KETIKA Umar bin Khaththab menjelang wafatnya saat di tikam oleh Abu Lu’lu’ah Al-Majusi, ia sakit parah sampai tiga hari, lalu datanglah seseorang untuk memeriksa keadaan beliau, lalu orang itu meminumkan secangkir susu ke mulut ‘Umar, akan tetapi susu itu justru tumpah lewat luka tikaman Abu Lu’lu’ah itu. Lalu orang itu memperkirakan bahwa keadaan ‘Umar sudah tidak akan mampu bertahan lama.
Mengetahui kondisi sang khalifah, kaum muslimin datang untuk menyalami ‘Umar dan mengucapkan salam dan do’a untuknya. Di antara orang-orang itu ada seorang pemuda yang datang mencium ‘Umar lalu berkata, “Bergembiralah wahai Amirul Mukminin dengan kabar gembira dari Allah (dengan mendapat surga-Nya), menjadi sahabat Rasulullah, memeluk Islam pada masa-masa awal, kemudian engkau memegang kepemimpinan dan engkau berbuat adil serta meraih mati syahid”.
BACA JUGA: Saran Umar ketika Umat Muslim Kelelahan di Perang Tabuk
Dengan suara lirih, ‘Umar kemudian menjawab, ”Mendapatkan pahala akhirat dan tidak disiksa, itu sudah cukup bagiku.”
Saat pemuda itu berbalik untuk keluar, ‘Umar melihat pakaian pemuda itu terurai panjang menjulur ke tanah, seketika ia berkata, ”Wahai anak saudaraku, angkatlah pakaianmu karena itu lebih dekat kepada taqwa, mensucikan hatimu dan membersihkan pakaianmu”.
Lalu pemuda itu mengatakan,”Jazaakallahu khairan yaa Amirul Mukminiin…”
BACA JUGA: 4 Cara Umar bin Khattab Memilih Pemimpin Pasukan
Dalam kondisi sulit, ‘Umar tetap menasihati pemuda itu. Hingga Ibnu Mas’ud pun berkata, “Semoga Allah senantiasa merahmati ‘Umar, sakaratul maut tidak bisa menahannya dari menyuarakan kebenaran.” []
Sumber: DR. Ahmad Hatta MA., dkk. Januari 2015. The Golden Story of ‘Umar bin Khaththab. Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka.