SALAH satu puasa sunnah adalah puasa Ayyamul Bidh. Ayyamul Bidh berasal dari kata ayyam (jamaknya yaum) yang berarti hari-hari, sedangkan bidh mengandung arti putih.
Dengan demikian, apabila digabungkan Ayyamul Bidh mempunyai pengertian hari-hari putih. Adapun maksud dari hari-hari putih adalah keadaan pada saat Ayyamul Bidh, bulan tampak terang-benderang atau dalam keadaan purnama sehingga kondisi malam tampak terang bercahaya.
Puasa ini merupakan puasa yang dapat kita lakukan minimal setiap bulan terdapat tiga hari puasa. Diutamakan dilakukan jika dipertengahan bulan, yaitu 13, 14 dan 15 Hijriyah.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
“Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2] mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum tidur.”[1]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَر
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.”[2]
Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).”[3]
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
“Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun.”[4]
Di samping itu, ada beberapa pendapat tentang waktu pelaksanaannya. Ada ulama yang berpendapat bahwa puasa Ayyamul Bidh hanya dapat dilaksanakan pada tanggal 13, 14,dan 15, ada pula yang berpendapat tanggal berapa saja yang penting dilaksanakan selama tiga hari pada bulan kalender Hijriyah. Hal tersebut sesuai dengan hadits berikut ini:
1. Dari Mu’adzah ad ‘Adwiyah, sesungguhnya ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah radliyallah ‘anha: “Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melaksanakan shaum selama tiga hari setiap bulannya?” Aisyah menjawab: “ya”. Ia pun bertanya lagi: “Hari-hari apa saja yang biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shaum?” Aisyah pun menjawab: “Tidak pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperhatikan hari keberapa dari setiap bulannya beliau melaksanakan shaum,” (HR. Muslim).
2. Dalam Majmu’ Fatawa wa Rasail, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata, “Seorang boleh berpuasa pada awal bulan, pertengahannya, ataupun di akhirknya secara berurutan atau terpisah-pisah. Tetapi yang paling afdhal (utama) dilaksanakan pada Ayyamul Bidl, yaitu tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radliyallah ‘anha, “adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa tiga hari setiap bulan, tidak terlalu peduli apakah berpuasa di awal atau di akhir bulan,” (HR. Muslim).
Adapun hukum menjalan puasa Ayyamul Bidh adalah sunah muakad artinya sunah yang dipentingkan. Pernyatan ini ditegaskan oleh hadits berikut ini:
Abu Hurairah ra. Berkata:
“Teman dekatku (Nabi Muhammad SAW) berpesan tiga hal kepadaku: berpuasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur,” (Muttafaq ‘alaih).
Selain itu, ada faedah yang dapat kita ambil dari puasa Ayyamul Bidh ini, di antaranya:
1. Menghidupkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Memberi istirahat pada anggota badan setiap bulannya.
3. Mengendalikan hawa nafsu.
4. Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
5. Dapat meredam emosi negatif sehingga terhindar dari perbuatan-perbuatan negatif yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
6. Melatih sikap disiplin, sabar, dan tawakal. []
Keterangan:
[1] HR. Bukhari no. 1178.
[2] HR. An Nasai no. 2345. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Ash Shohihah no. 580.
[3] HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[4] HR. Bukhari no. 1979.
Sumber:
Rumaysho.com