KORUPSI adalah musuh utama pembangunan. Di banyak negara, praktik korupsi telah merusak ekonomi, menghancurkan kepercayaan publik, dan memperlebar jurang kesenjangan sosial. Namun, di tengah banyaknya negara yang masih “lunak” terhadap pelaku korupsi, Cina tampil sebagai negara yang sangat tegas dalam menindak para koruptor.
Dengan kebijakan “zero tolerance” terhadap korupsi, pemerintah Cina menerapkan hukuman yang berat, bahkan sampai ke tingkat hukuman mati. Berikut adalah penjelasan lengkap tentang bagaimana kerasnya hukuman bagi koruptor di Negeri Tirai Bambu.
1. Hukuman Mati Bagi Koruptor
Cina adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang masih menerapkan hukuman mati bagi pelaku korupsi. Jika nilai korupsi sangat besar atau menyebabkan dampak sosial yang parah, pelaku dapat dijatuhi hukuman mati langsung atau hukuman mati dengan masa penangguhan (biasanya dua tahun), yang bisa dikurangi menjadi penjara seumur hidup tergantung pada perilaku di penjara.
BACA JUGA: 7 Dampak Korupsi yang Merajalela bagi Suatu Negara
Contohnya, Zhao Liping, seorang pejabat tinggi dan mantan kepala kepolisian di Provinsi Shanxi, dihukum mati pada tahun 2017 karena terbukti melakukan pembunuhan dan menerima suap dalam jumlah besar. Hukuman tersebut menunjukkan bahwa status dan jabatan tinggi tidak memberikan perlindungan dari keadilan.
2. Penjara Seumur Hidup Tanpa Pembebasan Bersyarat
Banyak pejabat yang terbukti melakukan korupsi besar-besaran dihukum penjara seumur hidup. Bahkan, dalam beberapa kasus, hukuman seumur hidup itu dijatuhkan tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat atau pengurangan masa hukuman.
Sebagai contoh, Lai Xiaomin, mantan ketua perusahaan keuangan terbesar di Cina (China Huarong), dijatuhi hukuman mati pada tahun 2021 karena menerima suap sebesar lebih dari 1,7 miliar yuan (sekitar Rp3,7 triliun). Ia dieksekusi hanya beberapa minggu setelah vonis dijatuhkan.
3. Penyitaan Aset dan Pelucutan Hak Sipil
Selain hukuman fisik, pemerintah Cina juga melakukan penyitaan seluruh aset hasil korupsi. Pelaku kehilangan semua kekayaan yang diperoleh secara ilegal, dan dalam banyak kasus, juga dilucuti hak-hak sipilnya, termasuk larangan berpolitik, bekerja di lembaga negara, atau bahkan bepergian ke luar negeri.
Keluarga koruptor pun kerap terkena imbasnya, karena pihak berwenang juga menyelidiki keterlibatan istri, anak, atau kerabat dalam menyembunyikan atau mencuci uang hasil korupsi.
4. Pengawasan Ketat dan Penangkapan Diam-Diam
Cina memiliki sistem pengawasan yang sangat ketat terhadap para pejabat, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping yang mengampanyekan “perang melawan korupsi” sejak tahun 2012. Banyak pejabat yang tiba-tiba menghilang dari publik, lalu muncul kembali sebagai tersangka korupsi.
Lembaga pengawasan disiplin Partai Komunis Cina (CCDI) bekerja secara rahasia dan langsung di bawah kendali pusat. Mereka memiliki kewenangan untuk menahan, menginterogasi, dan menyelidiki anggota partai tanpa proses hukum konvensional terlebih dahulu. Ini dilakukan agar penyelidikan tidak bocor dan intervensi tidak terjadi.
5. Publikasi Kasus untuk Efek Jera
Cina juga sering mempublikasikan kasus-kasus besar korupsi secara terbuka, termasuk jumlah uang yang dikorupsi, gaya hidup mewah para pelaku, hingga pengakuan mereka di media. Tujuannya jelas: memberikan efek jera bagi pejabat lain dan membangun citra pemerintahan yang bersih di mata rakyat.
Di televisi Cina, kadang ditayangkan pengakuan para koruptor sambil menangis atau menyampaikan penyesalan, sebagai bagian dari kampanye anti-korupsi yang agresif.
6. Kampanye “Anti-Korupsi” Terbesar dalam Sejarah
Sejak Presiden Xi Jinping naik ke tampuk kekuasaan, lebih dari 1,5 juta pejabat telah diselidiki, diberhentikan, atau dihukum karena terlibat dalam praktik korupsi. Kampanye ini menjangkau semua level, mulai dari pejabat rendah (disebut “lalat”) hingga pejabat tinggi (disebut “harimau”).
Beberapa jenderal militer, menteri, bahkan anggota politbiro pun tak luput dari penyelidikan. Salah satunya adalah Zhou Yongkang, mantan kepala keamanan nasional dan salah satu tokoh paling berkuasa di Cina. Ia dihukum penjara seumur hidup karena korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan pembocoran rahasia negara.
BACA JUGA: Bikin Rugi Negara Rp 300 T di Kasus Korupsi Timah, Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Bui
7. Kritik Terhadap Hukuman yang Terlalu Keras
Meski banyak yang memuji ketegasan Cina dalam memberantas korupsi, sebagian pihak menyatakan keprihatinan atas praktik hukum yang tidak selalu transparan. Beberapa kasus disidangkan secara tertutup, dan terdakwa bisa kehilangan akses ke pengacara.
Organisasi hak asasi manusia internasional juga mempertanyakan validitas pengakuan yang ditayangkan di televisi, mengingat ada kemungkinan tekanan atau paksaan dalam proses penyelidikan.
Cina membuktikan bahwa hukuman berat bagi koruptor bukan sekadar ancaman di atas kertas. Eksekusi mati, penjara seumur hidup, penyitaan aset, hingga pemutaran pengakuan publik adalah bagian dari strategi mereka dalam menegakkan pemerintahan bersih dan berwibawa. Meski pendekatannya keras dan kontroversial, hasilnya telah menciptakan efek jera yang kuat di kalangan pejabat negeri.
Barangkali inilah pelajaran berharga bagi negara lain yang masih bersikap lunak terhadap koruptor: jika ingin negeri bebas dari pencuri uang rakyat, maka tidak boleh ada ruang kompromi bagi pelaku korupsi. []