PERNAHKAH kita duduk sejenak dan bertanya pada diri sendiri: Kenapa aku enggan membaca Al-Quran? Kitab yang Allah turunkan sebagai petunjuk, obat hati, cahaya kehidupan—mengapa justru seringkali menjadi barang hiasan di rak, tertutup debu, dan dilupakan?
Bukankah kita mengaku sebagai Muslim? Bukankah dalam shalat kita membaca sebagian ayatnya? Tapi kenapa membaca Qur’an di luar shalat terasa begitu berat?
Mungkin kita akan menjawab, “Sibuk.”
Atau, “Aku belum bisa baca dengan baik.”
Mungkin juga, “Nanti saja, tunggu hati tenang.”
Atau bahkan, “Tak sempat.”
Mari kita renungkan bersama.
1. “Sibuk” adalah Alasan yang Kita Buat Sendiri
Kita punya waktu untuk scroll media sosial berjam-jam. Kita bisa duduk menonton film berdurasi dua jam tanpa terasa. Kita bisa ngobrol, nongkrong, main game, atau sekadar rebahan tak tentu arah. Tapi ketika disodori Al-Qur’an, hati kita menolak. Kita bilang, “Belum sempat.” Padahal waktu itu ada, hanya saja kita tak memilihnya untuk Qur’an.
Sungguh, masalahnya bukan pada waktu. Tapi pada prioritas.
Jika kita tahu bahwa Al-Qur’an adalah surat cinta dari Allah untuk kita—Dzat yang menciptakan kita, yang tahu segala isi hati kita—mestinya kita berlari untuk membacanya, bukan malah menjauhi.
BACA JUGA: Adab Membaca Al-Quran
2. “Tak Bisa Membaca dengan Lancar” Bukan Alasan untuk Berhenti
Banyak orang merasa minder karena belum lancar membaca Al-Qur’an. Takut salah tajwid, takut keliru makhraj, malu dengan orang lain yang sudah fasih.
Tapi Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang yang membaca Al-Qur’an dan dia mahir dengannya, maka dia bersama para malaikat yang mulia dan taat. Dan orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan sulit, maka baginya dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah tak menilai kefasihan semata. Dia menilai kesungguhan. Dia mencintai hamba yang berusaha.
Jika kita benar-benar cinta pada Qur’an, maka kesalahan bukan alasan untuk mundur. Justru itu alasan untuk belajar, untuk terus mendekat.
3. “Nanti Saja” Adalah Tipu Daya Setan
Setan tak selalu membisikkan kita untuk meninggalkan shalat. Ia tahu kita mungkin takkan setega itu. Tapi ia pandai membisikkan, “Nanti saja. Masih ada waktu.”
“Baca Qur’an itu bagus, tapi sekarang belum saatnya.”
Dan akhirnya kita terus menunda. Hari demi hari berlalu. Al-Qur’an tetap diam di rak. Dan kita tetap jauh dari cahaya.
Padahal siapa yang menjamin umur kita sampai besok?
4. Al-Qur’an Akan Menjadi Pembela atau Penuntut
Di hari kiamat nanti, semua manusia akan berdiri di hadapan Allah. Tak ada pembela, tak ada kuasa. Tapi Rasulullah ﷺ bersabda: “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi orang yang membacanya.” (HR. Muslim)
Bayangkan Al-Qur’an yang selama ini engkau baca, akan datang membelamu. Ia berkata, “Ya Allah, hamba-Mu ini mencintaiku. Ia membacaku dalam gelap malam, dalam lelahnya kerja, dalam sempitnya waktu. Ampunilah dia.”
Tapi bagaimana jika sebaliknya?
Bagaimana jika Al-Qur’an berkata, “Ya Allah, hamba-Mu ini menelantarkanku. Ia tak pernah menyentuhku. Ia bahkan lupa wajahku.”
Mampukah kita menjawab?
BACA JUGA: Ayo Waqaf Quran di IslamposAid!
5. Kita Membaca Banyak Hal, Tapi Mengapa Bukan Kalam Allah?
Kita rela membaca berita, gosip, novel, bahkan chat ratusan baris. Tapi kenapa membaca kalam Allah hanya beberapa ayat saja sudah terasa berat?
Bukan karena Al-Qur’an membosankan. Tapi karena hati kita yang sudah tak peka. Sudah keras. Sudah penuh dengan dunia.
Allah berfirman: “Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an? Atau apakah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
Saatnya Kembali
Wahai diri…
Jangan tunggu tua, jangan tunggu pandai, jangan tunggu sempat.
Mulailah sekarang.
Baca satu ayat saja hari ini.
Esok dua.
Lusa tiga.
Lama-lama engkau akan jatuh cinta, dan tak ingin jauh darinya.
Karena di dalam setiap huruf Qur’an ada cahaya. Dan dalam setiap bacaannya, ada jalan pulang menuju Allah. []