TEL AVIV — Jenderal militer Tel Aviv, Aryeh Eldad, mengungkap fakta di balik runtuhnya pemerintahan Mohamed Morsi, presiden pertama Mesir yang terpilih melalui pemilu yang demokratis, yang dikudeta pada 2013.
Dalam sebuah artikel di surat kabar Maariv, Eldad mengonfirmasi bahwa kudeta militer terhadap Morsi di Mesir itu diatur oleh Israel.
BACA JUGA: Morsi, Mantan Presiden Mesir Dihapus dari Daftar Nama Teroris Mesir
“Pecahnya revolusi Januari bertepatan dengan penilaian keamanan Israel bahwa Presiden terpilih Mohamed Morsi, seorang pria Ikhwanul Muslim, bermaksud untuk membatalkan perjanjian damai dengan Israel dan mengirim lebih banyak pasukan militer Mesir ke Semenanjung Sinai,” tulis Eldad.
“Pada tahap itu, Israel cepat dan mengaktifkan alat diplomatiknya, dan mungkin bahkan sarana yang lebih besar, untuk membawa Abdel Fattah Al-Sisi berkuasa di Mesir, dan meyakinkan pemerintah Amerika Serikat saat itu di bawah Presiden Barack Obama untuk tidak menentang langkah ini,” lanjut Eldad.
Dalam artikelanya, Eldad juga menekankan, Perjanjian Camp David tak sesuai dengan espektasi Tel Aviv.
“Bertentangan dengan semua harapan Israel, perjanjian Camp David, yang dibuat 40 tahun yang lalu, telah berlangsung selama beberapa dekade meskipun kurangnya perdamaian nyata antara kami dan Mesir, dan meskipun kegagalan untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel, karena konflik ini bukan hanya geopolitik. Kami agak mengalami perang agama dengan Palestina dan Arab,” papar Eldad.
Eldad menunjukkan bahwa masih terlalu dini untuk berbicara tentang kegunaan perjanjian damai dengan Mesir, 40 tahun setelah penandatanganan Perjanjian Camp David pada tahun 1979.
“Bertentangan dengan harapan yang dikeluarkan ketika dibuat, perjanjian tersebut mampu bertahan dan dilanjutkan, tetapi penentang penarikan dari Sinai tidak salah saat itu, karena kami tidak memiliki perdamaian nyata dengan Mesir,” imbuh dia.
BACA JUGA: Mantan Pejabat Inggris Minta Mesir Buka Akses pada Morsi
Dia menambahkan bahwa Perjanjian Camp David adalah yang pertama dari jenisnya antara Israel dan negara Arab yang bermusuhan, yang kemudian menjadi negara Arab terbesar dan paling berbahaya.
“Itu mengakibatkan penarikan hingga milimeter terakhir menurut perbatasan internasional antara Mesir dan Israel, mengetahui bahwa saya tidak berharap bahwa (Anwar) Sadat akan memenuhi komitmennya pada perjanjian damai dengan Israel, tetapi saya juga salah,” tulis Eldad, seperti dikutip dari Middle East Monitor, Jumat (6/4/2019). []
SUMBER: MEMO