DUGAAN penjegalan mencuat seiring muncul ‘serang’ Gibran Rakabuming Raka setelah menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto. Namun, dugaan penjegalan dinilai tak beralasan karena faktor ‘representasi penguasa’.
Waketum Partai Gerindra Habiburokhman menyampaikan pemikirannya soal dugaan adanya operasi rahasia untuk menjegal pencalonan Gibran.
Habiburokhman menilai hal itu dilakukan dengan berupaya membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU Pemilu soal batas usia capres dan cawapres.
BACA JUGA: Media Asing Soroti Gibran Jadi Cawapres Prabowo, Singgung Demokrasi Indonesia Mati
Habiburokhman memetakan dugaan operasi ini dilakukan dengan berbagai cara dan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Dia tak menyebutkan secara khusus soal siapa pihak-pihak tertentu yang melakukan berbagai cara dan melibatkan elemen masyarakat tersebut.
“Ya masyarakat kan bisa mengetahui secara terbuka siapa pihak-pihak yang mau main jegal menjegal ini,” kata Habiburokhman kepada wartawan, Jumat (3/11).
Habiburokhman menyinggung pihak itu dapat diidentifikasikan dari latar belakang, status, dan kepentingan politiknya yang berseberangan dengan Gibran.
“Kan bisa dilihat latar belakang politiknya, status politiknya dan kepentingan politiknya. Kalau politisi kan memang baru berteriak kalau merasa kakinya terinjak, padahal selama ini kalau toh dia lihat ada masalah ia juga diam saja karena tidak merasa kakinya terinjak,” ujarnya.
Meski begitu, Habiburokhman menilai masyarakat telah cerdas dan tak akan mudah diperalat kepentingan politik tertentu. Menurutnya, dugaan upaya penjegalan itu tak akan mempengaruhi proses tahapan pemilu saat ini.
“Masyarakat saat ini sudah cerdas, mereka tidak mudah diperalat demi kepentingan politik orang perorangan atau kelompok berkelompok. Mereka akan melihat substansi persoalan secara cermat dan teliti,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR ini.
“Karena itu politik jegal menjegal pasti akan sia-sia, sangat tidak produktif dan membuang buang waktu saja. Sudah saatnya kita sampingkan itu semua dan kita mulai bertarung beradu gagasan, visi, dan program serta strategi kepemiluan,” lanjutnya.
Logika yang Terbalik
PPP menanggapi pernyataan Habiburokhman yang menduga adanya operasi rahasia untuk menjegal Gibran Rakabuming Raka maju sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto. Ketua DPP PPP Achmad Baidowi atau Awiek heran dengan pandangan Habiburokhman itu.
“Lah kok malah kebalik logikanya. Penjegalan itu hanya mungkin bisa dilakukan oleh penguasa. Nah sekarang yang representasi penguasa itu siapa?” kata Awiek kepada wartawan, Jumat (3/11).
Awiek tak sepakat dengan Habiburokhman yang menilai sikap elemen masyarakat mempersoalkan putusan Mahkamah Konstitusi lantaran ada operasi tertentu. Menurutnya, berbagai aspirasi masyarakat terhadap putusan MK tentang batas usia capres-cawapres merupakan hal yang wajar saja.
“Yang kedua, kalau ada opini publik itu kan aspirasi masyarakat, bukan gerilya. Misalkan pengamat berpendapat, masyarakat sipil berpendapat. Kalau masyarakat sipil berpendapat dianggap operasi wah ini pikiran-pikiran yang berbahaya. Namanya aspirasi masyarakat itu ya biasa saja,” ujarnya.
Anggota DPR Fraksi PPP ini kemudian menyinggung baru-baru ini muncul pelaporan terhadap anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribo buntut usulan hak angket MK. Padahal, kata dia, anggota DPR dijamin hak konstitusionalnya termasuk hak angket.
BACA JUGA: Panda Nababan Kembali Sebut Gibran Anak Ingusan
“Sama halnya misalkan ada yang melaporkan Masinton ke MKD, justru itu yang berbahaya. Masak orang mengajukan angket dalam rapat paripurna, diadukan ke MKD. Padahal dia itu dilindungi undang-undang, punya hak imunitas,” ujar dia.
Dengan begitu, Awiek meminta Habiburokhman tak menuding atas hal-hal yang belum dipastikan validitasnya. Menurutnya, aspirasi penolakan yang muncul di publik terhadap putusan MK merupakan suara masyarakat, bukan operasi politik tertentu.
“Jadi sebaiknya tidak menuding hal-hal yang masih sumir ya. Yang bisa melakukan operasi itu kekuasaan. Nah itu aja. Kalau aspirasi masyarakat, kekecewaan masyarakat, ya namanya aspirasi publik, karena proses putusan MK itu penuh kejanggalan, masyarakat bersuara, kok dibilang operasi, logikanya di mana itu. Janganlah kita memutarbalikkan fakta dalam logika hukum cara berpikir kita dong,” lanjut dia. []
SUMBER: DETIK