DALAM perjalanan spiritual umat Islam, doa bukan sekadar permintaan. Ia adalah ungkapan kepasrahan, pengakuan akan kelemahan diri, dan ikatan mesra antara hamba dan Rabb-nya. Tidak mengherankan jika para salafus shalih—generasi awal umat Islam yang saleh dan penuh ilmu—memperhatikan doa dengan penuh kesungguhan. Mereka tidak hanya menjaga isi doa, tapi juga memilih waktu terbaik untuk melantunkannya.
Mengapa? Karena ada waktu-waktu istimewa di mana pintu langit terbuka lebar dan Allah menjanjikan keistimewaan bagi hamba-hamba-Nya yang berdoa.
1. Sepertiga Malam Terakhir: Saat Allah Turun ke Langit Dunia
Para salafus shalih dikenal sebagai ahli qiyamul lail. Mereka menghidupkan malam dengan shalat dan doa. Mereka tahu bahwa sepertiga malam terakhir adalah momen paling agung untuk bermunajat.
BACA JUGA: Pentingnya Tahu Waktu-Waktu Mustajab dalam Berdoa
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam, ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan kabulkan; siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan beri; siapa yang memohon ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Bagi para salaf, momen ini bukan hanya waktu mustajab, tapi juga saat untuk mendekatkan diri kepada Allah secara ruhani.
2. Antara Adzan dan Iqamah: Saat Hati Tertambat pada Allah
Salah satu waktu yang seringkali luput dari perhatian adalah saat antara adzan dan iqamah. Waktu ini sangat dicintai para salaf karena dijanjikan tidak tertolak.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Doa di antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Karena itu, para salaf menyempatkan diri berdoa setelah mendengar adzan, memanfaatkan jeda sebelum iqamah sebagai kesempatan emas untuk mengajukan permintaan kepada Allah.
3. Hari Jum’at: Saat Keberkahan Mengalir Deras
Hari Jumat disebut sebagai sayyidul ayyam—penghulu segala hari. Di dalamnya terdapat waktu yang sangat mustajab, meskipun tidak disebutkan secara pasti kapan tepatnya. Namun sebagian besar ulama berpendapat bahwa waktu mustajab itu adalah antara waktu ashar hingga maghrib.
Ibnu Qayyim rahimahullah menukil dari para salaf bahwa mereka menghidupkan sore Jumat dengan penuh kekhusyukan. Mereka tidak menyibukkan diri dengan dunia, melainkan duduk tenang, membaca Al-Qur’an, dan berdoa penuh harap.
4. Saat Berpuasa dan Menjelang Berbuka
Doa orang yang berpuasa termasuk dalam golongan yang mustajab. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tiga orang yang doanya tidak tertolak: orang yang berpuasa hingga ia berbuka, pemimpin yang adil, dan orang yang terzalimi.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Para salaf sering menyimpan permohonan terpenting mereka hingga mendekati waktu berbuka. Di saat lapar dan haus memuncak, hati pun berada pada puncak kelembutan. Saat itulah mereka bermunajat dengan penuh keikhlasan.
5. Ketika Sujud: Titik Terdekat antara Hamba dan Rabb-nya
Sujud adalah posisi paling rendah dari tubuh manusia, tapi justru menjadi posisi paling dekat dengan Allah. Para salaf sering memperlama sujud mereka karena sadar, di situlah tempat terbaik untuk menyampaikan harapan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Keadaan paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa di dalamnya.” (HR. Muslim)
Para imam besar seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad dikenal memperlama sujud dalam tahajjud, bukan sekadar karena taat, tetapi karena rindu pada Rabb mereka.
6. Saat Turunnya Hujan dan di Tengah Malam
Doa saat hujan turun adalah waktu langka yang sangat disukai para salaf. Mereka menganggap tetesan hujan sebagai rahmat yang membawa barokah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Dua doa yang tidak tertolak: doa saat adzan dan doa ketika hujan.” (HR. Abu Dawud)
Begitu pula saat malam gelap, ketika manusia banyak yang lalai dan tidur, para salaf bangkit, menangis dalam kesunyian, dan mengetuk pintu langit dengan doa-doa rahasia mereka.
7. Saat Sedih, Sakit, dan Tertimpa Musibah
Para salaf tidak hanya berdoa di waktu-waktu lapang. Justru dalam kesempitan, doa mereka semakin tulus dan kuat. Doa saat tertimpa musibah, menurut mereka, lebih besar peluangnya untuk dikabulkan, karena hati berada dalam kondisi yang paling membutuhkan Allah.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Sesungguhnya Allah mengetahui isi hati yang hancur, dan tidak akan menolak doa dari hati yang benar-benar tunduk.”
BACA JUGA: Doa yang Teraniaya Mustajab, Orang Kafir Juga?
Meneladani Para Salaf dalam Doa
Para salafus shalih bukan sekadar tahu kapan waktu terbaik berdoa, tapi juga menjaga adab dan kekhusyukan saat berdoa. Mereka:
-
Bersuci sebelum berdoa,
-
Menghadap kiblat,
-
Memulai dengan pujian kepada Allah dan salawat kepada Nabi,
-
Mengangkat tangan dengan rendah hati,
-
Menangis dalam doa, bukan karena sedih, tapi karena rindu.
Mereka tidak tergesa-gesa ingin dikabulkan, karena bagi mereka, berdoa adalah kenikmatan itu sendiri.
Kunci dari Langit
Waktu-waktu mustajab adalah hadiah dari Allah. Mereka adalah momen ketika langit terbuka, ketika doa menembus batas, dan ketika hati yang lembut mampu mengetuk pintu rahmat-Nya. Para salafus shalih telah menunjukkan jalannya—tinggal kita yang memilih: mau sekadar tahu, atau ikut meneladani?
Karena pada akhirnya, sebagaimana firman Allah:
“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan.” (QS. Ghafir: 60) []