KETIKA sang suami menolak untuk memberi nafkah pada sang isteri, ada hukumnya nih. Ga bisa dong sang suami lari dari tanggung jawab begitu saja. Mana tanggung jawab dia sebagai suami? Untuk para isteri ga usah khawatir. Karena ada hukum yang masih berdiri tegak untuk kita para isteri yang tertindas oleh suami.
Apabila nafkah wajib atas suami untuk isterinya, kemudian ia memintanya, namun ia menolak untuk menyerahkannya kepadanya tanpa suatu alasan, maka isteri berhak untuk mengajukannya kepada hakim, supaya ia memaksanya untuk memberikan nafkah kepadanya, atau menyerahkan harga nafkah kepadanya, supaya ia menafkahi dirinya sendiri. Apabila suami mengikuti perintah, maka berhasillah yang dikehendaki.
BACA JUGA:Â Ketika Suami Menggantungkan Nafkah kepada Istri
Namun apabila ia tidak bersedia mengikuti perintahnya dan terus menerus menolak memberikan nafkah kepadanya, maka isteri berhak mengambil dari harta suaminya secara paksa berdasarkan perintah hakim, baik dengan sepengetahuan suami atau tidak, sesuai dengan jumlah yang wajib daripada nafkah untuknya.
Apabila suami menolak untuk memberikan nafkah kepada isterinya, karena ketidak-mampuannya, maka hakim memerintahkan isteri untuk mengambil hutang atas nama suaminya, apabila ia tidak mempunyai harta. Apa yang dipinjam oleh isteri berupa nafkah selanjutnya menjadi kewajiban suami untuk membayarnya ketika ia telah mampu. Orang yang berkewajiban untuk memberikan nafkah isteri kalu sekiranya tidak ada suami seperti bapak, saudara dan anak berkewajiban untuk meminjaminya sesuai dengan jumlah nafkah. Apabila orang tersebut menolak, maka hakim memaksanya untuk itu dapat menahannya.
Apakah isteri orang yang tidak mampu berhak menuntut perceraian dengan alasan itu?
BACA JUGA:Â Ketahuilah, Nafkah Itu Bukan soal Urusan Perut Saja
Mazhab Hanafiyyah dan mazhab Syafi’iyyah dalam satu pendapat dari Al-Muzani, bahwa isteri tidak berhak menuntut perceraian karena ketidak-mampuan suami untuk memberi nafkah, sedangkan jumhur fuqaha, termasuk d dalamnya mazhab Syafi’iyyah dalam pendapat yang lebih nyata dari mazhab mereka, berpendapat bahwa ia berhak untuk menuntut perceraian, sebagaimana ia juga berhak untuk meminta izin meminjam, isteri diberi kesempatan untuk memilih salah satu dari keduanya.
Apabila isteri meminjamkan nafkah atas nama suaminya sesudah memperoleh izin untuk itu, maka pemberi pinjam meminta pengembalian hutang itu kepada suaminya ketika ia telah sanggup, atau memintanya kembali kepada isterinya dan isterinya meminta kembali kepada suaminya. []
Sumber: Hukum-hukum Wanita dalam Fiqih Islam/Karya: Dr. Ahmad Al-Haji Al-Kurdi /Penerbit: Dina Utama Semarang