KUALA LUMPUR- Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak menyebutkan, etnis Muslim Rohingya menghadapi kekerasan sistematis termasuk penyiksaan, pemerkosaan dan pembunuhan di Myanmar.
Suu Kyi yang meraih Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1991 telah dikecam masyarakat internasional karena dianggap diam melihat penindasan etnis Rohinya di negaranya. Pengecam Suu Kyi di antaranya, aktivis muda Malala Yousafzai dan Uskup Agung Desmond Tutu yang juga pernah meraih Nobel Perdamaian.
Dalam sebuah wawancara dengan AFP, dia mengatakan politisi Myanmar Aung San Suu Kyi, pejuang demokrasi yang tak kenal takut di bawah junta militer, telah gagal untuk menggunakan otoritas moralnya guna membela minoritas Rohingya.
Dalam 15 hari terakhir sejak kekerasan terbaru pecah di negara bagian Rakhine, hampir 300.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Kekerasan terjadi setelah serangan militan Rohingya terhadap pos-pos polisi pada 25 Agustus 2017 yang memicu tindakan keras militer Myanmar di Rakhine atau Arakan.
”Berdasarkan laporan yang kami terima, (Rohingya) didiskriminasikan dan tidak ada belas kasihan yang diberikan kepada mereka,” katanya
”Sebenarnya dilakukan dengan cara yang terencana sehingga mereka disiksa, didiskriminasikan, dibunuh dan diperkosa,” ujar Najib.
Sebelumnya Najib menyaksikan pengiriman dua pesawat kargo angkatan udara berisi pasokan makanan dan obat-obatan ke kota pelabuhan Chittagong di Bangladesh. Bantuan itu untuk para pengungsi Rohingya.
”Kami mengirim dua pesawat dengan biskuit, nasi dan sabun. Malaysia akan melakukan apapun untuk membantu karena ini adalah bencana besar,” kata Najib, Ahad(10/9/2017) kemarin, seperti dilansir dari AFP.
Pelapor Khusus PBB untuk HAM di Myanmar, Yanghee Lee, mengatakan bahwa sekira 1.000 orang kemungkinan telah terbunuh dalam tindakan keras tentara Myanmar, di mana mayoritas korban adalah warga Rohingya.
”Saya pikir kita perlu menghapus kenangan kita tentang ikon demokrasi yang dipenjara,”pungkasnya.[]