Pengirim:
Beyna Bestari Alya Putri Baehaqi, M. Yazid, Leony Alivia Najwa
Mahasiswi Teknik Lingkungan – Universitas Pelita Bangsa
Karawang – Jawa Barat
SEBELUM diangkat menjadi Nabi, Muhammad telah dikenal luas sebagai seorang pedagang sukses yang berintegritas tinggi. Beliau berdagang hingga ke Syam dengan membawa barang dagangan Sayyidah Khadijah, yang kemudian menjadi istri beliau. Namun yang menjadikan Rasulullah berbeda bukan sekadar kesuksesan finansial, melainkan akhlaknya yang luhur: jujur, amanah, dan adil.
Di era modern yang penuh dengan persaingan ketat dan praktik bisnis yang seringkali jauh dari etika, prinsip-prinsip bisnis Rasulullah menjadi sangat relevan dan layak dijadikan teladan oleh para pelaku usaha Muslim. Berikut lima prinsip emas yang dapat dijadikan pedoman bagi kita:
1. Kejujuran adalah Modal Utama
Kejujuran adalah nilai paling mencolok dalam karakter bisnis Rasulullah. Beliau dikenal sebagai Al-Amin (yang terpercaya), bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi. Dalam berdagang, beliau tidak pernah menyembunyikan kekurangan barang, tidak memanipulasi harga, dan tidak melebih-lebihkan kualitas demi keuntungan.
Dalil Hadist:
“Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi, no. 1209)
Fatwa DSN-MUI:
Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah mewajibkan penjual untuk transparan terhadap harga dan kondisi barang.
BACA JUGA: Ide Bisnis yang Dilakukan di Tahun 2025, Apa Saja?
Kejujuran bukan hanya membawa berkah, tetapi juga membangun kepercayaan jangka panjang dengan konsumen dan mitra usaha.
2. Mengutamakan Etika, Bukan Cuan
Rasulullah tidak pernah menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama. Beliau selalu menempatkan akhlak dan etika sebagai landasan setiap transaksi. Dalam Islam, bisnis bukan hanya soal mencari laba, tetapi juga soal tanggung jawab sosial dan moral.
Dalil Al-Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…”
(QS. An-Nisa: 29)
Rujukan Buku:
Antonio, M. Syafi’i. Etika Bisnis Islam. Salemba Empat (2010).
Dengan mengutamakan etika, pelaku bisnis tidak hanya mendapatkan keuntungan materi, tetapi juga mendapatkan keberkahan.
3. Transparansi dalam Jual Beli
Dalam setiap transaksi, Rasulullah selalu jujur tentang kualitas barang. Beliau tidak menyembunyikan cacat produk dan tidak menggunakan tipu daya untuk menjual lebih banyak.
Hadis Shahih:
“Barang siapa menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim, no. 102)
Fatwa DSN-MUI:
Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Mudharabah menekankan keharusan adanya kejujuran dan transparansi antara pemilik modal dan pelaksana usaha.
Transparansi adalah bentuk tanggung jawab moral kepada pelanggan. Hal ini juga membantu mencegah sengketa dan menjaga keberlanjutan usaha.
4. Menjauhi Riba dan Praktik Haram
Islam dengan tegas melarang riba, penipuan, dan segala bentuk ketidakadilan dalam transaksi. Rasulullah sangat keras dalam menolak praktik yang merugikan salah satu pihak, baik secara ekonomi maupun moral.
Dalil Al-Qur’an:
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Hadis:
“Allah melaknat pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya, dan kedua saksinya.” (HR. Muslim, no. 1598)
Fatwa DSN-MUI:
Hampir seluruh fatwa DSN-MUI — termasuk murabahah, ijarah, mudharabah, musyarakah, dan salam — dibuat untuk menghindari riba dan praktik batil seperti gharar (ketidakjelasan) dan maysir (spekulasi).
Menjauhi riba dan praktik haram menjadikan bisnis lebih adil dan menjaga keberlanjutan ekonomi umat.
5. Menjaga Silaturahmi dan Kepercayaan
Rasulullah tidak memandang pelanggan hanya sebagai objek transaksi, tetapi sebagai sesama manusia yang layak dihormati. Beliau menjaga hubungan baik, tidak memaksa, dan berusaha memberikan manfaat lebih. Bisnis dijadikan sarana dakwah, bukan sekadar mencari uang.
Dalil Al-Qur’an:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 7)
Rujukan Buku:
Yusuf al-Qaradawi. Etika Ekonomi Islam. Pustaka Al-Kautsar.
Dengan menjaga silaturahmi, pebisnis bisa memperluas jaringan, menumbuhkan loyalitas, dan membangun reputasi baik yang langgeng.
BACA JUGA: Menelisik Model Bisnis Pisang, Sang Tanaman Surga
Kesimpulan: Bisnis Bernilai Ibadah
Bisnis dalam Islam bukan semata-mata aktivitas duniawi, tetapi bisa menjadi jalan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah telah memberikan teladan nyata bagaimana berdagang dengan adil, jujur, dan penuh berkah.
Kelima prinsip di atas—jujur, etis, transparan, bebas riba, dan berorientasi ukhuwah—adalah fondasi bisnis Islami yang harus dijaga. Bagi pebisnis Muslim, meneladani Rasulullah adalah kunci sukses dunia-akhirat. []
Sumber:
Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah mewajibkan penjual untuk transparan terhadap harga dan kondisi barang.
Antonio, M. Syafi’i. Etika Bisnis Islam. Salemba Empat (2010).
Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Mudharabah menekankan keharusan adanya kejujuran dan transparansi antara pemilik modal dan pelaksana usaha.
Yusuf al-Qaradawi. Etika Ekonomi Islam. Pustaka Al-Kautsar.
____
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter. Sertakan foto diri, Kartu Tanda Identitas (KTP/KTP/SIM), akun media sosial (IG, Facebook, atau Tiktok), dan imel.














