar datang.
Yang keempat, hukuman Allah pada seorang Muslim lewat hal yang terlihat sepele adalah: Banyak janji tidak ditepati.
Ketika seorang Muslim mulai terbiasa mengingkari janji, tanpa sadar ia sedang menumpuk beban dosa yang tak terlihat namun nyata akibatnya. Allah mencela sifat ini dalam Al-Qur’an dan menjadikannya ciri orang munafik. Tidak menepati janji bukan hanya mencoreng kehormatan diri, tetapi juga menggambarkan rusaknya hubungan dengan Allah.
Bisa jadi, ketika hati terasa keras, doa tak lagi menembus langit, dan keberkahan hidup terasa menjauh, itu adalah bentuk hukuman dari Allah — bahwa Dia mencabut kepercayaan dan keberkahan dari lidah yang gemar berjanji, tapi lalai menepatinya.
Yang kelima, hukuman Allah pada seorang Muslim lewat hal yang terlihat sepele adalah: Menunda bayar utang padahal sudah luang.
Sahabat Islampos, “Hati-hati dengan kelapangan yang menipu…”
Ada orang yang dulunya sempit, kini diluaskan rezekinya oleh Allah. Tapi ketika waktunya membayar utang, ia menunda—padahal sudah mampu. Ia lupa, kelapangan itu bisa jadi istidraj. Sebuah ujian yang tampaknya nikmat, padahal hukuman sedang berjalan perlahan…
Rasulullah ﷺ bersabda: “Menunda pembayaran utang oleh orang yang mampu adalah kezaliman.” (HR. Bukhari & Muslim). Kepada yang punya utang, ini sekadar mengingatkan lagi, bayarlah utangmu saat engkau mampu.
Jangan tunggu Allah cabut kelapangan yang seharusnya menjadi jalan syukur, bukan jalan lalai. Orang yang memberimu pinjaman, tidak menagihnya, bisa jadi karena ia menghormatimu. Untuk itu, mudahkan dan segerakanlah, sebagaiamna kita ingin sekali bersegera mendapatkan pertolongan berupa utang ketika kita butuh.
Yang keenam, hukuman Allah pada seorang Muslim lewat hal yang terlihat sepele adalah: Tidak pernah silaturahim!
Dan yang terakhir atau yang keenam, Hukuman Allah pada Seorang Muslim Lewat Hal yang Terlihat Sepele adalah Tidak pernah silaturahim
Sahabat Islampos, “Jangan Anggap Biasa Saat Tak Ada yang Mencari Kita”. Ada orang yang hidupnya terasa sepi. Tak ada saudara yang datang, tak ada sahabat yang menghubungi. Hari-harinya sunyi, seolah dunia lupa bahwa ia pernah ada. Tapi bisa jadi, itu bukan sekadar nasib. Bisa jadi, itu teguran dari Allah.
Sebab ia terlalu lama memutus silaturahim. Tak pernah menyapa, tak pernah peduli. Padahal Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
BACA JUGA: Jika Nasib Telah Ditentukan, Mengapa Ada Hukuman dari Allah?
Maka, jangan heran jika satu per satu hubungan menjauh. Jangan heran jika hidup terasa sempit dan rezeki pun seret. Karena memutus silaturahim adalah dosa… dan dijauhi orang adalah bagian dari hukumannya.
Sahabat Mulia Islampos, sebagai penutup, hanya hendak mengingatkan pada diri sendiri:
Setiap dosa yang kita lakukan, sadar atau tidak, bisa mengundang murka Allah. Hati menjadi gelisah, hidup terasa sempit, dan keberkahan menjauh. Namun, Allah Maha Pengampun. Dan Istighfar adalah pintu kembali. Bukan sekadar ucapan di lisan, tapi penyesalan yang jujur dan niat untuk berubah.
Setelah Istighfar, Amal baik atau amal shaleh adalah bukti kesungguhan. Amal shaleh bagaikan air yang memadamkan api. Sedikit demi sedikit, dosa disapu oleh kebaikan.
Maka saat hidup terasa berat dan pintu-pintu tertutup, tanyalah diri: apakah ini karena murka Allah atas dosa-dosaku? Jika iya, segeralah kembali. Caranya? Dengan istighfar yang tulus dan amal yang nyata. Karena sesungguhnya, murka Allah tidak kekal bagi mereka yang sungguh-sungguh kembali. “Dan Allah tidak akan menyiksamu, sedang kamu memohon ampun kepada-Nya.” (QS. Al-Anfal: 33) Allahu alam bi shawwab. []