LAKI-laki yang tampak pemberani dan berwajah agak sangar itu mendatangi Rasulullah. Saat itu beliau tengah bersama sejumlah sahabat beliau. Beliau menyambut dengan ramah dan mempersilahkan laki-laki itu duduk dekat beliau.
“Wahai Rasulullah, sebenarnya aku ini seorang pelaku dosa dan kejahatan. Sungguh aku ingin dan berusaha untuk meninggalkannya. Tapi aku tak bisa. Bahkan saat ini aku telah masuk Islam, tapi aku tetap saja berbuat dosa dan kemaksiatan. Aku masih mencuri, mabuk-mabukan, dan main perempuan. Aku malu dengan keislamanku ini, wahai Rasulullah. Berilah aku nasihat,” panjang lebar laki-laki ini berkata.
Rasulullah mendengarkan dengan seksama perkataan laki-laki itu, lalu dengan tersenyum lembut beliau berkata, “Baiklah saudaraku, mulai sekarang maukah engkau berjanji padaku untuk meninggalkan bohong?”
“Tidak berkata dusta, wahai Rasulullah. Cuma itu. Baik, aku berjanji kepada engkau, aku tidak akan berdusta,” jawab laki-laki itu singkat itu singkat.
Selepas itu, ia pun pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan ia berpikir betapa lembutnya Rasulullah. Ketika ia menyatakan melakukan dosa-dosa besar, tapi beliau hanya memintaku untuk tidak berdusta.
Hari-hari pun berjalan seperti biasanya. Suatu ketika laki-laki itu terpikat bisikan setan ia ingin mencuri. Setelah rumah yang hendak dicuri terpetakan, ia pun siap-siap untuk mencuri, tapi hatinya berkata padanya. “Engkau mau mencuri. Terus kalau kau bertemu Rasulullah, dan beliau bertanya padamu masih mencuri tidak. Apa jawaban yang akan kau kemukakan. Kalau kau bilang tidak berarti kau telah berdusta padahal kau telah berjanji untuk tidak bohong. Kalau berkata ia, tentu hukum harus berlaku,” demikian kata hatinya terus berkata.
Akhirnya ia pun membatalkan niat mencuri. Demikian ketika ia mau minum khamar, kata hatinya pun berkata hal yang sama. Bahkan ketika ia hendak bermain perempuan, melakukan berbuatan nista kata hatinya pun bicara. Dengan kekuatan iman ia pun selalu mengikuti kata hati, mengikuti petuah dan pesan teladan mulia.
Ia pun bersyukur kuasa meninggalkan kebiasaan buruknya. Ia menjadi orang yang shaleh, bukan hanya meninggalkan semua perbuatan dosa dan kejahatannya, tapi ia menjadi ahli ibadah yang taat. Ia bersyukur bahwa pesan Rasulullah mengandung hikmah yang luar biasa. Indahnya mengikuti kata hati.
***
Mempesona sikap yang dikedepankan Rasulullah. Akhlak menawan beliau lembut mengarahkan. Tidak menghukumi tapi memberi solusi. Tidak memvonis tapi mengajak berpikir manis. Hingga hadir hidayah dan perubahan signifikan darinya. Demikian sejatinya substansi dakwah, yaitu bagaimana agar hidayah tersalurkan dan dapat diaplikasikan.
Demikian pula betapa luhur yang dipraktikan laki-laki tersebut. Ia benar-benar telah mengenal dirinya dan masalah yang tengah ia hadapi. Selain itu ia berani bicara apa adanya; tentang ia cinta Islam tapi juga masih cinta pada kejahatan. Inilah jalan pada kebaikan, jalan kebahagiaan, dan jalan ke surga. Orang yang beriman sepatutnya adalah orang yang jujur dan tidak mengenal kata dusta. Ia senantiasa menjaga kejujuran terhadap dirinya hingga ia mengerti apa yang seharusnya diperbaiki. Rasulullah saw bersabda, “Hendaknya kalian berlaku jujur, karena jujur mengantarkan pada perbuatan baik, dan perbuatan baik akan mengantarkan pada surga.” (HR. Muslim).
Menarik yang dilakukan oleh laki-laki tersebut, mengingat ia mengedepankan kata hati dalam menjalankan keislamannya. Terbutkti, setiap ia akan melakukan kejahatan atau maksiat ia terlebih dahulu ia diskusi dengan hati. Karena memang hati yang suci tidak pernah berkata kecuali yang sejati. Lisan boleh berkata yang tidak nyata, tapi hati tidak bisa kontra dengan fakta.
Imam Ahmad meriwayatkan, bahwa suatu hari Wabishah bin Ma’bad mendatangi Rasulullah. Setelah mengucapkan salam dan disambut jawaban salam dan senyum ceria dari Rasulullah, beliau langsung berkata kepada Wabishah, ”Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan?”
Wabishah menjawab, “Iya benar, wahai Rasulullah.
Beliau saw kemudian bersabda, “Bertanyalah kepada hatimu. Kebaikan adalah apa yang menjadikan tenang jiwa dan hatimu, sedangkan dosa adalah sesuatu yang menggelisahkan jiwa dan menimbulkan keraguan dalam hati, meskipun orang-orang terus membenarkanmu.”
Hadits tersebut dapat dipahami bahwa sejatinya hati menjadi poros utama pergerakan kebaikan atau keburukan. Hingga Rasulullah menyatakan, tidak harus repot, tentang kebaikan atau keburukan itu dapat terdeteksi dengan keberadaan hati kita. Bila ia tenang indikasi kebaikan, dan jika gelisah bermakna sebaliknya.
Tentu hal ini seperti yang Anda rasakan. Hati laksana keberadaan kucing ketika makan. Perhatikan kalau ia makan bukan dari pemberian dari kita langsung maka ia gelisah. Tapi jika kita benar menyodorkan makanan untuknya ia anteng, dan makan dengan tenang.
Hati kita pun demikian, bila melakukan kesalahan, maka muncul perasaan takut dan tidak mau ketahuan orang. Sementara bila yang kita lakukan adalah sesuai dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran maka perasaan tenang dan nyaman menyelimuti hati. Rasulullah saw bersabda, “Kebaikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah segala sesuatu yang menggelisahkan perasaanmu dan engkau tidak suka bila orang lain mengetahuinya.” (HR. Muslim).
Demikian sepatutnya bila kita berjalan di kehidupan ini. Acapkali kita berada pada pilihan antara mengikuti jati diri sendiri sebagai mukmin, atau pada kehendak zaman modern dan gaya kehidupannya yang bertentangan dengan Islam. Sejatinya ada jalan mudah untuk mengatasinya, iya dengan bertanya pada hati kita; sesuai atau tidak, tepat atau tidak dalam timbangan dasar keimanan yang berada pada diri kita.
Sejatinya pada perbuatan tidak baik, hati yang suci niscaya menolaknya. Hati yang terdalam dan sesuai fitrah pasti ajarkan kebaikan dan menolak keburukan. Sanubari selalu jujur menyatakan yang sebenarnya. Karena fitrah hati sesuai dengan kehendak Allah, yaitu pada kebenaran dan kebaikan. Salah satu cara mengenal kebenaran ialah dengan fitrah, meminta fatwa hati.
Allah menanamkan kepada kita tabiat cinta kebaikan dan kebenaran. Bahkan, menurut kajian sains, apabila kita membuat kebaikan, hormon kortisol akan menyerap. Ia menyebabkan kita senang. Allah swt berfirman, “(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (ar-Rum [30] : 30).
Demikian seperti ditegaskan dalam sebuah hadits, bahwa hati penentu gerak jiwa kita. Rasulullah saw bersabda, ”Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, akan baiklah seluruh anggota tubuh. Dan apabila ia rusak, rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah jantung.” (HR. Bukhari)
Mengomentarai hadits ini Imam Ibnu Rajab, dalam kitabnya Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam menyatakan, bahwa hadits ini memberikan isyarat yang menunjukkan bahwa kebaikan gerak-gerik anggota badan manusia, kemauan dirinya untuk menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, kesanggupannya meninggalkan hal-hal yang berbau syubhat (tidak jelas) adalah sangat tergantung pada gerak-gerik hatinya.
Memang benar ada hati yang sudah jauh melenceng dari fitrah sejatinya, yaitu hati al-qalbu al-qasi (hati yang keras atau mati). Ada juga hati yang sakit, al-qalbu al-maridh. Inilah hati yang rusak, yang potensial susah atau tidak mungkin menyatakan kebaikan adalah baik. Karena betapa telah hebat terututp dengan kejahatan, kemusyrikan, kekufuran, dan penyakit-penyakit hati lainnya.
Jagalah agar hati kita salim sehat atau al-qalbun as-salim. Yaitu hati yang menurut Imam Ibnu al-Qayyim adalah, hati yang salim dan baik adalah hati yang selamat dari segala bentuk ketidaktaatan kepada Allah, serta tulus murni semata-mata menghambakan diri kepada-Nya, baik dalam hal kehendak, tawakal, cinta, kembali, tunduk, khusyu, takut, dan harap. Allah swt berfirman, “Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”(asy-Syu’ara [26] : 87-89).
Indah apa yang disebutkan oleh Ali bin Abi Thalib ra, “Medan pertempuranmu adalah dalam jiwamu. Jika kamu menang terhadapnya, maka pada yang lain kamu lebih mampu mengalahkan. Tapi jika kamu kalah darinya, maka pada yang lain kamu juga akan lemah tak berdaya. Maka berjuanglah menghadapi dirimu terlebih dahulu.” Dalam arti, pada hati gejolak keimanan dan sebaliknya berada, bila kuasa memenangkan identitas diri sebagai mukmin, maka kemenangan diraih. Sementara bila sebaliknya, maka dengan mudah menjadi pecundang yang kalah membela naluri kebaikan dari hati.
Oleh karena itu, demi untuk menjaga hati kita, akrabkanlah doa untuk keselamatan hati. Di antaranya seperti senantiasa disemaikan baginda Rasulullah saw, “Ya Allah, berikanlah kepada hati kami ketakwaan, dan sucikan hati kami, Engkau adalah Zat yang mensucikan hati, Engkau adalah Pemilik dan Tuan semua hati.” (HR. Muslim). Juga doa, “Wahai Pembolak balik hati, tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu. Wahai Pemutar balik hati, tetapkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (HR. Tirmidzi). []