ORANG murtad merujuk kepada individu yang meninggalkan agama yang telah dianutnya. Dalam konteks agama Islam, di mana seseorang yang berpindah keyakinan dari Islam kepada agama lain atau memilih untuk tidak beragama lagi dianggap sebagai murtad.
Dalam Islam, soal orang murtad itu bukan perkara yang sederhana. Ayat yang membicarakan soal murtad terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 217.
Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, ayat ini hendak menegaskan bahwa orang yang murtad lalu ia meninggal dunia tetapi tidak sempat bertaubat maka seluruh amal ibadahnya yang pernah dilakukannya tidak akan diterima oleh Allah SWT. (al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, jilid II, hal. 367).
Karenanya, akibat yang diterima dari orang yang murtad di akhirat kelak itu kekal di dalam neraka. Selain itu, ayat lain yang membicarakan tentang orang murtad adalah QS Muhammad ayat 25.
BACA JUGA: Kisah di Balik Topi Kerucut, Tanda Seorang Muslim Telah Murtad
Menurut al-Thabari, orang yang murtad tidak hanya diperuntukkan bagi orang yang memproklamirkan diri telah keluarnya dari Islam, tetapi juga para Ahli Kitab yang mengingkari kerisalahan Nabi Muhammad Saw (al-Thabari, Jami’ al-Bayan fî Ta’wil al-Qur’an, jilid XI, hal. 322).
Sebagian mufasir juga mengartikan orang yang murtad dalam ayat itu bagi orang-orang munafik yang tidak bersungguh-sungguh dalam berislam atau mengaku Islam tetapi hatinya kafir (al-Qurtubi, al-Jami` li Ahkam alQur’an, jilid VIII, hal. 531).
Ayat lain juga yang bersinggungan dengan perpindahan dari agama Islam ke agama lainnya dibicarakan dalam QS. An-Nisa ayat 137.
Dalam ayat itu dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman lalu ia menjadi kafir, kemudian ia beriman lagi, kemudian ia kafir lagi, lalu bertambah kekafirannya selamanya hingga ia meninggal dalam kekafiran, maka Allah SWT tidak akan mengampuninya setelah mereka mati, dan tidak juga menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus, yaitu jalan menuju surga nya Allah SWT.
Dalam agama Islam, soal murtad itu bukan perkara sederhana. Ayat yang membicarakan tentang murtad terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 217.
Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, ayat ini hendak menegaskan bahwa seseorang yang murtad lalu meninggal dunia tanpa sempat bertaubat maka seluruh amal ibadahnya yang pernah dilakukannya maka tidak akan diterima Allah SWT. (al-Thabari, Jami’ al-Bayan fî Ta’wil al-Qur’an, jilid II, hal. 367).
Karena itu, akibat yang diterima dari orang yang murtad di akhirat kelak adalah kekal di dalam neraka. Selain itu juga, ayat lain yang membicarakan tentang seseorang yang murtad adalah QS Muhammad ayat 25.
Menurut al-Thabari, orang Yang murtad tidak hanya diperuntukkan bagi orang yang memproklamirkan diri telah keluar dari Islam, tetapi juga para Ahli Kitab yang mengingkari kerisalahan Nabi Muhammad Saw (al-Thabari, Jami’ al-Bayan fî Ta’wil al-Qur’an, jilid XI, hal. 322).
Sebagian mufasir juga mengartikan murtad dalam ayat itu bagi orang-orang munafik yang tidak bersungguh-sungguh dalam berislam atau mengaku Islam tapi hatinya kafir (al-Qurtubi, al-Jami` li Ahkam alQur’an, jilid VIII, hal. 531).
Ayat lain yang bersinggungan dengan perpindahan dari agama Islam ke agama lain dibicarakan dalam QS. An-Nisa ayat 137.
Dalam ayat itu dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman lalu kafir, kemudian beriman lagi, kemudian kafir lagi, lalu bertambah kekafirannya selamanya hingga meninggal dalam kekafiran, maka Allah tidak akan mengampuni mereka setelah mereka mati, dan tidak pula menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus, yaitu jalan menuju surga nya.
Berdasarkan tiga ayat yang di atas, tidak terdapat sanksi yang tegas terhadap orang yang murtad, sebagaimana dalam kasus pencurian, menuduh orang berzina (qadzaf), berzina, dan membunuh.
Dapat dikatakan bahwa di dalam Al Quran perbuatan murtad seperti halnya meninggalkan salat, meminum khamr, membuka aurat, dan lain-lain yang tidak ada sanksi hukum duniawinya. Perbuatan-perbuatan yang dilarang tersebut akan dihukum dengan balasan yang amat pedih di akhirat nanti.
Sementara itu, hadis yang sering dirujuk untuk hukuman orang murtad adalah man baddala dinahu fa-‘qtuluh (sesiapa saja yang pindah agama, maka bunuhlah). Sebagian ulama menganggap hadis ini mengisi kekosongan hukum yang tidak terdapat yang ada dalam Al Quran.
Sebab hadis sebagai sumber hukum Islam yang kedua berfungsi menjelaskan, mengelaborasi, dan memerinci sejumlah ketentuan umum di dalam Kitab Suci. Karenanya, banyak ulama klasik terutama kalangan ahli fikih berpendapat bahwa hukuman terhadap perbuatan murtad adalah maut.
Para ahli hukum juga sepakat bahwa hanya penguasa yang dapat menjalankan hukuman ini dan tidak boleh main hakim sendiri. Sebagian ulama terutama cendekiawan kontemporer menilai bahwa hadis Nabi SAW dan pandangan para ulama klasik tentang sanksi bagi orang yang murtad itu harus dipandang secara kontekstual sehingga tidak bisa menjadi patokan umum yang berlaku untuk semua dimensi ruang dan waktu.
Oleh Karena itu, menarik sekali untuk mengamati apa makna “murtad” dalam sejarah Islam sehingga terkesan sebagai tindakan yang kriminal yang sampai harus berujung maut bagi pelakunya.
Memahami Makna Murtad
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Sopa dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (24/11) menjelaskan tentang arti kata murtad dari sisi bahasa. Kata “murtad” berasal dari kata “radda” yang memiliki arti mengembalikan, memalingkan, menutup, menolak, bantahan, mencegah.
Kata itu juga berasal dari kata “irtadd” yang berarti kembali, mundur, membalik. Istilah murtad berasal dari gabungan kata “irtadda ‘an dinihi” yang berarti menolak atau mengembalikan dari agamanya.
Menurut Jonathan Brown, pada masa Nabi Muhammad dan komunitas Muslim awal, kata “ridda” beserta turunannya dipahami bukan sebagai pilihan pribadi untuk berpindah agama tetapi sebagai tindakan publik pemisahan politik dari komunitas Muslim (Yaqeeninstitute.org, 2017).
BACA JUGA: 8 Pemicu Seseorang Murtad atau Keluar dari Islam
Dengan kata lain, hukuman mati bagi orang yang murtad terjadi karena mereka melakukan pengkhianatan terhadap komunitas Muslim seperti bergabung dengan barisan musuh-musuh Islam.
Sebab hadis “sesiapa saja yang pindah agama, maka bunuhlah”, kata Jonathan Brown sambil mengutip kitab Musnad Ahmad ibnu Hanbal, diungkapkan dalam konteks sekelompok Muslim yang telah menolak Islam, kemudian mulai berorasi dan bahkan menuliskan ide-ide “sesat”.
(orang-orang murtad ini digambarkan sebagai zanadiqa). Karenanya, kata Arab yang digunakan untuk menggambarkan apa yang telah mereka lakukan yaitu “irtadd” dipahami pada periode awal Islam sebagai pemberontakan terhadap komunitas Muslim. []
SUMBER: MUHAMMADIYAH | REDAKTUR : KELFI ARMANDA