• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Jumat, 13 Juni 2025
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Dari Anda Opini

Memetik Hikmah di Balik Kisah Al-Qomah

Oleh Yudi
1 tahun lalu
in Opini
Waktu Baca: 5 menit baca
A A
0
husnudzon Arti Mimpi Gigi Copot, Penyebab Orangtua Tak Jadi Masuk Surga, Al-Qomah

Foto: Freepik

0
BAGIKAN

Oleh: Muakhor Zakaria
Dosen Perguruan Tinggi La Tansa, Rangkasbitung, Lebak, Banten
zakariamuakhor@gmail.com

“Manusia yang merasa dirinya bersih dan suci, justru akan dipandang kotor dan hina di mata Tuhan. Sedangkan, manusia yang merasa dirinya kotor, lalu memperbaiki diri, niscaya ia akan dipandang mulia di mata Tuhan.” (Abdurrahman Wahid)

SANGAT penting kebenaran kisah Al-Qomah. Kita tidak perlu lagi mempertengkarkan penafsiran tentang masa lalu, karena pada prinsipnya “Islam” (apa pun alirannya), adalah produk dari sebuah praktek atau upaya mengoneksikan Sunnah Rasul kepada para jamaah yang hidup di masa kini.

Di saat peringatan Hari Ibu beberapa waktu lalu, cukup marak artikel yang menggugat kisah tersebut laiknya dongeng Malin Kundang yang mengutuk anaknya jadi batu. Dikorek-korek mengenai kelemahan sanadnya, asal-usulnya, kesahihannya, hingga terkesan membias, bombastis, untuk tidak mengatakan “politisasi penulis”, sebagai anak yang tak pernah mau rukun dan rujuk dengan orang tuanya.

ArtikelTerkait

Shalat Tahajud dan Derajat yang Mulia : Tadabur surat Al-Isra Ayat 79

Rahasia Tiga Ratus Sembilan Tahun: Tafsir dan Hikmah QS. Al-Kahfi ayat 25

Freelancer Muslim Zaman Now: Halalkah Gigs dan Remote Work Menurut Syariah?

Benarkah Umar bin Khattab Pernah Menguburkan Anak Perempuannya Hidup-hidup Sebelum Masuk Islam?

Keangkuhan kadang membuat seorang penulis dan intelektual sulit untuk bersikap “cooling down” karena gagasannya terlampau melangit dan mengangkasa, hingga merasa kesulitan untuk turun ke bumi. Sementara, generasi orang tua yang cenderung konservatif, hanya sibuk dengan urusan cari duit untuk membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya, tanpa sempat menyerap kualitas ilmu yang baik. Bahkan, untuk sekadar mengajukan pertanyaan yang logis dan benar pun seakan mereka kesulitan.

BACA JUGA:  Kisah Ridho Allah tergantung Ridho Orangtua: Al-Qamah dan Ibunya

Tidak jarang kita temukan generasi orang tua yang terkungkung dalam kebodohan, serta menderita dan merasa kesulitan untuk keluar dari belenggu kebodohan (jahiliyah) tersebut.

Kisah Al-Qomah bagi generasi orang tua tergolong kisah yang dipetik dari Sunah Rasul, dan semua sumber sunnah tak lain adalah perjalanan hidup Rasulullah itu sendiri. Padahal, kita semua tak memiliki akses langsung dengan masa lalu. Segala sesuatu yang bersifat “masa lalu” hanya hadir melalui periwayatan hadis dan memori para sahabat yang pergi dan menetap di tempat-tempat yang berbeda.

Saat mereka mengingat masa lalu, interpretasi akan bercampur dengan relevansi tentang ruang dan waktu di mana mereka hidup. Bagaimanapun, kisah Al-Qomah termasuk bagian dari transmisi sunnah, lalu dianggap nyambung dengan kultur masyarakat atau kolektivitas jamaah yang mau menerimanya. Sebagai intelektual yang bijak, tidak selayaknya kita bersikap resisten, lalu dengan pongah menolak kebenarannya dengan alasan hadits tersebut tidak berdasar (dlaif).

Adab Seorang Anak pada Orangtua Birrul Walidain, Akibat Membahagiakan Orangtua, Adab Hormati Orang Tua, Taqabbalallahu Minna Wa Minkum, Hal yang Harus Diwaspadai di Hari Idul Fitri, Hukum Mengucapkan Minal Aidin Walfaizin, Adab Anak pada Kedua Orangtua, Penghambat Rezeki, Al-Qomah
Foto hanya ilustrasi. Sumber: Zallegiance

Bahkan, ketika suatu rumor dan kisah Israi’iliyah didengar oleh para sahabat Nabi, justru Rasulullah memperingatkan mereka agar jangan mengambil sikap ekstrim percaya, tapi juga jangan ekstrim menolak (la tushaddikuhum wala tukadzibuhum). “Sebab, boleh jadi kabar itu bohong, sementara kalian membenarkannya, tapi boleh jadi kabar itu benar sementara kalian mendustakannya,” tegas Rasulullah.

Kisah Malin Kundang

Walaupun Islam dapat dikatakan agama yang “sudah jadi”, namun dalam konteks memahami Sunnah Rasul kita harus menempatkan Islam sebagai agama yang terus berproses dan terus menjadi (process of constant becoming). Islam datang ke Nusantara, dan segala kisah di masa kenabian berinteraksi dengan lokalitas, hingga melahirkan varian-varian baru. Namun demikian, Islam tetap merupakan hasil dari pertalian antara koneksi kita ke masa lalu, serta partikularitas kultural sebuah tempat, di mana masa lalu kerasulan bisa dipahami.

Kisah-kisah semacam Al-Qomah tak lepas dari proses akulturasi budaya lokal dengan Sunnah Rasul, yang menjelma dalam konteks kekinian hingga melahirkan varian-varian yang merupakan versi yang disukai penuturnya. Dengan demikian, setiap masyarakat dan kelompok jamaah merasa memiliki Sunnah, dan tidak menganggap Islam sebagai agama yang asing, tapi seakan-akan tumbuh dari lokalitas tersebut.

Dalam kisah-kisah semacam itu, menurut Habib Husein Jafar, da’i milenial lulusan Filsafat UIN Jakarta, bahwa di setiap zaman ada utusan yang merupakan citra dari kerasulan Muhammad, di mana sifat-sifat ilahiyah sudah melekat dalam dirinya. Dalam menghadapi sosok yang polos dan lugu (seperti orang tua Al-Qomah), maka sifat-sifat arif dan bijak dari citra kenabian mesti ditampakkan dengan jelas. Apakah kita akan sanggup menghadapinya dengan tenang dan sabar, ataukah bersikap intoleran dan skeptis yang kelak menimbulkan resistensi dan penolakan.

Jadi, ada semacam teladan melalui memori otot (muscle memory), bahwa sebagian orang mempelajari Sunah Rasul bukan dari kitab-kitab agama melainkan langsung dari sikap dan perilaku yang dicontohkan sehari-hari. Dapat juga dikatakan sebagai Sunnah yang mewujud dalam kehidupan, laiknya seorang murid yang polos dan lugu yang terus-menerus menghadiri pengajian Habib Luthfi di Pekalongan, lalu ketika ditanya apakah agamanya, kemudian sang murid menjawab: “Agama saya seperti sahabat Nabi yang datang dari pedalaman, lalu berhusnudzon bahwa Muhammad adalah Insan Kamil. Saya pun berprasangka positif pada Habib Luthfi bahwa beliau pun termasuk pembawa risalah, lalu saya ikuti saja apa yang beliau contohkan.”

Untuk itu, pilihan terbaik untuk menyikapi perdebatan ngalor ngidul perihal kebenaran dan ketidakbenaran kisah Al-Qomah, saya akan memilih versi yang lebih mendekati pesan-pesan kebajikan dan kearifan yang diteladankan oleh kehidupan Rasulullah itu sendiri.

Versi Hafis Azhari

Dalam suatu materi tentang penyampaian kisah-kisah Rasul di Pondok Pesantren Al-Bayan, Rangkasbitung, Banten, Hafis Azhari menegaskan di hadapan para hadirin yang terdiri dari para orang tua sebagai wali santri, agar mereka sanggup mengkritisi kisah Al-Qomah dengan cermat, bahwa di dalamnya bukan saja mengandung pesan moral kepada pihak anak yang berbeda paham dengan generasi orang tua. Tapi sekaligus mengkrisi perilaku orang tua yang cenderung kolot dan konservatif dalam menyikapi anak-anaknya.

Dikutip dari kitab Al-Kabair karya adz-Dzahabi, Hafis Azhari menafsirkan proses kematian Al-Qomah secara bebas, bahwa ketika sang Ibu tak mau memaafkan anaknya hingga kesulitan untuk melafalkan “La ilaha illah” menjelang kematiannya, di situ terkandung teguran Rasulullah kepada sikap orang tua yang keras dan konservatif tersebut.

“Apa yang membuat Ibu tidak rela kepada Al-Qomah?” tanya Rasulullah.

“Karena dia lebih mementingkan istrinya daripada ibunya sendiri,” jawab sang Ibu membela diri.

“Lalu, bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai anak ibu, bukankah ia seorang yang baik?”

“Ya, dia memang baik dan taat beribadah, tapi dia durhaka kepadaku, karena itu saya merasa tak perlu memaafkannya.”

ayah terbaik, ABK, Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anaknya, Manusia Bodoh, Al-Qomah
Foto: Pinterest

Rasulullah berusaha bersikap politis, mengingat keras-kepala dan kolotnya pandangan sang Ibu, hingga di hadapan Rasulullah sendiri, ia masih belum bisa memaafkan anak kandungnya sendiri.

Lalu, Rasul pun memanggil Bilal, dan memerintahkannya agar mengumpulkan kayu bakar yang sekiranya cukup untuk membuat gundukan api unggun.

“Untuk apa kayu bakar?” tanya Ibu Al-Qomah heran.

“Kalau Ibu tak mau memaafkan anak Ibu, biarlah mayatnya nanti akan kami bakar, bagaimana pendapat Ibu?”

“Waduh, jangan ya Rasulullah… dia itu anakku… bagaimanapun Al-Qomah itu darah dagingku sendiri….”

BACA JUGA: Lihatlah, Apa Al-Qomah Bisa Ucapkan Syahadat?

Semua yang hadir diam terpaku. Para sahabat memahami sikap politis yang dipertontonkan Rasulullah, bahwa manusia harus memiliki jiwa pemaaf, bahkan terhadap musuh sekalipun, apalagi hanya berbeda mazhab dan pandangan dengan anak kandungnya sendiri.

Di sisi lain, adalah kurang bijak bagi seorang anak untuk memusuhi orang tuanya, biarpun berperilaku kolot dan konservatif sekalipun. Apalagi, jika orang tuanya telah berjuang mati-matian mencari nafkah, membanting tulang selama puluhan tahun untuk membesarkan dan membiayai sang anak ke jenjang pendidikan tinggi. Lalu, setelah sang anak menjadi penulis dan intelektual, punya penghasilan sendiri, wajarkah bagi sang anak bersikap egois dan menjauhi orang tuanya?

Secara implisit, terkandung juga pesan universal bahwa di Jazirah Arab, bahkan sebelum kedatangan Islam, sudah terdapat kepercayaan masyarakat, bahwa menguburkan mayat di bawah tanah adalah cara-cara yang lebih beradab ketimbang dengan membakarnya sebagaimana ajaran Hinduisme, atau meletakkannya di atas bukit hingga termakan oleh cuaca sebagaimana ajaran Zoroaster (Majusi).  []

Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.

Tags: Al QomahKisah Al-Qomah
ShareSendShareTweetShareScan
Advertisements
ADVERTISEMENT
Previous Post

Bawaslu Ungkap Ada Logistik Pemilu Tak Dikawal, Begini Respons PKB

Next Post

Ke Kajian Selfie Dulu?

Yudi

Yudi

Terkait Posts

Batas Shalat 5 Waktu, Shalat Sunnah, Sunnah dalam Shalat, Shalat Tahajud

Shalat Tahajud dan Derajat yang Mulia : Tadabur surat Al-Isra Ayat 79

31 Mei 2025
Ashabul Kahfi, gua, Ashabul Kahfi

Rahasia Tiga Ratus Sembilan Tahun: Tafsir dan Hikmah QS. Al-Kahfi ayat 25

23 Mei 2025
wanita bekerja, manfaat menulis dengan tangan, Freelancer

Freelancer Muslim Zaman Now: Halalkah Gigs dan Remote Work Menurut Syariah?

16 Mei 2025
Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Yahudi

Benarkah Umar bin Khattab Pernah Menguburkan Anak Perempuannya Hidup-hidup Sebelum Masuk Islam?

13 Mei 2025
Please login to join discussion

Tulisan Terbaru

Keutamaan Menikah, Hukum Mengumumkan Pernikahan, Resepsi Pernikahan yang Islami,, Nikah

Nikah di KUA, Asyik Juga!

Oleh Haura Nurbani
13 Juni 2025
0

Waktu Shalat, Manfaat Shalawat bagi Hati,, Jumlah Rakaat Shalat Witir, Hukum Pura-pura Menangis dalam Shalat, Sholat, Keutamaan Shalat Qobliyah Shubuh, Cara Ruqyah Diri Sendiri, Shalat Dhuha, Hal yang Dilarang ketika Shalat, Shalat Witir, Pura-pura Menangis ketika Shalat, Shalat Dhuha

Kenapa Tidak Boleh Lewat di Depan Orang yang Sedang Shalat?

Oleh Haura Nurbani
13 Juni 2025
0

maen HP

Kenapa Sih Maen HP Pas Shalat Jumat?

Oleh Haura Nurbani
13 Juni 2025
0

diabetes

7 Tanda Tubuh yang Rentan Terkena Diabetes

Oleh Yudi
13 Juni 2025
0

hati, jin, api, murtad, pekerjaan

5 Pekerjaan Haram yang Jarang Disadari

Oleh Yudi
13 Juni 2025
0

Terpopuler

7 Kalimat yang Jangan Diucapkan Sembarangan oleh Suami kepada Istri!

Oleh Yudi
12 Juni 2025
0
hak dan kewajiban suami istri, NAFKAH, talak, rumah tangga, suami, aurat

Mengurus anak, rumah, dan mendukung suami secara emosional adalah kontribusi besar yang tak bisa diukur dengan uang.

Lihat LebihDetails

Cara Singkat Tulis ‘Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ﷺ di Microsoft Word, Ini Dia

Oleh Saad Saefullah
19 Oktober 2024
1
Nabi Muhammad Keutamaan Membaca Sholawat, Waktu Terbaik Bershalawat, Sholawat, Ciri Fisik Rasulullah, Wasiat Nabi Sebelum Wafat, Cara Bershalawat yang Benar kepada Nabi, Keistimewaan Rasulullah, Kebiasaan Nabi Muhammad ﷺ, Rasulullah

Selain untuk membuat karakter shalawat tersebut, kita juga bisa membuat lafadz Allah (ﷲ), Muhammad (ﷴ), Basmalah (﷽), Jalla Jalaluhu (ﷻ)...

Lihat LebihDetails

Kenapa Shalat Shubuh Terasa Berat bagi Orang Munafik?

Oleh Yudi
12 Juni 2025
0
Itikaf, Ciri Malam Lailatul aQadar,, Munafik

Rasulullah ﷺ menyebut bahwa shalat Shubuh dan Isya adalah shalat yang paling berat bagi orang munafik.

Lihat LebihDetails

Penyebab Asam Urat, Apa Saja?

Oleh Dini Koswarini
12 Juni 2025
0
Gejala Diabetes, Durasi Tidur, Akibat Menahan BAB, Penyebab Asam Urat

Penyakit asam urat (gout) disebabkan oleh penumpukan kristal asam urat di dalam sendi, yang menimbulkan nyeri, bengkak, dan peradangan.

Lihat LebihDetails

Hilangnya Keberkahan Waktu

Oleh Ari Cahya Pujianto
30 Mei 2019
0
Foto: Aldi/Islampos

Oleh: Taufik Aulia Saat dulu masih kecil dan belum punya gadget, jeda waktu dari maghrib sampai isya terasa sangat cukup...

Lihat LebihDetails
Facebook Twitter Youtube Pinterest Telegram

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.