ANAK yatim adalah amanah besar dalam ajaran agama dan nurani manusia. Dalam Islam, mereka disebutkan berulang kali dalam Al-Qur’an dan hadis sebagai golongan yang harus disantuni, dijaga, dan dicintai. Namun ironisnya, di tengah hiruk-pikuk dunia modern, perhatian kepada anak yatim justru makin memudar. Mengapa ini bisa terjadi?
1. Individualisme yang Meningkat
Kita hidup di zaman yang serba cepat dan penuh tekanan. Banyak orang fokus pada urusan pribadi: karier, bisnis, pencitraan, dan kesenangan duniawi. Budaya individualisme ini membuat banyak orang kehilangan empati terhadap sekitar, termasuk anak-anak yatim. Mereka yang hidup tanpa orang tua, yang seharusnya kita bantu, justru sering tak terlihat di radar perhatian masyarakat.
BACA JUGA: Inilah Nama Neraka bagi Orang yang Memakan Harta Anak Yatim
2. Kurangnya Edukasi dan Kesadaran Sosial
Banyak orang tak benar-benar paham bagaimana besar pahala dan pentingnya memperhatikan anak yatim. Tak sedikit yang berpikir bahwa mengurus anak yatim adalah tugas panti asuhan, lembaga sosial, atau pemerintah. Padahal, ajaran agama kita menekankan bahwa setiap individu punya tanggung jawab moral — bahkan keutamaannya luar biasa. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” sambil beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan merapatkan keduanya. (HR. Bukhari)
Namun sayangnya, hadits seperti ini jarang disampaikan secara luas, apalagi dijadikan gerakan sosial.
3. Sibuk Menolong yang Viral, Lupa yang Tersembunyi
Di era media sosial, kepedulian sering kali dipicu oleh apa yang sedang viral. Bila kisah anak yatim sedang tidak trending, maka tidak banyak yang tertarik mengulurkan tangan. Kita cenderung tergerak oleh sorotan kamera, bukan oleh keheningan tangisan mereka yang kesepian. Padahal, anak-anak yatim tidak butuh sensasi — mereka butuh kasih sayang dan perhatian nyata.
4. Kehidupan Serba Materialistis
Semakin materialistis cara pandang seseorang, semakin kecil kemungkinan ia mau berbagi. Kepedulian terhadap anak yatim sering dianggap sebagai kegiatan “tidak produktif” secara ekonomi. Padahal, membantu mereka bukan hanya bentuk ibadah, tapi juga investasi sosial jangka panjang. Anak-anak ini bisa tumbuh menjadi orang hebat jika diberi kesempatan dan cinta.
5. Kurangnya Teladan Nyata
Di banyak lingkungan, jarang kita melihat figur publik atau tokoh masyarakat yang aktif dan konsisten memperhatikan anak-anak yatim. Tanpa panutan, masyarakat pun kehilangan arah dalam menyalurkan kepedulian. Perhatian terhadap anak yatim seharusnya menjadi gerakan kolektif yang ditumbuhkan dari atas ke bawah — dari para pemimpin hingga rakyat biasa.
BACA JUGA: 6 Keutamaan Memuliakan Anak Yatim
Penutup: Ujian Bagi Nurani
Mengabaikan anak yatim bukan hanya soal kelalaian sosial, tetapi juga kegagalan hati. Mereka bukan sekadar korban keadaan, tapi ladang pahala yang terabaikan. Bila kita membiarkan mereka tumbuh tanpa pelindung, tanpa cinta, kita sedang membiarkan dunia ini tumbuh tanpa kasih.
Mari kita tanya diri sendiri: Kapan terakhir kali kita menyapa anak yatim dengan senyuman?
Kapan terakhir kali kita merangkul mereka dengan cinta?
Jika belum, mungkin saatnya sekarang — sebelum hati kita benar-benar kehilangan rasa peduli. []