MIE instan pertama yang saya kenal itu ******. Dibeli tahun 1984. Harganya, 125 perak. Kalau ga salah. Disuruh sama teteh, buat makan sekeluarga. Beli di Warung Ceu Yayah, di Gang Sumba, bagian depan. Saya, ketika itu, baru tau, kok ada ya yang namanya mie instan.
Teteh saya ini, sekolah cuma tamat SMP. Setelah itu, kerja ke Brunei jadi TKI. Di Brunei tiga tahun, pulang, alhamdulillah, bisa bikin rumah sendiri. Bertahun-tahun sebelumnya, kami tinggal di satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lain. Di rumah yang ia bangun, kehidupan kami, kehidupan saya, lahir dan tumbuh. Barakallah, teh.
BACA JUGA:Â Anak Kucing yang Tertabrak
Sewaktu dia ngeracik mie, saya diem aja nongkrongin, sebelah dia. Masaknya di atas hawu (bahasa Indonesianya apa yah?). Pertama kali saya makan mie, wow!, itu adalah makanan paling enak yang pernah saya makan!
Dengan segera, saya jadi gila sama mie instan. 35 tahun lebih saya lalui dengan selalu makan makanan ini. Peduli amat dengan imbauan, makan mie jangan keseringan, jaraknya tiga hari ya, atau apapun itu, mie instan rutin saya makan. Istri saya udah ga terhitung berapa kali ngomel kalau saya udah keliatan makan mie keseringan. Yah saya mah cuek aja gitu.
Sampe sekitar 2 pekan lalu, tiba-tiba aja, saya ga mau makan mie instan lagi. Mau lagi kelaparan berat kek. Mau pas lagi hujan kek. Saya tetep aja ga mau. Demikian tiba-tiba saja. Sampe istri saya jadi heran.
BACA JUGA:Â Utang 35 Juta
Saya ga makan mie instan bukan karena pernah doa ga mau makan makanan itu lagi. Bukan juga karena baca artikel kesehatan gimana-gimana itu kalau makan mie instan. Bukan karena saya perut jadi begah. Pokoknya, ga mau aja. Berhenti begitu saja.
Demikianlah, Allah SWT menghentikan kesukaan pada sesuatu dalam diri kita tanpa musti ada alasan. Seperti sebagian orang, yang pernah datang dalam hidup kita, kemudian menguap begitu saja. Hilang bersama dinginnya malam. []