NGGAK ada yang gratis dan mudah di dunia ini. Terutama pernikahan. Sebuah rumah. Bukan hanya sekadar ikatan. Tapi perlu ikhtiar yang nggak pernah berhenti.
Pernikahan bukan dongeng yang ditutup dengan kalimat, “dan mereka hidup bahagia selamanya.”
Ia adalah bait demi bait perjuangan, dua jiwa yang terus belajar, dua hati yang terus bersabar.
Bahagia dalam pernikahan bukan hadiah. Ia bukan kebetulan. Tapi hasil dari usaha yang ga keliatan orang. Dari lelah yang dirahasiakan, dari doa yang dipanjatkan terus-menerus, di waktu-waktu mustajab, di akhir sepertiga malam, di kala huja, di kala suami mencari nafkah. Sebab cinta bukan sekadar rasa, tapi janji yang dipelihara dengan kerja keras, pengorbanan, dan tawakal.
Ga sedikit yang masuk pernikahan dengan mimpi indah, tapi mundur ketika kenyataan datang. Mereka ingin manisnya, tapi ga mau telen pahitnya. Mereka ingin bunga-bunga, tapi ga pernh siap menyiangi duri. Padahal, seperti kata Imam Ibnul Qayyim rahimahullah: “Sesungguhnya rumah tangga yang paling berkah adalah yang paling banyak menanggung beban dan sabar terhadapnya.”
Suami dan istri adalah dua insan yang berbeda. Dua dunia yang dipaksa menyatu. Maka, ga ada jalan lain selain saling memahami. Saling merendah. Saling menenangkan. Dalam tawa, dalam tangis, dalam gelombang, dalam tenang.
Jangan berharap badai ga datang. Tapi belajarlah bersama untuk berteduh. Jangan berharap pasangan selalu sempurna. Tapi bersyukurlah atas kekurangannya yang membuatmu kuat. Sebab Allah ga akan pernah satukan dua insan untuk saling menyalahkan, tapi untuk saling melengkapi.
Imam Hasan Al-Bashri berkata: “Bukanlah kebaikan itu dengan banyaknya shalat dan puasa, tapi kebaikan itu adalah lapangnya dada dan sabarnya hati.”
Maka, dalam marriage (rumah tangga), yang dibutuhkan bukan hanya cinta yang meletup-letup, tapi dada yang lapang, dan hati yang sabar menunggu proses.
Kadang, rumah tangga diuji dengan kesempitan rezeki, kadang diuji dengan perbedaan pendapat, bahkan dengan kesalahan yang menyakitkan. Tapi di situlah ladang kerja keras dimulai. Menahan amarah. Belajar memaafkan. Membangun kembali dari puing-puing harapan yang sempat runtuh.
Cinta sejati ga tumbuh dari keindahan yang instan, tapi dari luka dan pengalaman hidup yang dirawat bersama. Dari kecewa yang diredam karena Allah. Dari tangis yang diubah jadi sujud.
BACA JUGA: The End of Medsos
Pernikahan adalah ibadah panjang. Maka butuh kesungguhan seperti orang yang ingin masuk surga. Perlu tekad sekuat mujahid yang turun ke medan laga.
Jika kau tanya bagaimana cara menjaga cinta dan rumah tangga, maka jawabannya adalah: Kerja keras. Doa tak putus. Tawakal. Sabar. Dan terus belajar mencintai dengan cara yang Allah ridhai. []