By : Naura Salsabila
Siswa SDIT Al-Bina Purwakarta
HAI, namaku Hanum Salsabila Azzahra. Cukup panggil aku Hanum. Aku sedang menikmati liburan semesterku di Turki bersama kedua orangtuaku dan adikku, Alif. Dua hari yang lalu, aku tiba di Turki. Hari ini adalah hari terakhirku di Turki. Karena itu, aku bersiap siap dengan semangat. Rencananya, hari ini kami akan pergi ke Hagia Sophia dan Blue Mosque. Kata ayah, kami akan mempelajari sejarahnya. Waaah, betapa senangnya hatiku!
Pukul 09.00
‘’Hanum, Alif, sudah siap belum? Kalau sudah, kita akan berangkat sekarang!’’seru Ayah bersemangat.
“Siap, Yah,’’ jawabku dan Alif kompak.
“Karena tidak terlalu jauh, kita jalan saja ya? Sekalian jalan pagi,” ujarIbu.
Aku mengangguk dan segera mamakai alas kaki.
Kami berjalan sambil melihat-lihat keindahan Turki. Kadangkala, kami tertawa melihat hal yang tidak biasa kami lihat di negara kami, Indonesia tercinta.
Setelah kurang lebih 30 menit kami berjalan, akhirnya kami sampai di Hagia Sophia. Ibu berjalan ke loket pemesanan tiket. Tak berapa lama, Ibu beranjak pergi dari loket tersebut sembari berkata,’ “Teppekur Edderim’’ (BahasaTurki, artinya Terima Kasih). Kamipun masuk ke dalam Hagia Sophia.
Hagia Sophia dibangun ada sekitar 8 abad yang lalu sebagai katedral. Namun setelah Sultan Ahmed berkuasa di Turki, Hagia Sophia beralih menjadi masjid dengan dibangunnya menara-menara tinggi yang menjulang ke angkasa.
Kini, Hagia Sophia dijadikan museum oleh pemerintah Turki. Hagia Sophia juga tempat yang sangat istimewa, karena dialah satu-satunya museum yang menjadi saksi bahwa simbol-simbol agama yang berbeda dapat berdampingan dengan mesra di satu rumah ibadah.
Kami berjalan-jalan mengelilingi museum Hagia Sophia. Ketika aku melihat-lihat ke langit –langit museum, aku melihat ada yang janggal. Bunda Maria. Ya…bunda maria. Bukankah Bunda Maria itu lambang umat khatolik? Kok bisa ada di Hagia Sophia? Bukankah Hagia Sophia sudah beralih menjadi masjid? Batinku dalam hati. ’
“Ayah, itu kok ada Bunda Maria-nya sih?’’ tanyaku penasaran. ‘
’Oh, maksud Hanum yang itu?’’ tanya Ayah sembari menunjuk sosok Bunda Maria yang terpampang di langit-langit museum.
Aku mengangguk. ’
“Walaupun Hagia Sophia sudah menjadi Masjid dan Museum, tetapi Panglima Ottoman-nya tidak mau menurunkan atau menghapus simbol-simbol umat Khatolik. Tujuannya agar kita tahu, bahwa Islam juga punya kasih sayang, cinta, dan ilmu pengetahuan,” jelas Ayah lumayan panjang. ‘’Hagia Sophia juga pernah mengalami beerapa perbaikan atau renovasi lho! Diantaranya karena gempa bumi besar yang pernah terjadi kurang lebih 5 kali. Juga karena kebakaran pada tahun 859M’,’ jelas ayah bagai guru sejarah.
Setelah hampir 3 jam mengelilingi Hagia Sophia ibu menawarkan makan di restoran yang terletak di seberang Hagia Sophia yang bernama “Sirvan Kebab Ve Pide Cesitleri”. Sesampainya kami di sana, kami memesan ‘kebab kasarli durum doner’. Tak lama pesanan itu sudah terhidang di depan mata. ‘’Ini adalah makanan khas Turki yang sangat familiar,” kata ayah.
Aku mengangguk dan menghabiskan kebabku.
30 menit berlalu kami beranjak pergi dari restoran itu, tak lupa ibu membayarnya terlebih dahulu. Mata uang di Turki adalah Lira Turki. Kami berjalan ke Blue Mosque sesuai rencana. Sesampainya kami di blue mosque, kami pun terkagum-kagum dengan keindahan blue mosque.
“Inilah masjid kebanggaan di Turki ‘Blue Mosque’. Masjid ini dinamakan blue mosque karena masjid ini didominasikan keramik berwarna biru. Pada zamannnya dulu, masjid ini tak saja digunakan untuk beribadah, tetapi juga untuk sekolah dan tempat untuk perawatan orang-orang yang tidak mampu,” jelas ayah.
Tiba-tiba adzan Zuhur berkumandang dari speaker masjid. Kami pun segera sholat di masjid. Setelah itu kami pulang ke hotel, lalu menuju bandara untuk menuju Indonesia.
Pengalaman di Turki tak akan kulupakan. Pengalaman yang akan selalu kusimpan di hatiku. []