UMAT muslim telah memasuki bulan haram (suci) Dzulhijjah dan tak lama lagi akan berjumpa dengan hari raya idul Adha. Mulai terpancar dari mereka raut muka suka cita dalam menyambut kedatangannya. Apalagi, idul Adha identik dengan pesta makan daging yang hampir tidak pernah dilakukan di hari-hari lain.
Namun, alangkah baiknya jika idul Adha tidak hanya dimaknai sebatas kesenangan saat makan daging bersama. Sebab, sejatinya terdapat kisah yang penuh hikmah di balik perintah Allah untuk menyembelih hewan qurban. Kisah keluarga nabi Ibrahim as yang mulia dalam balutan romantisme cinta.
Dikisahkan kala itu, keluarga nabi Ibrahim as begitu kukuh berdoa dan berjuang dalam kesabaran menanti sang buah hati. Di saat usia Ibrahim semakin senja, anugerah terindah itu pun lahir ke dunia dari pernikahan keduanya dengan Ibunda Hajar. Suatu ketika, Ibrahim pergi ke Mekah turut membawa serta istri dan bayi mungilnya. Namun, tak disangka Ibrahim justru dengan segera meninggalkan keduanya diatas tanah yang sangat tandus dan tak berpenghuni.
BACA JUGA:Â Inilah Kalimat yang Diajarkan Nabi Ibrahim kepada Nabi Muhammad ketika Isra Mi’raj
“Wahai Ibrahim, kemana engkau hendak pergi? Apakah engkau meninggalkan kami di lembah ini yang tak ada seorang pun dan tidak ada sesuatu apapun disini?” Tanya Hajar bertubi-tubi sambil berusaha menyusul langkah Ibrahim.
Tak ada jawaban dari Ibrahim. Ia malah membuang muka sambil berlalu dan terus bergerak meninggalkan istri dan anaknya yang teramat ia cintai. Perkara ini sungguh berat, tapi ia sudah memantapkan hatinya bahkan untuk sekadar menoleh balik pun tidak.
Tak berselang lama, Hajar kembali bertanya, “Apakah Allah yang memerintahkan ini?”
Tertegun, Ibrahim hanya dapat menjawab singkat, “Ya.”
Kelegaan memancar dari hati seorang Hajar. “Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami,” lanjutnya mantap.
Hari merangkak menuju bulan. Tahun demi tahun, Ismail semakin tumbuh menjadi seorang pemuda shalih yang patuh dan taat kepada Rabb-nya. Seperti yang senantiasa ditanamkan dengan penuh cinta oleh orang tuanya.
Namun, ujian ketaatan itu kembali hadir menyapa. Wahyu Allah turun atas Ibrahim untuk menyembelih anak kesayangannya. Sungguh, ujian yang sangat berat dan memilukan hati Ibrahim. Betapa lonceng kematian yang akan memisahkannya dari sang buah hati berdentang nyaring di telinganya.
Ibrahim meneguhkan hati. Ia mendatangi Ismail dan berkata,
“Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” (QS. Ash-Shaffat:102)
Alih-alih mempertanyakan perkara tersebut atau bahkan membantah ayahnya, Ismail dengan mantap menjawab,
“Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat:102)
Setelah itu, tanpa keraguan Ibrahim dan Ismail melaksanakan perintah Allah. Saat pisau telah terhunus di tenggorokan Ismail, Allah mengganti Ismail dengan sembelihan (domba) yang besar. Ismail pun tak terhunus pisau barang sedikit pun.
BACA JUGA:Â Khutbah Idul Adha; Teladan Nabi Ibrahim as
Demikianlah sebuah kisah yang berulang kali terngiang di telinga kita sejak kecil. Kisah yang merefleksikan bahwa keimanan kepada-Nya harus mengakar kuat dalam hati. Sehingga ketika ujian hidup datang tidak akan mampu menggoyahkan diri apalagi sampai menggadaikan keimanan.
Kisah diatas seolah menembus batas rasionalitas dimana seorang ayah tega meninggalkan istri bahkan (hampir) membunuh anaknya sendiri. Nabi Ibrahim as bukan tidak mencintai mereka, justru cintanya teramat dalam. Namun, ia menempatkan cinta kepada Allah diatas cinta kepada makhluk.
Ibrahim mencintai keluarganya karena Allah, yang dengan cinta itu semakin bertambah lah ketaatan kepada Sang Maha Mencintai. Ia, seorang hamba yang sangat tunduk kepada perintah Rabb-nya. Sekaligus seorang ayah yang rela mengorbankan cinta kepada keluarganya demi mendapatkan cinta dan ridho Allah semata. Sungguh, keluarga Ibrahim as adalah teladan terbaik sepanjang zaman. Manusia-manusia mulia dengan keimanan yang kuat hingga melahirkan ketaatan dan kesabaran tanpa batas. Wallahu’alam bisshowwab. []
Penulis yang memiliki nama lengkap Ayu Deswanti Rio Dingin ini akrab disapa dengan panggilan Ayu. Penulis adalah seorang ibu rumah tangga muda yang menyukai dunia literasi Islam. Saat ini, penulis aktif berdakwah di Komunitas Sahabat Taat Jepara dan menekuni bidang kepenulisan di Komunitas Menulis Revowriter. Penulis juga memiliki peminatan dalam isu-isu ketahanan keluarga dan pergaulan remaja. Besar harapan penulis semoga melalui goresan pena kemuliaan ajaran Islam semakin dikenal dan kemenangannya atas seluruh dunia bisa segera terwujud.
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.