• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Kamis, 21 September 2023
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Syi'ar Islam 4 Beginner

Meninggalkan suatu Amal karena Takut Riya

Oleh Laras Setiani
2 tahun lalu
in Islam 4 Beginner
Waktu Baca: 3 menit baca
A A
0
ilustrasi.foto: forkadi islamic

ilustrasi.foto: forkadi islamic

0
BAGIKAN

ADA seseorang yang melakukan amal shalih, dia bersemangat untuk menyembunyikannya dari manusia karena takut terjatuh dalam riya. Akan tetapi, dia dapati bahwa dirinya menjadi gembira dan senang ketika ada orang lain yang mengetahui amalnya tanpa dia sengaja.

Apakah hal ini juga termasuk riya? Lalu, apakah meninggalkan amal shalih di hadapan manusia juga termasuk riya?

Yang selayaknya dilakukan oleh seorang mukmin adalah dia mengikhlaskan amalnya untuk Allah Ta’ala. Bahkan, hal ini merupakan perkara yang wajib.

BACA JUGA: Takutlah pada Ujub, Sebagaimana Kita Takut pada Riya

ArtikelTerkait

Hukum Orang Shalat di Bajunya Ada Najis karena Lupa

9 Tanda Orang Bertaqwa menurut Imam al-Hasan al-Bashri

Sebab Dilarang Bernapas ketika Minum

7 Sifat Manusia yang Dibenci Allah

Dia tidak perlu memperhatikan lintasan pikiran yang muncul dalam hatinya bahwa dia melakukan karena riya. Hal ini karena jika dia terlalu memperhatikan lintasan pikiran itu, dia akan banyak meninggalkan amal (karena takut riya).

Seorang mukmin dan mukhlis (yang ikhlas dalam beramal) adalah mereka yang terkadang menampakkan amal dan terkadang menyembunyikan amal, sesuai dengan tuntutan maslahat. Oleh karena itu, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang menginfakkan harta mereka, baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 274)

Jadi, kebaikan itu terkadang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dan terkadang dilakukan secara terang-terangan.

Maka lihatlah manakah yang lebih afdhal (lebih utama), kemudian kerjakanlah. Berhentilah dari riya dan jauhilah riya. Dan janganlah engkau membiasakan jiwamu selamanya untuk senang dilihat orang dan atau keinginan mendapatkan harta mereka karena amal yang engkau lakukan.

Adapun berkaitan dengan kegembiraan setelah melakukan suatu ibadah dan kamu telah melakukan ibadah tersebut murni karena Allah Ta’ala, maka perkara ini tidaklah menjadi masalah. Bahkan, hal ini bisa jadi merupakan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana yang Allah Ta’ala beritakan,

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat.” (QS. Yunus: 62-64)

Maka bedakanlah antara: (1) orang yang melakukan suatu amal agar amal tersebut dilihat orang dan mendapatkan pujian dari mereka; dengan (2) orang yang melakukan suatu amal karena Allah Ta’ala, akan tetapi dia gembira ketika manusia melihatnya (tanpa adanya kesengajaan dari pelaku amal). Hal ini karena dia bergembira karena nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepadanya, dan ini tidaklah membahayakan sedikit pun.

Adapun seseorang terkadang meninggalkan suatu amal karena takut terhadap riya, maka hal ini juga merupakan waswas yang setan masukkan ke dalam hati manusia. Maka tetap lakukanlah suatu ibadah, meskipun terlintas dalam dirimu bahwa kamu melakukannya karena riya. Ucapkanlah,

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.”

Kemudian mintalah pertolongan kepada Allah Ta’ala dan kerjakanlah ibadah tersebut.

Di antara tanda ikhlas adalah menggap sama antara pujian dan celaan. Dengan adanya pujian tidak menjadikan dirinya bangga dan adanya celaan pun tidak menyurutkan semangatnya untuk beramal. Tanda ikhlas seperti inilah yang dituntut saat beramal dan berdakwah.

Perintah untuk ikhlas disebutkan dalam ayat,

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (artinya: ikhlas) dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)

Rasulullah SAW bersabda tentang bahaya riya (gila pujian) bahwasanya amalan pelaku riya tidaklah dipedulikan oleh Allah. Dalam hadits qudsi disebutkan,

“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (artinya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.” (HR. Muslim no. 2985)

Ibnul Qayyim dalam Al Fawaid mengatakan, “Tidak mungkin dalam hati seseorang menyatu antara ikhlas dan mengharap pujian serta tamak pada sanjungan manusia kecuali bagaikan air dan api.”

Seperti kita ketahui bahwa air dan api tidak mungkin saling bersatu, bahkan keduanya pasti akan saling membinasakan. Demikianlah ikhlas dan pujian, sama sekali tidak akan menyatu. Mengharapkan pujian dari manusia dalam amalan pertanda tidak ikhlas.

Ada yang menanyakan pada Yahya bin Mu’adz, “Kapan seorang hamba disebut berbuat ikhlas?”, Yahya menjawab “Jika keadaanya mirip dengan anak yang menyusui. Cobalah lihat anak tersebut dia tidak lagi peduli jika ada yang memuji atau mencelanya.”

BACA JUGA: Riya Seorang Muslim dan Munafik, Ini Perbedaannya

Muhammad bin Syadzan berkata, “Hati-hatilah ketamakan ingin mencari kedudukan mulia di sisi Allah Ta’ala, namun di sisi lain masih mencari pujian dari manusia.” Maksud beliau adalah ikhlas tidaklah bisa digabungkan dengan selalu mengharap pujian manusia dalam beramal.

Ada yang berkata pada Dzun Nuun Al Mishri rahimahullah, “Kapan seorang hamba bisa mengetahui dirinya itu ikhlas?”, Dzun Nuun menjawab, “Jika ia telah mencurahkan segala usahanya untuk melakukan ketaatan dan ia tidak gila pujian manusia.” []

SUMBER: MUSLIM

Tags: amalamalanIkhlasRiyasombong
ShareSendShareTweetShare
Advertisements
ADVERTISEMENT
Previous Post

5 Doa Pagi Hari agar Diberi Rezeki yang Berkah dan Dilindungi Allah

Next Post

Kisah Nyata Bahaya Rokok: Hanya 4 Batang Sehari Kok, Tidak Banyak

Laras Setiani

Laras Setiani

Terkait Posts

Hukum Lelaki Shalat tanpa Peci, Kelompok Manusia di Bulan Ramadhan, Keutamaan Istighfar setelah Shalat, Hukum Qadha Shalat untuk Orang yang Sudah Meninggal, Cara agar Shalat Istikharah Jitu, Shalat Khusus untuk Menambah Rezeki, Hukum Orang Shalat di Bajunya Ada Najis

Hukum Orang Shalat di Bajunya Ada Najis karena Lupa

21 September 2023
Tanda Orang Bertaqwa

9 Tanda Orang Bertaqwa menurut Imam al-Hasan al-Bashri

20 September 2023
Sebab Tidak Boleh Minum Sambil Berdiri

Sebab Dilarang Bernapas ketika Minum

19 September 2023
Hukum Karma dalam Islam, Hasad

7 Sifat Manusia yang Dibenci Allah

19 September 2023
Please login to join discussion

Terbaru

jima, Sisa Mani Keluar Setelah Mandi, Hukum Mandi Junub Tidak Memakai

Hukum Mandi Junub Tidak Memakai Sabun

Oleh Dini Koswarini
21 September 2023
0

Apa hukum mandi junub tidak memakai sabun?

Ibu Rumah Tangga, Cara Mendidik Anak

6 Cara Mendidik Anak Zaman Now

Oleh Dini Koswarini
21 September 2023
0

Cara mendidik anak yang benar menjadi kunci untuk mewujudkan harapan membentuk karakter yang shalih pada anak.

Hukum Lelaki Shalat tanpa Peci, Kelompok Manusia di Bulan Ramadhan, Keutamaan Istighfar setelah Shalat, Hukum Qadha Shalat untuk Orang yang Sudah Meninggal, Cara agar Shalat Istikharah Jitu, Shalat Khusus untuk Menambah Rezeki, Hukum Orang Shalat di Bajunya Ada Najis

Hukum Orang Shalat di Bajunya Ada Najis karena Lupa

Oleh Haura Nurbani
21 September 2023
0

Apa hukum orang shalat di bajunya ada Najis karena lupa?

Hukum Wanita Haid Membaca Quran, Hukum Membaca Al-Quran saat Haid

Hukum Membaca Al-Quran saat Haid

Oleh Haura Nurbani
21 September 2023
0

Apa hukum membaca Al-Quran saat haid?

Terpopuler

Tidak ada konter tersedia
Facebook Twitter Youtube Pinterest

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.