Oleh: Ainul Ma’rifah, S.Si
ainulmarifah1453@gmail.com
“DON’T break the chain!” Jangan rusak rantainya!” adalah sebuah slogan dari metode motivasi yang sangat terkenal. Dalam metode ini, motivator memberikan arahan untuk menetapkan target harian atau mingguan. Para motivator selalu berkata “Kita harus punya target,” “Jangan tidur lebih dari 6 jam!” “Belajarlah bahasa baru!” “Baca satu buku tiap minggu!” “Jangan berhenti, terus berlari!” “Jangan menyerah dalam mimpimu!” “Jangan rusak rantainya!”
Kita dianjurkan untuk membuat kalender target dan setiap hari membuat rantai dengan tanda silang untuk setiap target yang telah tercapai. Kita selalu diarahkan untuk tidak boleh menyerah. “Kau tidak boleh merusak rantainya! Tapi, tahukah kita bahwa ada masalah di sini?
Konsep tentang membuat target dalam hidup, kemudian menyilang setiap target yang telah tercapai tiap harinya bukanlah pokok permasalahannya. Saya tidak menyangkal, sebagai manusia biasa saya juga memiliki kebiasaan seperti itu. Hal itu tidak ada salahnya. Tapi tahukah Anda bahwa mereka, para motivator tersebut tidak membicarakan hal penting dari konsep tersebut.
Tepat sekali, para motivator tersebut tidak memberikan informasi jika ada waktu yang berjalan mundur ketika kita terus menyilang target yang telah kita capai. Artinya setiap ada kesempatan kita mampu menyelesaikan target dan mencapainya, maka pasti ada waktu dari jatah hidup kita yang berkurang. Dan sayangnya, sebagian dari kita tidak menyadari waktu yang berjalan mundur itu. Kita disibukkan dengan hanya menyilang target hidup terus-menerus tanpa mengetahui bagaimana akhirnya.
Dan jika waktunya “game over” maka hilanglah semua target yang telah kita capai. Kemudian kita baru menyadari bahwa selama ini aktivitas menyilang target yang kita lakukan seperti menjumlahkan akan dalam tanda kurung besar dan harus mengalikannya dengan angka nol di akhir cerita.
Setelah menyadari hal itu mungkin kita akan kecewa karena semua usaha yang kita lakukan sia-sia karena angka nol di akhir pernjumlahan yang kita lakukan. Penyesalan mungkin akan datang dalam diri kita dan berkata, “Seandainya aku mengetahui bahwa ada angka nol di sana, mungkin aku bisa mengubahnya menjadi angka satu”. Hanya penyesalan yang bisa kita lakukan, dan tak mungkin bisa kita ubah.
Berdasarkan ilustrasi metode motivasi di atas bisa kita pahami bahwa kebanyakan dari kita hidup di dunia ini dengan segala target yang ingin dicapai hanyalah untuk eksistensi diri. Harus membaca buku tiap minggu, harus belajar bahasa asing tiap hari, harus bisa menaikkan omset atau gaji tiap bulannya dan semua target yang ingin kita capai. Tapi apakah itu hanya untuk eksistensi diri? Hanya untuk menjaga kehormatan hidup di dunia? Untuk apa semua itu, jika akhir dari semuanya harus dikalikan nol alias “kematian”?
Kematian akan menghapus segalanya. Orang yang belajar bahasa asing akan sama saja dengan orang yang tidak belajar bahasa asing. Orang yang membaca buku tiap minggu akan sama saja dengan orang yang tidak membaca buku tiap minggu. Orang yang bergaji besar akan sama saja dengan orang yang bergaji kecil.
Pertanyaan selanjutnya adalah, bisakah kita menghapus angka nol tersebut dan mengubahnya menjadi angka satu, sehingga keabadian akan bisa kita capai layaknya judul tulisan ini, “Run to be Eternal” ? Jawabannya sangat bisa, dan yang bisa mengubahnya hanyalah Sang Pencipta, Allah SWT.
Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Qashash ayat 88 yaitu, “Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” Artinya, semua usaha dan target hidupmu akan abadi jika niatnya hanyalah untuk Dia, karena hanya Dialah yang abadi. Bukankah kita menginginkan keabadian sepeti motivator katakan, “Jangan rusak rantainya”? Ya, rantai itu tidak akan pernah rusak selama semua target dan tujuan hidup kita adalah ridhoNya. Jadi, teruslah berlari, tapi berlari untuk menuju keabadian, “run, but run to be eternal.” Wallahua’lam bishowab. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.
Discussion about this post