DALAM madzhab Syafi’i, dilihat dari sisi pihak yang melakukannya, memanfaatkan barang gadai bisa dibagi menjadi dua :
(1). Yang menggadaikan (Ar-Rahin).
Boleh bagi orang yang menggadaikan sesuatu, untuk memanfaatkan sesuatu yang dia gadaikan, seperti: mengendarai jika berupa kendaraan (untuk jarak dekat, bukan untuk safar), atau menempati jika berupa rumah, atau menyewakannya, atau meminjamkannya, atau memerah susunya jika berupa hewan seperti sapi, atau kemanfaatan yang lainnya. Karena ia merupakan pemilik barang tersebut secara otomatis juga pemilik kemanfaatannya. Tapi dengan syarat, bahwa pemanfaatan barang gadai tersebut tidak menimbulkan mudharat, seperti mengurangi dzat barang atau melenyapkannya.
BACA JUGA: Catatan tentang Gadai
Sebisa mungkin bagi Ar-Rahin untuk memanfaatkan barang yang digadaikan tanpa mengeluarkannya dari sisi orang yang memberi piutang kepadanya. Namun jika terpaksa harus mengeluarkannya, seperti sepeda motor misalkan, maka seyogyanya ada saksi yang menyaksikannya agar lebih aman. Dan jika sudah selesai, hendaknya segera dikembalikan kepada pemberi piutang karena ia berstatus sebagai barang jaminan.
(2). Yang memberi piutang dengan jaminan (Al-Murtahin).
Pada asalnya, orang yang memberi piutang dengan jaminan (Al-Murtahin) tidak boleh untuk memanfaatkan barang gadai yang ada padanya secara mutlak. Karena ia bukan miliknya dan dia tidak punya hak untuk memanfaatkannya. Dia hanya boleh menahannya sebagai jaminan dan jika hutang sudah dilunasi wajib untuk mengembalikan kepada yang punya, atau untuk menutup hutang orang yang pinjam apabila tidak mampu untuk membayarnya.
BACA JUGA: Pegadaian Dalam Pandangan Islam yang Harus Anda Tahu
Terkecuali jika pemiliknya mengijinkan, maka boleh baginya (Al-murtahin) untuk memanfaatkan barang gadai, dengan syarat tidak dimasukkan dalam akad. Karena jika pemberian ijin ini dimasukkan dalam akad, maka termasuk riba. Dalam kaidah disebutkan : “Setiap pinjaman yang menyeret adanya tambahan kemanfaatan di dalamnya, maka termasuk riba”.
Solusinya, pemberian ijin kemanfaatan kepada Al-Murtahin diberikan sesudah akad. Maka ini boleh. Karena pemilik barang boleh untuk memanfaatkan barangnya atau mengijinkan orang lain untuk memanfaatkannya. Jika Al-Murtahin memanfaatkan barang gadai tanpa ijin dari pemiliknya, maka dia telah melakukan perbuatan dosa karena telah melampaui batas dan wajib untuk bertanggungjawab. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani
Referensi:
(1). Tuhfatul Muhtaj, juz : 5, hlm. 76
(2). Asnal Mathalib fi Syarhi Raudh Ath-Thalib, juz : 2, hlm. 161 dan seterusnya
(3). Al-Mu’tamad, juz : 3, hlm. 385 dan seterusnya