SERINGKALI kita mengira ujian hanya datang dalam rupa kesulitan, kemiskinan, atau kehilangan. Padahal, di balik kelapangan dan melimpahnya harta, terdapat ujian yang tak kalah beratnya. Abdurrahman bin Auf radhiallahu anhu pernah berkata,
ابتُلينا بالضراء فصبرنا ، وابتلينا بالسراء فلم نصبر
“Kita diuji dengan kesulitan, kita pun bisa bersabar. Dan kita diuji pula dengan kelapangan, namun tidak bisa bersabar.”
📙 Mukhtashor Minhajul Qoshidin hlm 540
Renungan ini begitu dalam. Sebab seringkali, hati kita lebih rapuh saat diuji dengan kemewahan. Ketika miskin, kita bisa tunduk dan bersabar; tapi saat kaya, kita sering lalai, lupa kepada Allah, dan hati kita tergoda oleh dunia.
BACA JUGA: Harta Haram di Akhir Zaman, Apa Saja?
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah juga pernah mengingatkan,
“Harta adalah fitnah terbesar bagi hati, dan sedikit saja yang selamat darinya.”
Betapa benar ucapan beliau. Harta dapat membuat kita lalai, sombong, dan merasa cukup tanpa Allah. Padahal, semua yang kita miliki hanyalah titipan yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Ujian kelapangan tidak hanya menguji kesyukuran, tetapi juga menguji keikhlasan dan amanah kita. Apakah kita tetap rendah hati? Apakah kita memanfaatkan harta itu untuk menolong yang lemah, membela agama Allah, dan menambah amal saleh?
Imam Ahmad rahimahullah pernah berkata,
“Dunia tidak akan menjadi baik kecuali bagi orang yang fakih (berilmu) dan zuhud.”
BACA JUGA: Harta Belum Tentu Tanda Cinta
Artinya, hanya mereka yang hatinya terpaut kepada akhirat yang mampu mengendalikan harta, bukan diperbudak olehnya.
Marilah kita selalu memohon kepada Allah agar diberi hati yang mampu bersabar dalam kesempitan dan tetap bersyukur serta amanah dalam kelapangan. Karena sejatinya, kaya dan miskin hanyalah dua sisi ujian yang sama, untuk melihat siapa di antara kita yang paling baik amalnya. []














