HARI ini banyak orang yang bingung mencari kebenaran dan menentukan sikap untuk mengikuti golongan mana yang murni mengikuti Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Semua mengaku mengikuti Sunnah yang disebutkan dalam hadits adalah jamaah. Apa makna jamaah sebenarnya?
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka, dan 1 golongan di surga. Merekalah Al Jama’ah” (HR. Abu Daud 4597, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
Siapakah jama’ah yang dimaksud dalam hadits tersebut?
Secara bahasa, makna Al Jama’ah adalah:
الجماعة هي الاجتماع ، وضدها الفرقة ، وإن كان لفظ الجماعة قد صار اسما لنفس القوم المجتمعين
“Al Jama’ah artinya perkumpulan, lawan dari kekelompokan. Walau terkadang Al Jama’ah juga artinya sebuah kaum dimana orang-orang berkumpul” (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah, 3/157)
Namun dalam terminologi syar’i, para ulama menjabarkan banyak definisi sesuai dengan banyaknya hadits yang memuat istilah tersebut.
Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu’anhu, menafsirkan istilah Al Jama’ah:
الجماعة ما وافق الحق وإن كنت وحدك
“Al Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan kebenaran walaupun engkau sendiri”
Dalam riwayat lain:
وَيحك أَن جُمْهُور النَّاس فارقوا الْجَمَاعَة وَأَن الْجَمَاعَة مَا وَافق طَاعَة الله تَعَالَى
“Ketahuilah, sesungguhnya kebanyakan manusia telah keluar dari Al Jama’ah. Dan Al Jama’ah itu adalah yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala” (Dinukil dari Ighatsatul Lahfan Min Mashayid Asy Syaithan, 1/70)
BACA JUGA: 10 Hikmah Shalat Berjamaah di Masjid
Ibnu Hajar Al Asqalani (wafat 852H) menukil penjelasan Imam Ath Thabari (wafat 310H) menjabarkan makna-makna dari Al Jama’ah:
قَالَ الطَّبَرِيُّ اخْتُلِفَ فِي هَذَا الْأَمْرِ وَفِي الْجَمَاعَةِ فَقَالَ قَوْمٌ هُوَ لِلْوُجُوبِ وَالْجَمَاعَةُ السَّوَادُ الْأَعْظَمُ ثُمَّ سَاقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَصَّى مَنْ سَأَلَهُ لَمَّا قُتِلَ عُثْمَانُ عَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُنْ لِيَجْمَعَ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ عَلَى ضَلَالَةٍ وَقَالَ قَوْمٌ الْمُرَادُ بِالْجَمَاعَةِ الصَّحَابَةُ دُونَ مَنْ بَعْدَهُمْ وَقَالَ قَوْمٌ الْمُرَادُ بِهِمْ أَهْلُ الْعِلْمِ لِأَنَّ اللَّهَ جَعَلَهُمْ حُجَّةً عَلَى الْخَلْقِ وَالنَّاسُ تَبَعٌ لَهُمْ فِي أَمْرِ الدِّينِ قَالَ الطَّبَرِيُّ وَالصَّوَابُ أَنَّ الْمُرَادَ مِنَ الْخَبَرِ لُزُومُ الْجَمَاعَةِ الَّذِينَ فِي طَاعَةِ مَنِ اجْتَمَعُوا عَلَى تَأْمِيرِهِ فَمَنْ نَكَثَ بَيْعَتَهُ خَرَجَ عَنِ الْجَمَاعَةِ
“Ath Thabari berkata, permasalahan ini (wajibnya berpegang pada Al Jama’ah) dan makna Al Jama’ah, diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama berpendapat hukumnya wajib. Dan makna Al Jama’ah adalah:
1. As sawadul a’zham. Kemudian Ath Thabari berdalil dengan riwayat Muhammad bin Sirin dari Abu Mas’ud bahwa beliau berwasiat kepada orang yang bertanya kepadanya ketika Utsman bin ‘Affan terbunuh, Abu Mas’ud menjawab: “hendaknya engkau berpegang pada Al Jama’ah karena Allah tidak akan membiarkan umat Muhammad bersatu dalam kesesatan“.
2. Sebagian ulama berpendapat maknanya adalah para sahabat, tidak termasuk orang setelah mereka.
3. Sebagian ulama berpendapat maknanya adalah para ulama. Karena Allah telah menjadikan mereka hujjah bagi para hamba. Para hamba meneladani mereka dalam perkara agama.
Ath Thabari lalu berkata, yang benar, makna Al Jama’ah dalam hadits-hadits perintah berpegang pada Al Jama’ah adalah orang-orang yang berada dalam ketaatan, mereka berkumpul dalam kepemimpinan. Barangsiapa yang mengingkari baiat terhadap pemimpinnya (baca: merasa tidak berkewajiban untuk mentaati pemimpin sah kaum muslimin, ed), maka ia telah keluar dari Al Jama’ah” (Fathul Baari, 13/37)
Imam Asy Syathibi (wafat 790H) juga merinci makna-makna dari Al Jama’ah:
“Para ulama berbeda pendapat mengenai makna Al Jama’ah yang ada dalam hadits-hadits dalam beberapa pendapat:
1. As sawadul a’zham dari umat Islam. Termasuk dalam makna ini para imam mujtahid, para ulama, serta ahli syariah yang mengamalkan ilmunya. Adapun selain mereka juga dimasukkan dalam makna ini karena diasumsikan hanya mengikuti orang-orang tadi”
2. Para imam mujtahid. Dalam makna ini, tidak termasuk orang-orang yang bukan imam mujtahid karena mereka hakikatnya adalah ahli taqlid.
3. Para sahabat nabi saja. Makna ini sesuai dengan riwayat dari Nabi yang menafsirkan makna Al Jama’ah, yaitu:
ما أنا عليه وأصحابي
“Siapa saja yang berpegang padaku dan para sahabatku”
4. Umat Islam jika bersepakat dalam sebuah perkara (baca: ijma’). Maka wajib bagi orang-orang yang menyimpang untuk mengikuti mereka.
BACA JUGA: Shalat Berjamaah, Jumlah Minimal Berapa Orang?
Asy Syathibi lalu memberi catatan: “Makna ini sebenarnya kembali pada makna kedua (para imam mujtahid), dan berkonsekuensi sama seperti konsekuensi dari makna kedua. Atau kembali pada makna pertama, dan inilah yang lebih nampak. Dan secara makna pun, sama seperti makna pertama. Karena sudah pasti butuh peran para imam mujtahid di antara mereka barulah bisa terwujud umat tidak akan bersatu dalam kesesatan, bahkan merekalah golongan yang selamat”
Imam Asy Syathibi kemudian menyimpulkan:
قال الشاطبي : ” وحاصله أن الجماعة راجعة إلى الاجتماع على الإمام الموافق لكتاب الله والسنة ، وذلك ظاهر في أن الاجتماع على غير سنة خارج عن الجماعة المذكورة في الأحاديث المذكورة ؛
“Kesimpulannya, Al Jama’ah adalah bersatunya umat pada imam yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah. Dan jelas bahwa persatuan yang tidak sesuai sunnah tidak disebut Al Jama’ah yang disebut dalam hadits-hadits” (Al I’tisham 2/260-265, dinukil dari Fatwa Lajnah Ad Daimah 76/276)
Jika kita telah memahami penjelasan para ulama mengenai makna Al Jama’ah, walaupun definisi mereka berbeda, namun pokok maknanya sama. Bahwa yang dimaksud dengan Al Jama’ah adalah umat Islam yang berkumpul bersama imam mujtahid dan para ulama mereka yang senantiasa meneladani ajaran Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan pemahaman para sahabat Nabi dan mereka berbaiat pada penguasa muslim yang sah serta tidak memberontak kepadanya.
Semoga kita termasuk kepada golongan yang selamat yakni jama’ah yang senantiasa istiqomah mengikuti Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam hingga akhir zaman. Wallahu a’lam. []