SEMAKIN hari fitnah akan semakin besar. Ia akan menimpa siapa saja, apalagi orang beriman. Sampai Allah pesankan dalam Al-Qur’an bahwa jangan mengira kita disebut beriman hingga Allah akan berikan ujian dan ujian.
Hidup ini darul bala, tempatnya ujian. Ujian akan selalu ada, masalahnya apakah ujian itu menambah kedekatan kita kepada Allah atau tidak. Dalam Al-Qur’an ujian disebut dengan kata fitnah. Dan fitnah ini semakin hari akan semakin besar. Artinya taqarub kepada Allah pun harus semakin kencang.
Anas radhiyallahu ‘anhu menuturkan; ‘Bersabarlah kalian, karena tidaklah datang suatu zaman kepada kalian, melainkan sesudahnya itu lebih buruk daripadanya, sampai kalian menjumpai Rabb kalian.
Aku (Anas) mendengar hadits ini dari Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam.(HR. Al-Bukhari no. 7068).
Bila sekarang saja kondisi kehidupan sudah memprihatinkan, bagaimana dengan nanti? cukuplah Allah sebagai pelindung.
Musibah
Saat musibah datang semua terjadi atas izin Allah. Tak pernah luput dari kekuasaanNya. Dirimu hanya bisa mengambil pelajaran darinya. Apa yang Allah inginkan darimu?
Terkadang musibah datang sebagai ujian. Allah berikan ujian semata-mata untuk menguji tingkat keimanan seseorang. Adakalanya datang sebagai teguran saat diri khilaf dan salah. Bisa jadi sebagai hukuman atas maksiat dan dosa. Atau bisa berupa azab bagi orang yang ingkar serta kafir padaNya. Tidak ada standar dan rumus baku tentangnya. Semua ada dalam ilmuNya.
Tak ada yang tahu dan bisa mengenalisir perihal musibah orang lain. Yang menjadi perhatian hanyalah untuk diri bahwa musibah adalah pelajaran untuk diri sendiri. Apakah membuat diri bertambah dekat dengan Allah atau malah menjauh.
Musibah bukanlah tanda keburukan. Karena para Nabi dan sahabat pun sering mendapatkan musibah. Kesempitan dan kemiskinan bukanlah tanda kehinaan. Karena penghuni surga mayoritas dari orang-orang miskin.
Musibah belum tentu semuanya dari keburukan. Tapi setiap keburukan sudah jelas mendatangkan musibah.
Belajar Dari Perjalanan Para Nabi
Allah tidak menghilangkan api saat Nabi Ibrahim dibakar tapi Allah menyelesaikan masalah beliau dengan mendinginkan api tersebut.
Dan pernahkah beliau tahu bahwa api di depan yang membakarnya akan terasa dingin? Tidak, sungguh bukti pertolongan Allah itu sangat dekat.
Allah tidak menghilangkan lautan saat Nabi Musa dikejar Fir’aun, tapi Allah perintahkan beliau memukulkan tongkat untuk membelah lautan tersebut.
Pernahkah beliau tahu bahwa laut di depannya akan terbelah? Tidak, semua adalah karena pertolongan Allah.
Allah tidak menghindarkan paus dari Nabi Yunus saat beliau melakukan kekhilafan, tapi Allah keluarkan beliau dari perut ikan pada waktu dan tempat yang tepat. Berhari-hari di dalam perut ikan tak lain mengandung hikmah agar paus memuntahkan di tempat yang selamat.
Pernahkah Nabi Yunus mengira bahwa beliau akan selamat dari kegelapan tersebut? Tidak, Allahlah yang selalu menjadi penolong bagi hambaNya yang kembali (bertaubat)
Begitu pun Nabi Nuh, Nabi Yusuf, Nabi Ayub, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, dan juga para Nabi lainnya ‘alaihim salam.
Saat para Nabi menghadapi ujian berat, Allah tidak pernah menghilangkan ujian tersebut, tapi Allah hanya ringankan dan mudahkan mereka melewati ujian tersebut hingga keluar darinya. Dan selalu indah dari akhir perjalanan hidup mereka (happy ending). Mengapa? Karena mereka adalah orang-orang yang taat, sabar, dan selalu beribadah meninggikan kalimat Allah di muka bumi.
Dari penjelasan di atas sebaiknya apa yang harus dilakukan?
Bertaubatlah!
Taubat akan mengganti keburukan dengan kebaikan, membuka pintu nikmat yang luas, serta jalan keluar atas kesulitan.
BACA JUGA: Ujian Anak bagi Para Nabi dan Rasul
Allah Ta’ala berfirman,
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Kecuali orang-orang yang bertaubat beriman dan beramal shalih, *maka Allah akan ganti kejahatan mereka dengan kebajikan*. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al Furqan/25:70].
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), *niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus)* kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat“. (QS. Hud: 3)
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah) *niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka*. (HR. Abu Daud, Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim)
Tergelincir, lupa, tidak sengaja, khilaf, salah, tempatnya dosa, itulah manusia.
Taubat itu bukan hanya untuk para pendosa saja tapi seluruh manusia, karena ia berawal dari sebuah kekhilafan, yakni kekhilafan sosok manusia pertama di dunia Adam ‘alaihi salam yang melakukan kekhilafan.
Maka sangat keliru bila ada manusia yang merasa tidak perlu bertaubat karena merasa sudah baik.
استغفر الله واتوب اليه
Lakukanlah ketaatan!
Pernahkah dirimu merasa terpaksa menjalankan ketaatan? Jangankan amalan sunnah, yang wajib pun merasa berat. Seolah-olah Allah memaksamu untuk melakukannya.
Tidak, Allah tidak pernah butuh amalanmu walau secuil pun. Sejatinya yang butuh amalan itu adalah dirimu sendiri. Allah tak pernah memaksamu untuk bersedekah, Allah tak pernah memaksamu sholat sunnah, Allah tak memaksamu puasa sunnah. Namun engkau lebih membutuhkan amalanmu, untuk duniamu dan juga akhiratmu.
BACA JUGA: Bagaimana Cara Bedakan Ujian dan Adzab?
Lihatlah perjalanan Nabi Yunus alaihissalam. Saat Allah Ta’ala berfirman,
فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ . فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ . لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
”Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam Keadaan tercela. *Kalau sekiranya dulu dia bukan termasuk orang-orang yang banyak bertasbih, Niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.*” (QS. As-Shaffat: 142 – 144).
Bertasbih dalam ayat ini maksudnya adalah *banyaknya ibadah dan amal shalih yang telah dia (Yunus ‘alaihi salam) lakukan sebelum dia dimakan ikan besar tersebut, dan juga tasbihnya saat dia berada di dalam perut ikan tersebut dengan mengucapkan لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ* (Tafsir Almuyassar)
Bisa jadi masalah demi masalahmu terurai karena ketaatan yang telah kau bangun sebelumnya*, maka bagaimana mungkin dirimu wahai diri merasa terpaksa melakukannya. Sementara engkau sangat membutuhkannya.
Wallahu a’lam. []