• Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
Sabtu, 27 Februari 2021
No Result
View All Result
NEWSLETTER
Islampos
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Muslimtrip
  • Muslimbiz
  • Beginner
  • Syiar
  • Keluarga
  • Dari Anda
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Muslimtrip
  • Muslimbiz
  • Beginner
  • Syiar
  • Keluarga
  • Dari Anda
No Result
View All Result
Islampos
No Result
View All Result

Antara Fatwa dan Hukum Positif

Redaktur Eva F Hasan
4 tahun ago
in Tahukah Anda
Reading Time: 3min read
0
Antara Fatwa dan Hukum Positif

Ilustrasi. Foto: Pintar Hukum

AKHIR-akhir ini telinga kita akrab dengan istilah Fatwa. Fatwa menjadi buah bibir menjelang akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017. Dalam kamus bahasa Indonesia fatwa memiliki arti keputusan, pendapat yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah.

Sebelumnya kita mengetahui, fatwa adalah produk hukum yang dikeluarkan oleh MUI. Namun ternyata, Mahkamah Agung pun juga bisa mengeluarkan fatwa atas permintaan lembaga negra.

Pasal 79 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (terakhir diubah dengan UU No. 3 Tahun 2009) menegaskan MA dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dengan UU tersebut. Fatwa MA berisi pendapat hukum MA atas sesuatu masalah, yang diberikan atas permintaan lembaga negara.

Dalam ‘Kamus Hukum’ karya Sudarsono (2009: 127), fatwa diartikan sebagai pendapat atau keputusan dari alim ulama atau ahli hukum Islam. Buku Kamus Hukum karya Charlie Rudyat (tanpa tahun: 177), fatwa diartikan sebagai nasehat, petunjuk, atau keputusan yang disampaikan oleh ahli hukum Islam; jawaban terhadap satu pertanyaan yang diajukan pada seorang ahli di bidangnya yang tidak begitu jelas hukumnya. Dalam Kamus Hukum karya Yan Pramadya Puspa (2008: 241), fatwa disebut juga advice karena ia merupakan nasehat, petunjuk atau keputusan yang disampaikan oleh ahli hukum Islam.

Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin, dalam makalahnya “Proses Pembentukan dan Dikeluarkannya Fatwa MUI” (2017), menuliskan fatwa merupakan jawaban terhadap problem dan permasalahan yang dihadapi oleh ummat Islam yang semakin hari semakin bertambah kompleks dan beragam. Fatwa merupakan ‘jalan keluar yang memberikan jawaban keagamaan terhadap permasalahan yang muncul’.

Dengan demikian, istilah fatwa ada dalam hukum positif Indonesia sesuai dengan konteksnya. Bahkan fatwa dijadikan sebagai bagian dari konsiderans peraturan perundang-undangan nasional, seperti dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Hukum Positif

Hukum dalam arti luas tak hanya soal perundang undangan, tetapi juga bisa berupa kebiasaan. Bahkan dalam konteks kaidah sosial yang berlaku dalam masyarakat, dikenal kaidah hukum, kaidah agama, kaidah kesusilaan, dan kaidah kesopanan. (Baca juga: Arti Ius Constitutum dan Ius Constituendum).

Bagir Manan, dalam bukunya ‘Hukum Positif Indonesia (Satu Kajian Teoritik)’, edisi 2004, mengartikan hukum positif (Indonesia) sebagai ‘kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia (hal. 1).

Pengertian ini menekankan frasa ‘pada saat ini sedang berlaku’. Secara keilmuan (rechtwetenschap), pengertian hukum positif diperluas kepada hukum yang pernah berlaku di masa lalu. Secara keilmuan, hukum positif itu memasukkan unsur ‘berlaku pada waktu tertentu dan tempat tertentu’.

Dalam konteks yang lebih sempit Bagir Manan mengartikan hukum positif sebagai hukum yang sedang berlaku atau sedang berjalan, tidak termasuk hukum di masa lalu. Mantan Ketua Mahkamah Agung itu menyimpulkan unsur-unsur hukum positif Indonesia, yakni: (1) pada saat ini sedang berlaku; (2) mengikat secara umum atau khusus; (3) ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan; (4) berlaku dan ditegakkan di Indonesia.

Jika hukum keagamaan dianggap sebagai hukum positif artinya hukum dari agama yang diakui menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atau berdasarkan suatu kebijakan Pemerintah yang mengakui semua sistem keyakinan atau sistem kepercayaan yang oleh pengikutnya dipandang sebagai agama.

Setidaknya, menurut Bagir Manan (2004: 32-33), ada tiga cara menyatakan hukum agama menjadi hukum positif. Pertama, mengakui bahwa hubungan atau peristiwa hukum tertentu berlaku hukum agama. Misalnya, pernyataan bahwa perkawinan sah jika dilakukan menurut agamanya masing-masing (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

Kedua, memasukkan atau mentransformasikan asas dan ketentuan agama tertentu ke dalam ketentuan undang-undang. Misalnya, dalam UU Kesejahteraan Anak disebutkan pengangkatan anak tidak memutuskan nasab (hubungan darah dari orang tuanya).

Loading...

Ketiga, membiarkan hukum agama tertentu berlaku sebagai hukum positif. Misalnya, ketentuan dalam perbankan syariah (UU No. 21 Tahun 2008), atau pada tingkat lokal ada beragam qanun di Aceh. (Baca juga: Pluralisme Hukum di Aceh).

Bahkan menurut Bagir, positivisasi hukum agama bisa juga terjadi karena putusan hakim. Hakim Bismar Siregar, misalnya, dikenal sebagai hakim yang sering mengutip ajaran-ajaran agama para pihak yang bersengketa, dan memuatnya dalam putusan. []

Sumber: hukumonline

 

 

Tags: FatwaHukum
Eva F Hasan

Eva F Hasan

Related Posts

tidak ucapkan salam saat nama rasulullah disebut

Ini Ternyata Hal-hal yang Disukai oleh Rasulullah

25 Februari 2021
Ini 5 Negara Tak Bertuhan

Banyak Kasus Bunuh Diri dan Rakyatnya Enggan Menikah, Jepang di Ambang Kepunahan

25 Februari 2021
Review Makanan, Perhatikan Adabnya!

Review Makanan, Perhatikan Adabnya!

25 Februari 2021

Pantaskah Mencela Hijab Saat Pemakainya Berprilaku Buruk?

24 Februari 2021
Buka Lagi
Selanjutnya
90 Persen Air di Gaza Tak Layak Minum

90 Persen Air di Gaza Tak Layak Minum

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisements

Terbaru

Muslimah Berobat pada Dokter Pria, Bagaimana?
Ibrah

Kenapa Dokter Itu Begitu Sombong?

Redaktur Dini Koswarini
24 menit ago
Ketika Abu Thalhah Wakafkan Kebun yang Dicintainya
Ibrah

Ketika Abu Thalhah Wakafkan Kebun yang Dicintainya

Redaktur Sodikin
55 menit ago
Sudah Kenal Pahlawan Muslim Berjuluk Alp Arslan? Ini Kisahnya (2-Habis)
Sejarah

Ini 11 Senjata Perang yang Digunakan Muslim di Masa Lampau

Redaktur Eneng Susanti
2 jam ago
3 Cara Kelola Ekonomi Rumah Tangga dalam Islam
Ekonomi

Pelaksanaan Ekonomi di Zaman Rasulullah ﷺ

Redaktur Yudi
2 jam ago

On Facebook

Navigasi

  • Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi

About Us

Membuka, menginspirasi, free to share

  • Home
  • Copyright
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi

© 2019 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Dunia
    • Nasional
    • Palestina
  • Ramadan
    • Tanya Jawab Ramadhan
    • Tsaqofah Ramadhan
    • Video Ramadhan
    • Fiqh Ramadan
    • Kesehatan Ramadhan
    • Kultum Ramadhan
  • Muslimbiz
  • Muslimtrip
  • Beginner
  • Keluarga
  • Sirah
  • Syiar
  • Muslimah
  • Dari Anda
  • Donasi

© 2019 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Add Islampos to your Homescreen!

Add