JAKARTA–Miftaim An’am alias Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah mengaku tak mematok tarif ketika memenuhi undangan berceramah. Sebab, dia tak menganggap menjadi menjadi juru dakwah sebagai profesinya, tapi dia bertekad profesional melakoninya.
Dengan begitu, Gus Miftah tidak mau disebut sebagai orang yang mencari pendapatan dari dakwah.
BACA JUGA: Sekjen PBNU: Dakwah yang Dilakukan Gus Miftah Positif
“Karena tidak pernah memasang tarif, terkadang ada yang memberi banyak, tapi ada juga yang sedikit. Ada juga yang cukup memberi 3M (matur nuwun Mas Miftah) atau 7,5 M (pitulungan setengah mekso),” tutur Miftah diiringi derai tawa.
Gus Miftah mengaku menjadi pendakwah karena kecelakaan sejarah. Suatu hari, khatib Jumat yang diundang berhalangan hadir. Sebagai pengurus masjid, dia diminta menggantikannya. Ternyata banyak anggota jemaah yang terpikat oleh gayanya berkhotbah.
“Sejak itulah saya mulai lebih intens belajar menjadi penceramah,” kata Gus Miftah, yang pernah nyantri di Pesantren Pembangunan Bustanul Ulum Jayasakti, Lampung Tengah; dan Nurul Huda, Sragen.
Seiring dengan namanya yang kian populer, perlakuan para pengundang kepadanya pun beragam. Ada yang pernah menjemputnya dengan helikopter dan mobil mewah, pernah juga dia harus melintasi sungai dengan getek.
BACA JUGA: MUI: Dakwah yang Dilakukan Gus Miftah Nilainya Lebih Mulia
“Itulah seni dan romantika juru dakwah. Itu risiko orang berdakwah,” jelas Gus Miftah, yang juga pernah kuliah di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga ini.
Meski begitu, sebagai orang yang pernah hidup susah, Gus Miftah tak melupakan kelompok masyarakat yang pernah senasib dengan dia di masa lalu. Juga terhadap mereka yang oleh sebagian pihak mungkin dianggap nista.
“Sejak belasan tahun lalu saya rutin keluar-masuk lokalisasi di Yogya untuk berceramah,” kata Gus Miftah. []
SUMBER: DETIK