JAKARTA –Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu dini hari tadi (15/11/2017) melakukan upaya jemput paksa terhadap tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto (Setnov) di kediamannya di Jalan Wijaya III, Kebayoran Baru nomor 19 Jakarta Selatan. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
Penyidik KPK yang datang ke kediaman Setnov dengan membawa surat perintah penangkapan setelah ketua DPR RI itu delapan kali mangkir dari panggilan KPK.
“Kami sampaikan bahwa KPK sudah melakukan berbagai upaya secara persuasif sesuai dengan aturan hukum yang berlaku untuk melakukan pemanggilan baik dengan status sebagai saksi atau pun sebagai tersangka. Saudara SN sudah pernah kami panggil sebanyak tiga kali sebagai saksi untuk tersangka ASS, namun ketiga-tiganya tidak datang meskipun sudah disampaikan pemberitahuan terkait ketidakhadiran tersebut,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya seperti dilansir dari Reppler, Kamis (16/11/2017).
Selama ini Setnov melontarkan berbagai dalih untuk menghindar dari panggilan KPK. Setnov beralasan sedang menunggu hasil gugatannya terhadap UU KPK di Mahkamah Konstitusi. Selain itu, dia juga meminta KPK untuk meminta izin kepada Presiden Joko Widodo sebelum melakukan pemeriksaan terhadap dirinya.
Namun, Febri menjelaskan bahwa alasan hak imunitas dan izin Presiden yang selama ini digunakan Setya sudah tidak relevan.
“Karena ada kebutuhan penyidikan dan faktor-faktor yang sudah disampaikan tadi, maka KPK menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap SN dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi KTP Elektronik,” tegas Febri.
Hingga saat ini, KPK masih menantikan sikap kooperatif dari mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
“Jadi, sekali lagi kami himbau belum terlambat untuk dapat melakukan penyerahan diri ke KPK. Sikap kooperatif akan jauh lebih baik untuk penanganan perkara ini atau untuk yang bersangkutan. Jika memang ada bantahan-bantahan yang ingin disampaikan, maka dipersilakan untuk disampaikan langsung kepada tim penyidik KPK,” tutur Febri.[]