SECARA syar’i tidak masalah apabila seorang wanita melamar laki-laki. Hal ini seperti yang diriwayatkan dalam Hadis Riwayat Ibnu Majah, “Dari Tsabit, ia berkata, ‘Kami duduk bersama dengan Anas bin Malik yang di sebelahnya ada seorang anak wanitanya.
Kemudian Anas berkata,”Datanglah seorang wanita kepada Rasulullah, kemudian wanita itu menawarkan dirinya kepada beliau, lalu wanita itu berkata, ‘Wahai Rasulullah maukah tuan mengambil diriku?’ Lalu anak wanita Anas berkata, ‘Betapa tidak malunya wanita itu!’ Kemudian Anas menjawab, ‘Wanita itu lebih baik daripada kamu. Ia menginginkan Rasulullah karena itu ia menawarkan dirinya kepada beliau.”
Dalam kehidupan sekarang, banyak wanita yang rela menunggu sekian tahun hanya untuk dilamar pacarnya. Padahal selama waktu itu, ia telah melanggar perintah Allah melalui hubungan cinta atas nama pacaran. Ironisnya, ia menikmati hal itu dan menganggap menunggu sekian tahun asal statusnya masih berpacaran tidak masalah.
Saatnya membebaskan diri dari pesakitan tunggu. Menanti sekian tahun itu sudah lebih daripada cukup untuk memiliki alasan bersikap tegas. Katakanlah, “Jika dirimu sebagai laki-laki tidak berani melamarku, maka biarkan diriku sebagai wanita yang melamarmu!”
Laki-laki jangan dibiarkan menjajah hatimu dengan cinta yang belum halal. Ia akan asyik dengan dunianya sendiri. Sebab dirimu sudah dalam kendalinya dengan tidak menuntut. Akibatnya, jangan salahkan keadaan apabila suatu ketika laki-laki yang dirimu cintai berpindah ke lain hati karena sudah bosan. Nyatanya belum ada ikatan, jadi masih dimungkinkan meninggalkanmu tanpa beban.
Sebelum hal itu terjadi, bertindaklah. Lagipula kalau laki-lakimu terkejut dan berkata tindakanmu yang ingin melamarnya itu tidak mungkin, nyatanya dalam hukum agama dimungkinkan.
Justru yang tidak mungkin itu terus bertahan dalam penantian, sedangkan hatimu didera kesakitan. Bukan hanya beban moral dan mental, tetapi juga pacaran menjadi beban berdamai dengan diri sendiri terkait spiritual.
Percayalah, rasa malu terhadap anggapan ‘keanehanmu melamar laki-laki’, tidak sebanding dengan rasa malumu kepada Allah saat ditunjukkan catatan dosamu karena sekian tahun membiarkan diri terjebak dalam syahwat atas nama pacaran. []
Arief Siddiq Razaan, 03 Oktober 2015