DALAM kehidupan ini, siapa yang menjadi teman kita sangat menentukan arah hati dan perjalanan iman. Rasulullah ﷺ bersabda, “Seseorang akan berada di atas agama temannya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapa yang ia jadikan teman.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Berteman dengan orang-orang shaleh bukan hanya menghadirkan suasana kebaikan, tetapi juga menjadi wasilah perubahan hati dan akhlak. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ighatsatul Lahfan menjelaskan, bermajelis dengan orang saleh dapat mengubah kita dalam enam perkara besar. Mari kita renungi satu per satu:
1. Dari Ragu-Ragu Menjadi Yakin
Keraguan dalam iman dan amal adalah penyakit yang melemahkan. Namun, dekat dengan orang shaleh yang teguh keimanannya akan mengokohkan hati kita. Sebab, melihat keyakinan mereka dalam menjalani sunnah, kesabaran mereka atas ujian, dan semangat mereka dalam ibadah menjadi cermin dan motivasi.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya hati itu akan hidup dan mati, maka hidupkanlah ia dengan menghadiri majelis dzikir.”
Dari sini, kita belajar bahwa keyakinan tumbuh dari lingkungan yang dipenuhi dzikir dan ilmu.
BACA JUGA: 12 Jenis Orang yang Tidak Boleh Dijadikan Teman
2. Dari Riya’ Menjadi Ikhlas
Riya’, atau ingin dipuji manusia, adalah penyakit hati yang halus dan berbahaya. Duduk bersama orang shaleh mengajarkan kita keikhlasan: mereka beramal diam-diam, menangis saat sujud tanpa diketahui orang lain, dan tidak peduli akan penilaian manusia.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah pernah berkata: “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’, beramal karena manusia adalah syirik, sedangkan ikhlas adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.”
Dengan berteman dengan orang yang ikhlas, kita belajar untuk lebih memerhatikan pandangan Allah, bukan manusia.
3. Dari Lalai Menjadi Dzikir
Kesibukan dunia sering membuat kita lupa kepada Allah. Namun, bersama orang shaleh, lisan mereka selalu basah oleh dzikir, dan hati mereka selalu ingat kepada-Nya. Suasana ini menular: saat duduk bersama mereka, kita pun tergerak untuk berdzikir.
Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan: “Sahabat-sahabatku lebih aku cintai daripada keluargaku sendiri, karena sahabatku mengingatkanku kepada akhirat, sedangkan keluargaku lebih sering mengingatkanku kepada dunia.”
4. Dari Cinta Dunia Menjadi Cinta Akhirat
Orang shaleh senantiasa membicarakan kematian, hisab, dan surga. Mereka tidak hanyut dalam gemerlap dunia.
Dari sini, hati kita yang awalnya terpaut pada kesenangan fana mulai berpaling kepada kampung akhirat yang kekal.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Hati yang cinta dunia tidak akan pernah merasakan manisnya ibadah.”
Teman shaleh membantu kita mengingat bahwa dunia hanyalah ladang untuk beramal, bukan tempat tinggal selamanya.
5. Dari Kesombongan Menjadi Tawadhu’
Kesombongan adalah penghalang terbesar meraih kebaikan. Namun, melihat akhlak rendah hati para ulama dan orang shaleh membuat kita malu untuk sombong. Mereka banyak ilmu tapi tetap merendah, banyak amal namun tidak membanggakan diri.
Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ilmu adalah tanda kerendahan hati, bukan kesombongan.”
Maka, dekat dengan mereka akan menuntun kita belajar menundukkan hati.
BACA JUGA: Cara Memberi Tahu Teman Kalau Dia Bau Badan: Jujur Tanpa Menyakiti
6. Dari Niat Jahat Menjadi Niat untuk Menasihati
Bersama orang shaleh, kita dididik untuk selalu menginginkan kebaikan bagi orang lain, bukan menjatuhkan atau merendahkan. Mereka lebih suka memberi nasihat dengan kasih sayang daripada mencela.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Orang mukmin sejati selalu menutupi aib saudaranya dan menasihati dengan lembut.”
Penutup
Berteman dengan orang shaleh bukan hanya soal memilih lingkungan, tetapi juga memilih jalan keselamatan hati. Sebab, “Teman itu laksana penjual minyak wangi, yang meskipun kau tidak membeli, tetap saja kau akan mendapat harumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga Allah selalu mengumpulkan kita bersama orang-orang shaleh, di dunia hingga di surga-Nya. Aamiin. []