• Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
Rabu, 21 April 2021
No Result
View All Result
NEWSLETTER
Islampos
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Muslimtrip
  • Muslimbiz
  • Beginner
  • Syiar
  • Keluarga
  • Dari Anda
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Muslimtrip
  • Muslimbiz
  • Beginner
  • Syiar
  • Keluarga
  • Dari Anda
No Result
View All Result
Islampos
No Result
View All Result

Home Tsaqofah Sejarah

Segenggam Maaf Hamka untuk Yamin

Redaktur Eva F Hasan
4 tahun ago
in Sejarah
Reading Time: 3 mins read
0
dakwah buya hamka

Foto: Radar Pekanbaru

  • Bagikan Yuk :

Oleh: Rizki Lesus
Penggiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)

Tatapannya begitu tenang. Tak ada rasa benci di sana. Tak ada dendam. Hamka benar-benar menjalani kehidupan dengan lapang dada. Sebelum wafatnya Soekarno (baca tulisan Buya Hamka, Ketika Air Tuba dibalas Air Susu), seorang tokoh Bangsa, Mohammad Yamin sempat berseteru dengan Hamka. Hal ini bermula dari gaung Hamka digedung konstituante Bandung, yang menyerukan agar Indonesia berdasarkan dengan Islam.

Masyumi sebagai pimpinannya, mengajukan dasar negara berdasarkan Islam. “..Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke neraka … “ lantang Hamka dengan tegas. Walau akhirnya, Hamka menerima Pancasila dengan tafsiran bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah Allah, dan karena-Nya, berkat rahmat-Nya, Indonesia dapat merdeka hingga saat ini.

Tentu saja para hadirin dalam sidang paripurna Konstituante itu terkejut mendengar pernyataan Hamka. Mr. Moh. Yamin sebagai seorang anggota Konstituante turut terkejut atas pernyataan sang Buya. Yamin tidak saja marah, berlanjut menjadi benci. Moh Yamin tidak dapat menahan kebencian- nya baik bertemu dalam acara resmi, seminar kebudayaan dan sama-sama menghadiri sidang Konstituante, kebencian itu tetap tak dapat dihilangkannya.

Saat di rumah, Hamka kedatangan tamu Buya KH. Isa Anshari. Ulama sekampung dengan kampung Hamka, Maninjau, beliau sudah lama bermukim di Kota Bandung Dalam acara makan siang, Buya KH. Isa Anshari bertanya kepada Hamka, “Apa masih tetap Yamin bersitegang dengan Hamka ?”

Sang Buya menjawab, “Rupanya bukan saja wajahnya yang diperlihatkan kebenciannya kepada saya, hati nuraninya pun ikut membenci saya.”

Bertahun-tahun setelah dekrit di mana Soekarno kemudian membubarkan Konstituante, parlemen dan menetapkan UUD ’45 dan Pancasila yang dijiwai Piagam Jakarta sebagai dasar negara, terjadi peristiwa yang luar biasa.

Tahun 1962; Mr. Moh. Yamin jatuh sakit parah dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, RSPAD. Telepon berdering di Kebayoran. Suara Menteri Chairul Shaleh dari balik telepon membujuk Hamka agar Hamka dapat menemui Moh. Yamin yang sedang di Rumah Sakit. Tentu saja, Hamka dengan senang menyambut seruan itu.

“Buya, saya membawa pesan dari Bapak Yamin. Beliau sakit sangat parah. Sudah berhari-hari dirawat. Saya sengaja datang menemui Buya. Ada pesan dari Pak Yamin, mungkin merupakan pesan terakhir. “ “Apa pesannya?” tanya Hamka.

“Pak Yamin berpesan agar saya menjemput Buya ke rumah sakit. Beliau ingin menjelang ajalnya, Buya dapat mendampinginya, sekarang Pak Yamin dalam sekarat.” Sang Buya agak tercengang mendengar pesan Pak Yamin itu. Teringat kembali sikap bermusuhan dan membencinya.

“Apalagi pesan Pak Yamin?” Kembali Hamka bertanya kepada menteri yang ditugaskan Pak Yamin itu. “Begini Buya, yang sangat merisaukan pak Yamin, beliau ingin bila wafat dapat dimakamkan di kampung halamannya yang telah lama tidak dikunjungi. Beliau sangat khawatir masyarakat Talawi tidak berkenan menerima jenazahnya. Ketika terjadi pergolakan di Sumatara Barat, Pak Yamin turut mengutuk aksi pemisah-an wilayah dari NKRI. Beliau mengharapkan sekali Hamka bisa menemaninya sampai ke dekat liang lahatnya.”

Sang Buya termenung. Banyak pengalaman pahit yang dirasa oleh ayah selama beberapa tahun ini dengan tokoh yang mengaku wajahnya mirip dengan Patih Majapahit Gajah Mada itu. ”Kalau begitu mari bawa saya ke RSPAD menemui beliau.”

Sore itu juga langkah kaki Buya tak tertahankan, menuju lorong VIP Rumah Sakit. Dibukanya pintu itu. Seorang tengah berbaring lemah. Begitu hati ini bergetar. Selang-selang tersambung dengan tubuh Pak Yamin. Belalai-belai alat kedokteran begitu berseliweran. Ingin rasanya mata ini menangis melihatnya, wajah yang begitu lemah. Dijabatnya tangan Yamin, dan dikecup keningnya, tokoh yang selam ini membencinya.

” Terima kasih Buya sudi datang.” Lirihnya sangat lemah. Dari kedua kelopak matanya tampak air mata menggenangi matanya. “Dampingi saya,” bisiknya lagi. Tangan Hamka masih terus digenggamnya. Air mata mereka berkumpul di sudut matanya. Dibisikkanya kalam Ilahi, Al Fatihan dengan lembut oleh Hamka. Kalimat tauhid yang berulang-ulang dibisikkan, La ilaha illallah Muhammadan Rasalullah.

Loading...

Sudah lama sekali..lama..kalimat ini, tak terlafal. Begitu lemah, suara itu mengikuti gerak bibir Hamka. Berulang-ulang, kalimat tauhid itu terlafal. Genggaman tangan itu semakin kuat. Suaranya tak terdengar lagi. Hanya isyarat genggamanan mengyat. Terakhirkali, Hamka membisikkan kalimat “tiada Tuhan selain Allah” ke telinganya. Tidak ada respon. Hamka merasa genggaman Pak Yamin mengendur dan terasa dingin dan terlepas dari genggaman ayah.

Seorang dokter datang memeriksa. Dokter itu memberitahu Pak Yamin sudah tidak ada lagi. “Innalillahi wa inna lillaihi rajiun.”Tokoh yang bertahun-tahun sangat membenci Hamka, diakhir hayatnya meninggal dunia sambil bergenggaman tangan dengan sang Buya.

Sungguh,tak ada yang begitu terkenang kecuali dengan akhlak sang Buya. Senyumnya, kelembutannya, ketegasannya dalam hal akidah. Jiwa maafnya yang selalu terbuka, terlapang. Salam takjim untuk Buya Hamka Rahimahullah. Semoga Allah merahmatimu wahai Buya. []

  • Bagikan Yuk :
Tags: buya hamkaYamin
Eva F Hasan

Eva F Hasan

Related Posts

Foto: Unsplash

Begini Cara Muhammad Al-Fatih Dididik

29 Maret 2021
Foto: Why We Seek

Peninggalan Peradaban Islam di Kota Bukhara

19 Maret 2021
Foto: Global Village Space

Kisah Keji Pasukan Mongol Hancurkan Kota-kota Peradaban Islam

19 Maret 2021
Ilustrasi. Foto: BBC

Ini 4 Kota Pusat Peradaban Islam yang Pernah Dihancurkan Mongol

18 Maret 2021
Buka Lagi
Selanjutnya

Kisah Kakek Penjual Amplop

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisements

Terbaru

Foto: Pixabay
Ibrah

Mereka yang Dikagumi oleh Allah

Redaktur Ari Cahya Pujianto
5 jam ago
Ilustrasi. Foto: Adam/Islampos
Sirah

Sederhana, Seperti Ini Sandal Rasulullah ﷺ

Redaktur Eneng Susanti
6 jam ago
Foto: Freepik
Ramadhan

Jangan Rebahan Terus di Bulan Ramadhan

Redaktur Dini Koswarini
6 jam ago
Foto: Pexels
Ibrah

Ujian Kemiskinan Itu Berat, namun Ujian Kekayaan Jauh Lebih Berat

Redaktur Ari Cahya Pujianto
7 jam ago
ADVERTISEMENT

On Facebook

Navigasi

  • Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi

About Us

Membuka, menginspirasi, free to share

  • Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi

© 2019 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Ramadan
    • Tanya Jawab Ramadhan
    • Tsaqofah Ramadhan
    • Video Ramadhan
    • Fiqh Ramadan
    • Kesehatan Ramadhan
    • Kultum Ramadhan
  • Muslimbiz
  • Muslimtrip
  • Beginner
  • Keluarga
  • Sirah
  • Syiar
  • Muslimah
  • Dari Anda
  • Donasi

© 2019 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Share via
  • Bagikan Yuk :
  • Twitter
  • Pinterest
  • LinkedIn
  • Digg
  • Email
  • Buffer
  • Pocket
  • Gmail
  • Comments
  • Subscribe
  • Facebook Messenger
  • LiveJournal
  • Bagikan Yuk :
We would like to show you notifications for the latest news and updates.
Dismiss
Allow Notifications
Send this to a friend