ADA banyak amalan sunah yang dapat ditunaikan selama bulan Ramadhan. Beberapa amalan sunnah ini pastinya sudah umum diketahui kalangan muslim. Namun tak ada salahnya untuk mengingat kembali untuk menambah semangat mengamalkannya di bulan Ramadhan yang akan segera tiba ini:
Berikut 6 amalan sunah mulai dari sahur hingga buka pusa di bulan Ramadhan:
1 Mengakhirkan sahur
Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.” An Nawawi radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Karena dengan makan sahur akan semakin kuat melaksanakan puasa.” (HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095,Al Majmu’, 6: 359)
Makan sahur hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.” (0 HR. Ahmad 3: 12, dari Abu Sa’id Al Khudri. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya)
Disunahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut. Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata,
“Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”. Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.” (72 HR. Bukhari no. 575 dan Muslim no. 1097)
Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar shubuh.” Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena ketika itu masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam hari. (Lihat Fathul Bari, 4: 138).
BACA JUGA: Ramadhan, Bulan Perbaikan Jiwa dan Raga
2 Menyegerakan berbuka
Dikutip dari buku “Ringkasan Panduan Ramadhan, Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah” karya Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal, RasulullahSAW bersabda:
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3: 164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan sholat Maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat Maghrib selesai dikerjakan. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan sholat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3: 164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
3 Berbuka dengan kurma jika mudah diperoleh atau dengan air
Dalilnya adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas.
4 Berdoa ketika berbuka
Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi SAW bersabda:
“Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzholimi.” (76 HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.(Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7: 194)
Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini:
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah”
“Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Adapun do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu” yang artinya, “Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)” berasal dari hadits hadits dho’if (lemah) yakni HR. Abu Daud no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang tabi’in.
Begitu pula do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” yang artinya, “Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula ‘Ali Al Qori mengatakan.“ Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna doa tersebut shahih (Mirqotul Mafatih, 6: 304).
BACA JUGA: Kenapa Ramadhan Tidak Termasuk Bulan Haram?
5 Memberi makan pada orang yang berbuka
Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi)
6 Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur’an) hingga Al Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Apabila Jibril ‘alaihi salam datang menemuinya, tatkala itu beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang berhembus.” (HR. Bukhari no. 1902 dan Muslim no. 2308)
Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan.Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.” (Zaadul Ma’ad, 2: 25.). []
SUMBER: OKEZONE