“Mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dean menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugrahkan kepada mereka.” (QS Al-Baqarah [2]: 3)
“Bagaimana mengenai yang gaib, mengaplikasikan nilai-nilai shalat, dan berempati pada penderitaan orang lain (mengikis rasa kepemilikan yang berlebih) bekerja secara fisiologis? Mengimani hal yang gaib adalah mengimani fenomena yang sistematis dan terukur. Bukankah Allah SWT. telah berfirman dalam surah Al-Qamar ayat 49 bahwa setiap unsur ciptaan-Nya senantiasa terukur?”
MARI kita simak kisah black death yang melanda Eropa pada abad pertengahan dan nyaris memusnahkah peradaban Eropa kuno. Apa yang mereka tuduh sebagai faktor penyebab? Santet! Ya, sihir dan ilmu hitam yang menjadi kambing hitam.
Cendikiawan muslim-lah yang dengan penjabaran semangat IQRA yang kuat mengubah paradigma berfikir umat manusia. Al-Khaitam, Khawarizmi, Al-Jabir, Ibnu Sina, Al-Biruni, Al-Razi, Ibnu Rusyd, dan banyak polimat (orang multitelenta) Muslim lainnya yang memperkenalkan dunia metodologi berfikir ilmiah.
BACA JUGA: Allah Berikan Ummu Aiman Air dari Langit
Dari sanalah lahir fisika optik, ilmu dan metode kimia (destilasi, penggaraman, persenyawaan dan titrasi), berturut-turut pula lahir ilmu pathogenesis yang rasional. Pathogenesis adalah proses berjangkitnya penyakit yang dimulai dari terjadinya infeksi hingga dengan timbulnya reaksi akhir.
Mengimani dan meyakini sesuatu yang gaib juga berarti mengimani keberadaan Allah SWT. yang tak terukur, maha besar dan tidak bertepi. Namun, kita dituntunnya dengan “berbagai tanda”, berbagai gejala yang nyata menunjukan keberadaan-Nya, inna fii dzaalika la aayaatin liqaumin ya’qilun.
Marilah kita cermati betapa teraturnya proses penciptaan alam semesta, berawal dari satu yang padu kemudian dipisahkan antara langit dan bumi, lalu alam raya ini diluaskan dengan kekuatan.
Terjadilah reaksi fusi nuklir di inti bintang dan juga matahari. Dari satu atom hydrogen terlahir gabungan atom yang membentuk helium (deuterium dan tritium). Dari sana terpancar foton yang kita terima di bumi sebagai sumber energi hijau, fotosintesis.
Dalam surah Yaasiin disebutkan bahwa ada api yang dihasilkan oleh pokok-pokok hijau, klorofil dengan magnesiumnya. Tercipta juga orbit dari benda-benda langit yang semula berbentuk kabut kemudian mendingin, menggumpal dan menjadi tempat yang dilapangkan serta dibentangkan bagi makhluk-makhluk yang mencari rezeki di atasnya.
Dijadikan pula palung-palung yang terisi air agar kita dapat berlayar di atasnya dan memanen sumber protein dari dalamnya. Alga, rumput laut dan tetumbuhan air lainnya berlomba bertasbih dengan berfotosintesis mengolah sisa-sisa karbon menjadi oksigen yang segar.
Manzilah-manzilah atau tempat-tempat ini penting bagi kita semua. Benda langit bertasbih dengan menjalankan sunatullahh berupa mempertahankan garis edar agar setiap anggota tata surya bertahan ditempatnya dan mendapatkan hal terbaik bagi semuanya.
Bulan urnama (ayyamul bidh) sangat memengaruhi hemoreologi dan fungsi fisiologi hormonal sehingga kita disunahkan shaum untuk menyambutnya. Bumi yang mengedari matahari dengan kemiringan terjaga (sekitar 23,5 derajat) menjadi cahaya matahari yang tiba tidak pernah menyakiti dan tidak pernah berlebihan. Intensitas radiasinya pas, tepat dan terukur.
Keteraturan-keteraturan dan bukti-bukti adanya sistematika yang sangat rumit, tetapi memiliki pola-pola yang baku serta dapat dirunut dari berbagai perspektif yang bersifat logis mnunjukan pada kita bahwa sesungguhnya konsep mengimani yang gaib itu relevan dengan konsep iqra bismi rabbikal ladzii khalaq.
Mengimanani hal-hal gaib dan mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam kehidupan adalah mengintegrasikan dan menyinergikan nilai-nilai shalat yang universal.
BACA JUGA: Bagaimana Sabar dan Shalat bisa jadi Penolong?
Setiap ibadah yang diperintahkan Allah SWT kepada kita tidak pernah bersifat parsial. Semua mengintegrasikan seluruh fungsi manusia sebagaimana terdapat dalam surah As-Sajdah ayat 9, disempurnakan wujud (fisik, jasad dan hayat), diembuskan ruh yang suci, diamanahi pendengaran dan penglihatan, dan dijadikan hati (qalbu).
Seluruh fungsi yang termaktub dalam surah As-Sajdah ayat 9 itu senantiasa menjadi acuan dalam setiap proses ibadah, struktur dan fungsi anatomi, serta kemampuan sensoris dan kognisi untuk mengartikan dan membuatnya bermakna akan berpadu menjadi sebuah konsep qalbu.
Ibadah ditujukan untuk meningkatkan kualitas qalbu sehingga dapat meningkatkan kualitas anatomi, fisiologi, dan kemampuan neurologis.
Oleh karena itu, dalam setiap ibadah, termasuk shalat, kita senantiasa menemui keseragaman intelektual. Shalat dapat diresapi maknanya oleh siapa saja yang meniatkannya semata karena cinta pada Allah (mahabatullah). []
GELEGAR OTAK
Ayo cari tahu apa yang tersembunyi dalam otak Anda!
By: Tuhid Nur Azhar