Rindu ketika membantu alm Nenek mengelem kertas coklat untuk kantung beras di kios tempat jualan beliau yang hanya beberapa meter dari rumah.
Rindu ketika berteriak dan berkejaran dengan teman-teman, sesaat setelah bola kertas besar yang dililit banyak karet gelang itu mengenai tumpukkan pecahan genteng di pekarangan yg luas.
Rindu ketika duduk, menclok di jendela sebesar dua pintu bareng kakak, demi menonton pertandingan bola volley antar remaja di lapangan seberang jalan kereta di pinggir rumah.
BACA JUGA: Tidak Ada Alasan untuk Tak Rindu Ramadhan
Rindu ketika memperhatikan Bapak yang dasarnya memang pendiam, hanya tersenyum lalu membuat pagar dari bambu sebagai pembatas, agar bau dan kotoran bebek-bebek milik tetangga tidak menjadi gangguan.
Rindu ketika melihat senyum bahagia dari para tetangga, sesaat setelah menerima rantang berisi masakan Ibu, dalam rangka menyambut datangnya bulan puasa.

Rindu ketika Pesawat Tempur-nya Iwan Fals dan suara Ebiet G Ade yang memanggil Camelia dalam nada pilu, silih berganti di hampir setiap pagi dan petang.
BACA JUGA: Si Doel Anak Sekolahan
Rindu Ketika dentingan piano, gebukan drum, petikan gitar dan bass membentuk harmoni, menjadikan kamar belakang bak studio rekaman.
Rindu Ketika pelajaran Agama lebih ditakuti daripada Matematika.
Ah, rindu. Rindu serindu-rindunya masa-masa itu. []