• Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
Senin, 1 Maret 2021
No Result
View All Result
NEWSLETTER
Islampos
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Muslimtrip
  • Muslimbiz
  • Beginner
  • Syiar
  • Keluarga
  • Dari Anda
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Muslimtrip
  • Muslimbiz
  • Beginner
  • Syiar
  • Keluarga
  • Dari Anda
No Result
View All Result
Islampos
No Result
View All Result

Haji atau Umroh dalam Keadaan Haid, Dilarang?

Redaktur Eppi Permana Sari
4 tahun ago
in Dunia Wanita
Reading Time: 3min read
0
Ini Kenapa Kuota Haji di Provinsi Jabar Paling Banyak se-Indonesia

Foto: Cendekia

TIDAK bisa dipungkiri bahwa wanita setiap bulannya selalu didatangi oleh tamu bulanan (Haid), seorang wanita tidak bisa mencegahnya ataupun menundanya.

Lalu bagaimana dengan seorang wanita yang hendak ibadah haji atau umroh akan tetapi  dalam keadaan haid?

Wanita yang sedang haid, baik utuk haji maupun umrah hukumnya sah dan dibolehkan. Yang perlu dilakukan, ketika wanita haid sampai di miqat, hendaknya mandi dan istitsfar, kemudian memulai ihram.

Yang dimaksud istitsfar adalah menggunakan pembalut lebih rapat, sehingga dipastikan tidak ada darah yang merembet keluar ke celana.

Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma menceritakan kejadian yang dialami Asma’ bintu Umais, istrinya Abu Bakr as-Shiddiq radhiyallahu anhuma, pada saat rombongan haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Dzulhulaifah (Bir Ali).

Jabir menceritakan,

“Ketika kami sampai di Dzulhulaifah, Asma bintu Umais melahirkan Muhammad bin Abu Bakr. Kemudian beliau menyuruh orang untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ‘Apa yang harus saya lakukan?’ jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Mandilah dan lakukanlah istitsfar dengan kain, dan mulailah ihram,” (HR. Muslim 3009, Nasai 293 dan yang lainnya).

Meskipun hadis Asma’ bintu Umais terkait orang nifas, namun ini berlaku untuk wanita haid, karena hukumnya sama dengan sepakat ulama.

Dalil lain bolehnya ihram dalam kondisi haid adalah peristiwa yang dialami A’isyah radhiyallahu ‘anha. Beliau menceritakan perjalanan hajinya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Kami berangkat dengan niat haji. Ketika sampai di daerah Saraf, aku mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku sedang menangis.”

“Kamu kenapa? Apa kamu haid?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Benar.” Jawab A’isyah.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Loading...

Haid adalah kondisi yang Allah takdirkan untuk putri Adam. Lakukan seperti yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di ka’bah. (HR. Bukhari 294 & Muslim 2976).

Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan,

A’isyah pun melakukannya, beliau melaksanakan semua aktivitas orang haji. Hingga ketika beliau telah suci, bliau thawaf di ka’bah dan sa’i antara shafa dan marwah. (HR. Muslim 2996).

Ini menunjukkan bahwa wanita yang mengalami haid ketika umrah dan belum melakukan thawaf, maka dia boleh melakukan kegiatan apapun, selain thawaf, sa’i dan masuk masjidil haram. Dia menunggu sampai suci dan mandi haid. Setelah itu, baru dia thawaf dan sa’i.

Karena thawaf tidak boleh dilakukan dalam kondisi hadats, menurut pendapat jumhur ulama.

Ibnu Qudamah menyebutkan,

Suci dari hadats, dan najis serta memakai pakaian adalah syarat sah thawaf menurut pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad. Dan ini pendapat Malik dan as-Syafi’i. (al-Mughni, 3/397)

Jika ternyata haid tidak berhenti sampai batas akhir dia di mekah, apa yang harus dilakukan?

Para ulama memberikan rincian,

[1] Jika memungkinkan baginya untuk kembali ke Mekah setelah suci, maka dia tetap ihram, lalu pulang. Dan setelah suci, dia kembali lagi ke Mekah untuk thawaf dan sa’i. Ini berlaku untuk mereka yang tinggal tidak jauh dari Mekah.

[2] Jika tidak memungkinkan baginya untuk kembali ke Mekah, seperti jamaah umrah Indonesia, maka dia bisa thawaf dan sa’i sebelum meninggalkan Mekah, meskipun dalam kondisi haid.

Alasannya,

Pertama, kaidah dalam islam, Allah perintahkan agar kita bertaqwa kepada-Nya semampunya,

Allah berfirman,

“Bertaqwalah kepada Allah semampu kalian,” (QS. at-Taghabun: 16)

Kedua, tidak membebani hamba-Nya melebihi kemampuannya. Sehingga ada aturan yang melebihi kemampuan manusia, dia bisa terpaksa tidak sejalan dengannya. Allah berfirman,

“Allah tidak membebani jiwa melebihi kemampuannya.” (QS. al-Baqarah: 286).

Ketiga, bahwa semua syarat dan rukun dalam ibadah, tergantung pada kemampuan. Ketika ada yang tidak mampu dilakukan, maka dia melakukan penggantinya, jika ada syariat penggantinya (badal). Seperti tayamum sebagai pengganti wudhu. Dan jika tidak ada badalnya, maka gugur tanggung jawab itu.

Sementara suci dari haid adalah syarat sah thawaf. Sehingga ketika ini tidak bisa dihilangkan karena tidak berhenti, maka gugur tanggung jawab dia menunggu suci haid.

Ketika Ibnul Qoyim menjelaskan kaidah ini, beliau mengatakan,

Dalam kasus ini tidak ada yang menyalahi kaidah syariat. bahkan sejalan dengan kaidah syariat. Karena hakekat yang terjadi, gugurnya kewajiban atau gugurnya syarat ketika tidak mampu. Dan dalam syariat, tidak kewajiban yang tidak mampu dikerjakan dan tidak ada larangan melanggar yang haram dalam kondisi darurat. (I’lam al-Muwaqqi’in, 3/20). Demikian, Allahu a’lam smoga bermnfaat . []

Sumber: Konsultasisyariah

 

Tags: hajiumrohWanita Haid
Eppi Permana Sari

Eppi Permana Sari

Related Posts

Biar Tak Mubazir, Ini 5 Tips Manfaatkan Hijab Tak Terpakai

Bagaimana Bentuk Jilbab yang Sesuai Syariat Islam?

28 Februari 2021
Semua Tentang Belajar dan Membenahi Diri

Tips Mengecilkan Pipi Chubby secara Alami

27 Februari 2021
Tidak Semua yang Haram itu Najis (Bagian-1)

Kenali Penyebab Kulit Wajah Mengelupas dan Cara Mengatasinya

28 Februari 2021
Haid Terlalu Lama, Mengapa?

Mau Promil, Kenali 4 Siklus Menstruasi Ini

25 Februari 2021
Buka Lagi
Selanjutnya
Janji Menikahi, Tapi Tak Ditepati, Bagaimana?

Istri Minta Cerai karena 'Mr. eks' Kembali

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisements

Terbaru

Kecerdasan Aisyah
Sirah

Sifat Perempuan Paling Utama Menurut Aisyah binti Abu Bakar

Redaktur Yudi
4 jam ago
Belanja untuk Menyenangkan Diri Sendiri
Uncategorized

Belanja untuk Menyenangkan Diri Sendiri

Redaktur Laras Setiani
4 jam ago
Jika Menjatuhkan Mushaf Alquran, Harus Bagaimana?
Miracle of Quran

Ayat-Ayat Hukum dalam Alquran, Ada Berapa?

Redaktur Eneng Susanti
4 jam ago
Hukum Mengambil Upah Mengajar Alquran
Ramadhan

Keutamaan Tadarus Alquran di Bulan Ramadhan

Redaktur Yudi
5 jam ago

On Facebook

Navigasi

  • Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi

About Us

Membuka, menginspirasi, free to share

  • Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi

© 2019 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Ramadan
    • Tanya Jawab Ramadhan
    • Tsaqofah Ramadhan
    • Video Ramadhan
    • Fiqh Ramadan
    • Kesehatan Ramadhan
    • Kultum Ramadhan
  • Muslimbiz
  • Muslimtrip
  • Beginner
  • Keluarga
  • Sirah
  • Syiar
  • Muslimah
  • Dari Anda
  • Donasi

© 2019 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Add Islampos to your Homescreen!

Add