INDONESIA dikenal sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Namun, ironisnya, di tengah populasi yang mayoritas beragama Islam, kita melihat semakin banyak perempuan Muslimah yang tidak lagi menutup aurat. Bahkan, sebagian tidak merasa malu atau risih ketika memperlihatkan tubuhnya di ruang publik. Apa yang sebenarnya terjadi?
1. Pengaruh Budaya Pop dan Media Sosial
Salah satu faktor paling dominan adalah pengaruh budaya populer dan media sosial. Selebriti, influencer, dan konten digital saat ini banyak mengusung gaya hidup bebas, modern, dan seringkali menjual tubuh sebagai daya tarik visual. Ketika seseorang setiap hari melihat standar kecantikan ditentukan oleh kulit terbuka, tubuh langsing, dan gaya berpakaian ala barat, maka secara tidak sadar ia mulai merasa bahwa menutup aurat adalah sesuatu yang kuno dan tidak menarik.
BACA JUGA: 9 Alasan Mengapa Banyak Perempuan Masih Buka Aurat Meski Tahu Itu Dilarang
Ditambah algoritma media sosial yang terus menampilkan konten serupa, maka jadilah perubahan pola pikir secara masif, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.
2. Krisis Rasa Malu dan Hilangnya Ghirah Keislaman
Dalam Islam, malu adalah sebagian dari iman. Rasa malu bukanlah kelemahan, tapi tameng dari kerusakan moral. Ketika rasa malu ini luntur, muncullah pemandangan yang makin biasa: aurat dibuka, pakaian ketat dipakai, bahkan di tempat umum tanpa rasa bersalah. Hilangnya ghirah, yaitu semangat dan kecemburuan dalam menjaga batas-batas syariat, membuat banyak Muslimah merasa tidak perlu lagi menjaga diri sebagaimana yang diperintahkan Allah.
3. Kurangnya Pendidikan Agama yang Mengakar
Sebagian besar pendidikan agama di Indonesia hanya bersifat ritualistik: menghafal doa, shalat, dan puasa. Namun makna dan filosofi di balik perintah agama sering kali tidak dibahas mendalam. Banyak perempuan tahu bahwa membuka aurat itu dosa, tapi mereka tidak mengerti mengapa itu penting. Ketika pemahaman dangkal, mudah bagi bisikan dunia untuk mengalahkan suara iman.
4. Lingkungan yang Tidak Mendukung
Dalam banyak lingkungan kerja atau pertemanan, perempuan yang menutup aurat sering kali dianggap kolot, kurang gaul, atau bahkan tidak modis. Ini membuat sebagian Muslimah merasa tertekan, dan perlahan-lahan memilih mengikuti mayoritas agar tidak dikucilkan. Apalagi jika lingkungan itu dipenuhi oleh orang-orang yang jauh dari nilai-nilai Islam.
5. Standar Ganda dan Normalisasi Dosa
Zaman sekarang, banyak yang berkata, “yang penting hatinya baik”, seolah-olah kebaikan hati bisa menjadi alasan untuk melanggar perintah Allah. Padahal, iman dan amal harus berjalan beriringan. Membuka aurat kemudian menjadi hal yang dianggap biasa, bahkan dijustifikasi dengan dalih kebebasan berekspresi.
Dalam Islam, kebebasan bukan berarti bebas dari aturan Allah, tapi bebas dari perbudakan hawa nafsu dan tekanan dunia.
6. Tidak Merasa Akan Mati
Fenomena membuka aurat tanpa rasa malu juga dipicu oleh hilangnya kesadaran akan kematian dan akhirat. Jika seseorang benar-benar yakin bahwa hidup ini hanya sementara, dan setiap amal akan dimintai pertanggungjawaban, maka pasti dia akan lebih berhati-hati dalam berpakaian dan bersikap.
Sayangnya, dunia hari ini penuh dengan distraksi. Kita lupa bahwa tubuh yang dipamerkan hari ini, kelak akan menjadi tanah dan tulang belulang.
BACA JUGA: 7 Sikap Suami Jika Istri Sering Mengumbar Aurat di Media Sosial
Penutup: Kembali kepada Identitas Muslimah
Islam memuliakan wanita. Aurat bukan beban, tapi mahkota kehormatan. Ketika seorang Muslimah menutup aurat dengan ikhlas karena Allah, ia sedang menjaga kehormatannya, bukan hanya di mata manusia, tapi di hadapan Rabb-nya.
Mari kita doakan dan ajak dengan lembut saudari-saudari kita agar kembali memahami arti penting menutup aurat. Bukan untuk menghakimi, tapi untuk saling mengingatkan di tengah derasnya arus dunia yang semakin menyesatkan.
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) terlihat…” (QS. An-Nur: 31) []