SATU sama lain di antara kita bersaudara. Itu sudah menjadi kodrat kita sebagai manusia, yang tidak bisa hidup sendiri. Oleh sebab itu, ada berbagai aktvitas di antara persaudaraan tersebut. Salah satunya ketika memiliki acara-acara teretentu, maka sudah pasti membutuhkan orang lain untuk hadir merayakannya.
Nah, dalam hal ini ada orang yang mengundang dan ada orang yang diundang. Bagi orang yang mengundang, sudah pasti ia mengundang orang-orang yang dikenali dan berarti baginya, saudara seiman dan seagamanya. Sedangkan bagi yang diundang, sudah menjadi kewajiban kita untuk memenuhi undangan. Dan ternyata dalam Islam, hal itu sudah diatur lho. Ada etika-etika yang harus kita penuhi sebagai seorang muslim sejati. Apakah itu?
Di antara etika memenuhi undangan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Tamu yang diundang harus memenuhi undangan, dan tidak terlambat memenuhinya kecuali karena udzur, misalnya karena khawatir undangan tersebut merusak agama dan badannya, karena dalil-dalil berikut:
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa diundang, hendaklah ia memenuhinya,” (Diriwayatkan Muslim).
Rasulullah SAW juga bersabda, “Jika aku diundang kepada jamuan kaki kambing, aku pasti memenuhinya. Jika aku dihadiahi lengan, aku pasti menerimanya.”
2. Tidak membeda-bedakan antara undangan orang yang miskin dan undangan orang kaya. Sebab, tidak memenuhi undangan orang miskin itu merusak perasaannya, dan merupakan kesombongan. Padahal, tahukah Anda bahwa kesombongan itu tercela.
Tentang memenuhi undangan orang miskin, diriwayatkan bahwa Al-Hasan bin Ali RA berjalan melewati orang-orang miskin yang menebarkan remukan di jalan ketika mereka sedang makan. Mereka berkata, “Mari makan siang bersama kami, hai cucu Rasulullah SAW.” Al-Hasan bin Ali RA berkata, “Ya boleh, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong.” Usai berkata seperti itu, Al-Hasan bin Ali RA turun dari keledainya dan makan bersama orang-orang miskin tersebut.
3. Tidak membeda-bedakan antara undangan jauh dengan undangan yang dekat. Jika orang muslim mendapatkan dua undangan, maka ia mendahulukan undagan yang lebih dahulu, dan meminta maaf kepada pengundang kedua.
4. Tidak boleh absen menghadiri undangan karena ia berpuasa, namun ia tetap harus hadir. Jika tuan rumah senang jika ia makan, maka ia membatalkan puasanya (puasa sunnah), karena memasukkan kebahagiaan ke dalam hati orang mukmin itu ibadah.
5. Jika ia mau tidak membatalkan puasanya, ia berkata dengan baik kepada tuan rumah karena dalil-dalil berikut:
Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang dari kalian diundang, hendaklah ia memenuhi undangan tersebut. Jika ia sedang berpuasa (sunnah), hendaklah ia mendoakan pihak pengundang. Jika ia tidak berpuasa, hendaklah ia memakan (jamuan makan),” (Diriwayatkan Muslim).
Rasulullah SAW juga bersabda, “Saudaramu memberatkanmu dan hendaklah engkau berkata, ‘Aku sedang puasa’.”
6. Dengan memenuhi undangan, seorang Muslim harus berniat memuliakan saudaranya agar ia diberi pahala karenanya. Sebab, semua perbuatan itu harus dengan niat. Dan bagi setiap orang itu apa yang ia niatkan, dan sebab dengan niat yang baik itu hal-hal yang mubah berubah menjadi ketaatan di mana seorang Muslim diberi pahala karenanya. []
Referensi: Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim/Karya: Abu Bakr Jabir Al-Jazairi/Penerbit: Darul Falah