DI zaman sekarang, kita hidup dalam era di mana informasi menyebar dalam hitungan detik, dan opini dapat menjelma menjadi viral hanya dengan satu sentuhan jari. Media sosial telah menjadi ruang terbuka tempat siapa pun bisa berbicara, mengomentari, bahkan menghakimi. Di tengah derasnya arus komunikasi ini, satu pertanyaan penting muncul: apakah kita masih menjaga lisan kita sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW?
Lisan yang Terhubung ke Jari
Dulu, lisan berarti apa yang keluar dari mulut. Kini, “lisan” juga berarti apa yang kita ketik, unggah, dan bagikan. Status, komentar, unggahan story—semua menjadi representasi dari isi hati dan pikiran kita. Maka tak heran jika para ulama masa kini menyebut bahwa jari-jari di media sosial adalah lisan baru zaman ini.
BACA JUGA:Â 10 Penyakit Lisan Ini Bisa Menjerumuskanmu ke Dalam Kebinasaan
Padahal Rasulullah SAW telah mewanti-wanti umatnya sejak 14 abad silam tentang pentingnya menjaga lisan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Nasihat ini tampak sederhana, namun sangat dalam maknanya. Rasulullah SAW menegaskan bahwa berkata yang baik adalah bagian dari keimanan. Jika tidak bisa, diam adalah pilihan yang lebih selamat.
Media Sosial dan Ujian Lisan
Di media sosial, ujian lisan berubah rupa: menjadi komentar pedas, cuitan penuh amarah, atau unggahan yang menebar fitnah. Betapa mudahnya seseorang menekan tombol “kirim”, namun dampaknya bisa menghancurkan reputasi orang lain, menyulut kebencian, bahkan memecah belah umat.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya seseorang bisa mengucapkan satu kata yang ia anggap remeh, namun karena satu kata itu ia tergelincir ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat.”
(HR. Bukhari)
Bayangkan, satu kalimat saja bisa menyeret seseorang ke dalam kebinasaan. Apalagi di media sosial, ketika seseorang menulis tanpa berpikir panjang, hanya demi sensasi atau popularitas.
Fitnah, Ghibah, dan Ujaran Kebencian
Media sosial juga menjadi ladang subur bagi dosa lisan seperti ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), hingga fitnah dan hoaks. Padahal, Islam sangat keras terhadap ghibah. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”
(QS. Al-Hujurat: 12)
Visualisasi ini begitu kuat. Allah menggambarkan ghibah seperti memakan bangkai saudara sendiri. Ironisnya, kini kita melihat hal itu terjadi setiap hari di kolom komentar, dalam konten “gosip selebriti”, hingga “drama netizen”.
Menjaga Lisan = Menyelamatkan Diri
Menjaga lisan bukan hanya tentang menghindari dosa, tapi juga menyelamatkan diri di dunia dan akhirat. Rasulullah SAW pernah ditanya oleh Mu’adz bin Jabal tentang amalan yang paling utama, hingga di akhir percakapan beliau bersabda:
“Tidakkah manusia diseret ke dalam neraka di atas wajah mereka (atau beliau bersabda: di atas hidung mereka), melainkan karena hasil dari lisan mereka?”
(HR. Tirmidzi, shahih)
Hadis ini mengingatkan bahwa kebanyakan dosa besar berasal dari lisan. Kata-kata yang tak terkendali bisa membawa penyesalan mendalam.
Menjadi Bijak dalam Bermedia Sosial
Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap?
1. Berpikir sebelum Menulis
Terapkan prinsip think before you post. Tanyakan pada diri: “Apakah ini bermanfaat?”, “Apakah ini menyakitkan bagi orang lain?”, “Apakah ini benar?”
2. Utamakan Kebaikan dan Ilmu
Gunakan media sosial untuk menyebar kebaikan, ilmu, dan inspirasi. Jadilah bagian dari penyebar rahmat, bukan kebencian.
3. Hindari Debat Tak Bermanfaat
Seringkali, debat di dunia maya hanya menambah permusuhan. Dalam hadis, Rasulullah bersabda:
“Aku menjamin sebuah rumah di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun ia berada di pihak yang benar.”
(HR. Abu Dawud, hasan)
4. Jaga Etika Digital
Gunakan bahasa yang santun, hindari sarkasme, dan tetap rendah hati meski berseberangan pendapat. Islam tidak mengajarkan kita menjadi kasar, walau sedang membela kebenaran.
BACA JUGA:Â 3 Wasiat Rasulullah: Lakukan Shalat, Jagalah Lisan, dan Jangan Iri pada Orang Lain
Kembali ke Ajaran Nabi
Era digital tidak mengubah ajaran Nabi. Justru, ajaran Nabi SAW menjadi semakin relevan. Menjaga lisan adalah bagian dari iman, dan iman harus tercermin dalam segala aspek kehidupan—termasuk cara kita bermedia sosial.
Mari kita jadikan hadis-hadis Rasulullah SAW sebagai pedoman dalam setiap kata, komentar, dan unggahan. Karena pada akhirnya, semua akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana firman Allah:
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).”
(QS. Qaf: 18)